About

Selamat Datang

Rabu, 09 Januari 2013

PERBAIKAN MUTU MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI

Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung. Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan (Widayat, Suherman dan Haryani, 2006). Minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa atau dari inti kelapa sawit sebagian besar mengandung asam laurat sekitar 50 %. Asam lain yang terdapat dalam minyak goreng adalah asam lemak jenuh yaitu asamkaproat, asam kaplirat, asam kaprat,asam miristat, asam stearat, sedangkan asam lemak tak jenuhnya adalah asam oleat dan asam linoleat (Sudarmadji, 1989). Asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak kelapa diberikan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Asam-asam lemak dalam minyak kelapa
Asam lemak Rumus molekul Kadar (%)
Kaproat C6H12O2 0
Kaplirat C8H16O2 7.6
Kaprat C10H20O2 6.6
Laurat C12H24O2 48.8
Maristat C14H28O2 18.7
Coconutitat C16H32O2 8.3
Stearat C18H36O2 2.1
Oleat C18H34O2 6.4
Linoleat C18H32O2 1.3
Sumber : Sudarmadji 1989.

Asam lemak yang ada dalam minyak maupun lemak dapat diklarifikasi berdasarkan panjang rantai atom C dan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap (ganda) Atas dasar panjang rantai atom C nya ada 3 kelompok yaitu (Winarni, Sunarto, Mantini, 2010):

1. Minyak dengan asam lemak rantai C pendek terdiri dari 2 -6 atom karbon
2. Minyak dengan asam lemak rantai C sedang terdiri dari 8-16 atom karbon
3. Minyak dengan asam lemak rantai C panjang terdiri dari 18 atau lebih atom karbon

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap pada molekul asam lemaknya, minyak dan lemak digolongkan menjadi 3 yaitu: Golongan minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids); asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids), dan asam lemak tak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids) (Winarni, Sunarto, Mantini, 2010)

Beberapa sifat minyak terhadap reaksi kimia menurut Ketaren (1986) adalah :

Hidrolisa
Reaksi hidrolisa disebabkan karena adanya air dalam minyak, sehingga minyak terurai menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak.

Oksidasi
Reaksi oksidasi dapat berlangsung jika terjadi kontak antara sejumlah oksigen dan minyak. Reaksi ini menyebabkan terurainya minyak menjadi asam-asam lemak dan terbentuk aldehid, keton dan asam-asam lemak bebas. Reaksi ini juga menyebabkan ketengikan pada minyak.

Hidrogenasi
Reaksi ini berlangsung antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen dengan bantuan katalis nikel menghasilkan radikal komplek antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh.

Pembuatan Keton
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisis ester. Kualitas Minyak Goreng Faktor penentu kualitas minyak antara lain (Suseno, 2006) :

Angka asam
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. Menurut SNI 01-3741-1995, syarat mutu minyak goreng dihitung sebagai asam laurat (asam lemak bebas) yaitu maksimal 0.3 %.

Angka peroksida
Kerusakan minyak atau lemak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis, baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain : peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh keton. Angka peroksida dinyatakan sebagai miliequivalen peroksida tiap kg minyak (Ketaren, 1986). Angka peroksida yang di tetapkan untuk minyak goreng menurut SNI 01-3741-1995 maksimal adalah 2 mek/kg (sudarmadji, 1989).

Angka Penyabunan
Angka penyabunan adalah angka yang menunjukkan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya angka penyabunan tergantung dari massa molekul minyak, semakin besar massa molekul semakin rendah angka penyabunannya. Menurut SNI 01-3741-1995 kualitas minyak goreng yang baik dapat dilihat dari angka penyabunan yaitu 196-206 mg KOH/g.

Angka Ester
Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester dapat dihitung dari selisih angka penyabunan dengan angka asam. (Netti Herlina. 2002)

Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak goreng yang sudah digunakan baik satu kali maupun berulang-ulang dan tingkat kerusakan minyak sebanding dengan interval penggorengan (Ahmadi, 2009).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam rninyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng te rjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

Di Indonesia Standar mutu minyak goreng diatur dalam SNI-3741-1995 seperti pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Standar Nasional Indonesia minyak goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Kadar Air Max.0,3%
5 Berat Jenis 0,9 gram/L
6 Asam Lemak bebas Max.0,3%
7 Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8 Angka Iodium 45 -46
9 Angka Penyabunan 196- 206
10 Titik Asap min 200 ºC
11 Indeks Bias 1,448 – 1,450
12 Cemaran Logam :
Besi Max 1,5 mg/Kg
Timbal Max 0,1 mg/Kg
Tembaga Max. 40 mg/Kg
Seng Max. 0,05 mg/Kg
Raksa Max. 0,1 mg/Kg
Timah Max. 0,1 mg/Kg
Arsen Max. 0,1 mg/Kg
Sumber :Dewan Standarisasi Nasional, 1995

Kerusakan yang utama pada minyak yang dapat diamati secara visual adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan peningkatan bilangan peroksida dan TBA, serta dihasilkan senyawa aldehida dan keton (Gunstone, 1996; Winarno, 1997). Kerusakan lain akibat proses penggorengan adalah adanya kotoran yang berasal dari bumbu yang digunakan dari bahan yang digoreng (Andarwulan, dkk, 1997). Selama penggorengan sejumlah kecil bahan pangan akan terdispersi dalam minyak atau berada pada permukaan minyak yang mengakibatkan perubahan warna dan perubahan cita rasa (Warastuti, 2001).

Kerusakan minyak goreng dapat terjadi selama proses penggorengan, hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Ada beberapa penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis (Winarni, Sunarto dan Mantini, 2010). Pada saat makanan digoreng, sebagian minya terabsorbsi ke dalam makanan, mendesak air keluar dari makanan. Komponen bahan makanan yang larut dalam air ikut terbawa keluar, demikian pula bahan yang mencair dengan pemanasan, menyebabkan warna minyak berubah (Blumenthal, 1991). Molekul trigleserida akan terpecah menjadikomponen volatile dan non-volatil yang larut dalam minyak dan mempengaruhi aroma makanan yang digoreng (Yates dan Caldwell dalam Rukmini 1998). Disamping itu terjadi kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak tak jenuh ganda yang penting bagi tubuh (Tyagi dan Vasistha, 1991).

Kerusakan karena oksidasi dapat terjadi karena otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan karena faktor-faktor yang mempercepat reaksi, misalnya: cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan karena adanya enzim lipoksigenase. Akibat dari kerusakanan minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak maupun degradasi rasa dan aroma (Winarno, 1992).

Kerusakan minyak yang kedua adalah terbentuknya polimerisasi addisi dari asam lemak tak jenuh, sehingga membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan. Kerusakan minyak yang ke tiga adalah hidrolisis, hal ini disebabkan karena adanya air, Yang dapat mengalami hidrolisis adalah ester, yang pecah menjadi gliserol dan asam lemak. Penetralan adalah suatu reaksi antara asam dengan basa, sehingga menghasilkan suatu senyawa yang netral. Dalam proses penetralan sebagai asamnya adalah asam lemak sedangkan sebagai basanya umumnya digunakan soda api (NaOH) ataupun garam sodium karbonat (Na2CO3) dan telah dicoba menggunakan sodium bikarbonat (NaHCO3=soda kue). Karena sodium atau natrium merupakan logam alkali yang mudah sekali melepaskan elektronnya sehingga bermuatan positip sedangkan bikarbonat (HCO3-) merupakan ion yang mudah terhidrolisis. Ion bikarbonat (HCO3-) dalam air akan lepas menjadi CO2.dan H2O . Keduanya merupakan senyawa sisa asam lemah, sehingga dalam air mengalami hidrolisis (Vogel, 1990). Natrium bikarbonat dapat digunakan dalam pembuatan roti untuk bahan pengembang, karena saat adonan roti dipanaskan CO2 dari soda kue akan keluar dan mengangkat adonan roti tersebut. Jika CO2 sudah keluar Na+ akan tertinggal dalam roti tersebut, tetapi tidak begitu banyak sehingga tidak berbahaya jika dimakan, seperti Na+ dari garam dapur juga tidak berbahaya jika dimakan, selain itu Na+ termasuk mineral yang kita butuhkan (Winarno, 1992).

Natrium bikarbonat berbentuk serbuk kering berwarna putih, jika dilarutkan dalam air timbul gelembung-gelembung udara yaitu CO2, sehingga digunakan untuk membuat minuman penyegar (soft drink). Hal ini berarti dalam larutan akan terbentuk ion Na+ untuk mengikat asam lemak bebas dalam minyak goreng. Minyak goreng merupakan bahan organik yang tidak larut dalam larutan anorganik (Na+), tetapi asam lemak bebas merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air, sehingga adanya ion Na+ akan mengikat asam lemak bebas. Agar reaksi dapat sempurna diperlukan pengocokan atau pengadukan untuk mengkontakkan asam lemak bebas yang ada dalam minyak dengan ion Na+. Dalam laboratorium prinsip ini disebut dengan ekstraksi, untuk itu dapat digunakan corong pisah untuk ekstraksi cair-cair (Day dan Underwood, 1986).

Lemak merupakan estergliserol yang terbentuk dari dua jenis molekul yang lebih kecil melalui reaksi dehidrasi. Lemak tersusun dari dua jenis molekul, yaitu gliserol dan asam lemak. Dalam pembentukan lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dengan gugus karboksil. Karena itu, lemak disebut juga triasilgliserol disamping nama lain trigliserida. Asam lemak dalam suatu molekul lemak bisa sama ketiga-tiganya, atau bisa terdiri atas dua atau tiga jenis asam lemak yang berlainan (Suseno,2006).

Asam lemak adalah asam karboksilat dengan jumlah atom karbon banyak. Biasanya asam lemak mengandung 4 sampai 24 atom karbon dan mempunyai satu gugus karboksil. Bagian alkil dari asam lemak bersifat nonpolar, sedangkan gugus karboksil bersifat polar. Bila bagian alkil asam lemak mengandung ikatan rangkap, dinamakan asam lemak tak jenuh. Contohnya asam oleat. Sebaliknya, bila tidak memiliki ikatan rangkap dinamakan asam lemak jenuh, seperti pada asam stearat dan asamcoconutitat. Ester gliserol yang terbentuk dari asam lemak tak jenuhdinamakan minyak, sedangkan yangberasal dari asam lemak jenuh dinamakan lemak. Titik leleh lemak lebih tinggi daripada minyak, sehinggaminyak cenderung mencairpada suhu kamar. (Murdijati G. Supriyanto, 2006).

Zeolite
Zeolite merupakan mineral yang teridiri dari Kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alakali atau alakali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam itu dapat tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolite dan dapat menyerap air secara reversible (Bekum, et.al, 1991).

Kerangka dasar setruktur zeolit terdiri dar unit-unit tretrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan didalam setruktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga rumus empiris zeolit menjadi:

M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O
M = ktion alkali atau alkali tanah
N = Valensi logam alkali
X = Bilangan tertentu (2 s/d 10)
Y= Blangan Tertentu (2 s/d 7)

Jadi zeolit terdiri dari tiga komponen yaitu kation yang dipertukarkan, kerangkan aluminosilikat dan fase air. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur Kristal sedangka logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Bekkum, et. Al., 1991; Sutarti dan Rahmawati Solihat, 1994 dalam Widayat, Suherman dan Haryani, 2006). Struktur zeolit bernuatan ion AL3+ lebh kecil daripada Si4+ maka ion Al3+ cenderung bersifat negative dan mengikat kation alkali atau alakali tanah untuk dinetralkan muatannya. Kation alkali atau alakali tanah dalam zeolit inilah yang selanjutnya daimanfaatkan dalam proses ion exchange (Sutarti dan Rahmawati, 1994 dalam Widayat, Suherman dan Haryani, 2006)

Sifat-sifat yang penting dari zeolit adalah pertukaran ion, adsorpsi dan kestabilan struktur zeolit. Pertukaran ion yang terjadi di dalam kerangka struktur zeolit adalah proses yang melibatkan penggantian ion-ion yang dapat tertukar dengan ion bermuatan sejenis yang berasal dari larutan dalam jumlah ekivalen yang sama. Proses ini diawali oleh interaksi zeolit dengan larutan yang mengandung senyawa logam, kemudian ion logam tersebut akan tertarik ke dalam sistem pori zeolit. Reaksi pertukaran ion dapat dituliskan sebagai berikut :

2Na+ (Z) + M2+ - M2+ (Z) + 2 Na+

Kapasitas pertukaran kation dapat didefinisikan sebagai banyaknya jumlah kation yang dapat tertukar pada penukar kation untuk setiap satuan berat zeolit dan dinyatakan dalam miliekivalen per gram zeolit. Kapasitas pertukaran kation zeolit antara lain ditentukan oleh harga perbandingan Si/Al. Zeolit yang memiliki perbandingan Si/Al rendah akan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang lebih tinggi daripada zeolit yang memiliki perbandingan Si/Al tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi perbandingan Si/Al maka jumlah muatan negatip pada struktur zeolit semakin sedikit, sehingga kation yang terikat akan makin sedikit pula. (Dyer, 1998, dalam suseno 2006).

Penggunaan zeolit merupakan upaya untuk memanfaatkan zeolit sebagai bahan adsorben dengan harga murah dan aman. Zeolit alam yang telah diaktivasi mempunyai kemampuan sebagai adsorben. Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan perbandingan Si/Al, luas permukaan meningkat, dan terjadi peningkatan porositas zeolit (Setiadji, 1996 dalam Ahmadi, 2009). Hal ini akan berdampak pada kinerja zeolit, yaitu kemampuan adosprsi zeolit akan meningkat sehingga lebih efisien dalam pemurnian minyak (Ahmadi, 2009).

Proses aktivasi dapat dilakukan baik secara fisikawi maupun kimiawi. Aktivasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan asam-asam mineral atau basa-basa kuat. Perbandingan Si/Al dapat dimodifikasi menggunakan asam-asam mineral (Barrer, 1978). Tsitsislivili et al. (1992) mendapatkan bahwa perlakuan asam pada clinoptilolit dapat meningkatkan porositas dan kapasitas adsorpsi untuk molekul-molekul yang relatif besar. Polaritas zeolit bergantung pada perbadingan Si02/Al203 yang terkandung dalam zeolit. Polaritas menurun dengan meningkatnya perbandingan Si02/Al203 (Derouane, 1985). Zeolit, biasanya dilengkapi lebih dari satu sisi untuk pertukaran kation. Jumlah ekuivalen elektrokimia kation yang dibutuhkan untuk keseimbangan muatan anionik lebih kecil daripada jumlah total yang dapat digunakan (Ahmadi, 2009).
Aktivasi secara fisikawi dilakukan dengan pamanasan pada suhu tinggi. Pemanasan ini akan melepaskan air yang terangkap pada pori-pori kristal zeolit. Aktivasi secara fisikawi ini akan meningkatkan luas permukaan pori-pori zeolit (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Menurut Hardjatmo dan Selinawati (1996) pemanasan zeolit akan meningkatkan porositas (Ahmadi, 2009).

Zeolit alam yang sudah diaktivasi dengan asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daa pemucatnya karena asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daya pemucatnya karena asam mineral tersebut bereaksi dengan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1. Zeolit dengan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 tinggi bersifat hidrofolik dan akan menyerap molekul yang tidak polar (Sutarti dan Rahmawati, 1994).

Warna
Menurut Kusumastuti, perlakuan dengan zeolit aktif dilihat secara visual tidak mengurangi warna minyak, karena telihat masih merah kecoklatan. Pengukuran absorban pada panjang gelombang 448 nm menunjukkan bahwa perlakuan dengan zeolit pada minyak bekas sedikit menurunkan absorban dari 1,04 dengan 0 % zeolit menjadi 0,98 dengan 10 % zeolit. Dalam hal ini kekeruhan berkurang atau bertambah jernih karena pertikel penyebab kekeruhan dapat diserap zeolit. Dalam hal ini zeolit aktif dan zeolit alam pengaruhnya tidak beda nyata.

Sedangkan hasil penelitian Ahmadi (2009), menunjukkan bahwa pemurnian minyak goreng bekas penggorengan keripik tempe dengan menggunakan zeolit yang sudah diaktivasi menunjukkan terjadi penurunan nilai absorbansi dibandingkan dengan bahan baku minyak bekas penggorengan keripik tempe sebelum perlakuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa zeolit mampu menyerap senyawa-senyawa yang mempengaruhi warna minyak bekas penggorengan keripik tempe. Warna minyak bekas penggorangankeripik tempe diduga berasal dari reaksi Maillard antara protein dengan produk hasil oksidasi lemak. Menurut King et al. (1992), pada proses oksidasi dihasilkan senyawa-senyawa aldehida yang dapat bereaksi dnegan protein melalui jalur reaksi Maillard sehingga dihasilkan warna coklat.
 Menurut Ahmadi (2009), Aktivasi kimia (normalitas HCl) dan fisik (suhu) yang berbeda menghasilkan warna minyak yang berbeda. ada perlakuan HCl 6 N dan suhu 400 ºC ini nilai absorbansi menunjukkan angka terendah (0,475). Peningkatan normalitas HCl dan suhu aktivasi menunjukkan kecenderungan penurunan absorbansi yang berarti warna makin cerah.

Aktivasi kimia (HCl) dan fisik (suhu) yang tepat akan menghasilkan zeolit yang baik sebagai adsorben. Perlakuan asam anorganik pada zeolit menyebabkan perbandingan Si/Al meningkat dan pembentukan mesopori. Perubahan sifat ini mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Semakin besar kapasitas adsorpsi maka warna yang diserap meningkat sehingga warna semakin cerah (Ahmadi, 2009).
Aktivasi menggunakan asam menyebabkan pembentukan struktur mesopori dan perubahan perbandingan Si/Al, yaitu perbandingan Si/Al meningkat karena pelepasan Al dari struktur zeolit. Porositas partikel mem-berikan sifat adsorpsi zeolit yang tinggi. Perlakuan termal dapat menaikkan Si/Al sehingga adsorpsi menjadi lebih efektif dan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi (Setiadji, 1996). Oleh karena itu, semakin tinggi suhu aktivasi, diduga sebagian Al terlepas dari struktur zeolit sehingga meningkatkan perbansingan Si/Al. Akibatnya kapasitas adsorpsi zeolit mengalami peningkatan yang berdampak pada penurunan warna yang lebih baik (Ahmadi, 2009).

Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang setara dengan mg KOH/g lemak atau minyak. Asam lemak bebas ini bisa terjadi karena kerusakan minyak akibat hidrolisis trigliserida (lemak).
Menurut penelitian kusumastuti, pemakain zeolite 10% mampu mampu menurunkan angka asam dari 4,63 sampai 4,31 mg KOH/g atau pengurangan 7% dari semula. Sedangkan menurut hasil penelitian Ahmadi (2009), menunjukkan bahwa aktivasi zeolit dengan HCl 6 N dan suhu 500 ºC menghasilkan kinerja zeolit yang lebih baik dalam menurunkan jumlah asam lemak bebas. Perlakuan normalitas HCl 6 N dan suhu 500 ºC mampu memodifikasi zeolit alam menjadi adsorben yang baik.

Pada proses adsorpsi pengikatan terjadi bila senyawa tertahan pada sisi aktif (mesopori) yang terbentuk akibat perlakuan asam. Zeolit alam mempunyai karakter porositas primer dan skunder. Porositas primer (mikro) dihasilkan dari struktur spesifik kristalin partikel zeolit yang bergantung pada komposisinya.
Perlakuan aktivasi dapat menyebabkan terbentuknya porositas skunder (Tsitsislivili et al., 1992). Penggunaan HCI menyebabkan peningkatan perbandingan Si/Al akibat penurunan Al (dealuminasi). Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan normalitas HCl yang digunakan (Barrer, 1978). Perlakuan asam untuk mengubah perbandingan komposisi Si/A1 berakibat pada perubahan porositas dan kapasitas adsorpsi zeolit. Perlakuan asam pada mordenit menyebabkan terjadinya ekstraksi aluminium dan perubahan sifat, akan tetapi tidak menyebabkan perubahan struktur. Tsitsislivili et al. (1992) mendapatkan bahwa perlakuan asam pada clinoptilolit dapat meningkatkan porositas dan kapasitas adsorpsi untuk molekul-molekul yang relatif besar. Proses ini bergantung pada beberapa faktor antara lain; jenis asam, waktu perlakuan, temperatur perlakuan, dan sejarah termal zeolit (McDaniel dan Maher, 1976).

Menurut Kusumastuti, asam lemak bebas mempunyai ujung karboksil yang polar, sehingga ada kemungkinan teradsorbsi oleh zeolit yang sifatnya polar. Kecilnya daya serap zeolit terhadap asam lemak bebas mungkin disebabkan karena ukuran mlekul asam lemak yang relative besar, dan sifatnya nonpolar dari rantai hidrokarbon sehingga sukar tertahan oleh zeolit. Namun demikian zeolit yang diaktifkan mempunyai kemampuan lebih besar dalam menyerap asam dibandingkan zeolit alam.

Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi. Minyak bila kena panas dan udara dapat mengalami reaksi oksidasi. Awalnya akan terbentuk hidroperoksida, kemudian rantai molekul putus menjadi radikal dengan rantai lebih pendek dan reaktif (Fennema, 1996). Tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut da minyak akan segera mengalami ketengikan. Angka peroksida yang tinggi mungkin disebabkan karena terjadi oksidasi pada sebagian asam lemak terutama asam lemak tidak jenuh (Kusumastuti, 2004)

Menurut Kusumastuti, perlakuan dengan menggunakan 10 % zeolit aktif dapat menurunkan angka peroksida minyak sekitar 33,8%. Hal ini mungkin disebabkan karena molekul minyak yang relative besar terpecah menjadi radikal atau molekul yang lebih kecil yang berupa aldehid dan/atau alaknoat. Senyawa tersebut mempunyai gugus polar sehingga dapat berinteraksi atau terikat dengan zeolit yang mempunyai gugus polar.
Sedangkan menurut penelitian ahmadi (2009 ),Bilangan peroksida menurun pada minyak yang dimurnikan dengan zeolit yang diaktivasi normalitas dan suhu yang berbeda. Bilangan peroksida bahan baku minyak bekas penggorengan keripik tempe adalah 0,37 mek/kg tetapi setelah pemurnian dengan zeolit menunjukkan kisaran bilangan peroksida antara 0,09 sampai 0,24 mek/kg.

Peningkatan suhu aktivasi menyebabkan penurunan bilangan peroksida,akan tetapi peningkatan normalitas HCl menyebabkan bilangan peroksida mengalami kenaikkan. Penurunan bilangan peroksida akibat peningkatan suhu diduga berkaitan dengan peningkatan rasio Si/Al sehingga proses adsorpsi produk oksidasi primer seperti hidroperoksida meningkat.

Menurut Zaplis dan Becks (1986) peroksida terbentuk pada reaksi autooksidasi yang merupakan hasiloksidasi primer. Peroksida ini tidak stabil dan selanjutnya dapat diuraikan menjadi produk oksidasi sekunder. Menurut Gunstone (1996). oksidasilemak merupakan reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam. Oksidasi lemak menghasilkan produk oksidasi primer seperti hidroperoksida.

Peningkatan normalitas HCl pada proses aktivasi zeolit menyebabkan peningkatan bilangan peroksida. Ada kemungkinan kondisi asam yang tinggi menyebabkan kondisi yang memicu proses oksidasi lemak. Asam merupakan katalisator proses hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas mudah teroksidasi menghasilkan produk oksidasi primer berupa peroksida. Hal ini yang menyebakan walaupun peningkatan normalitas HCl pada proses aktivasi memicu proses hidrolisis, proses hidrolisis tersebut dilanjutkan dengan proses oksidasi menghasilkan produk oksidasi primer. Hal ini menyebabkan kadar asam lemak bebas menurun dengan meningkatnya normalitas HCl yang digunakan pada aktivasi zeolit karena zeolit kemungkinan lebih mudah mengadsorpsi asam lemak bebas dibandingkan peroksida. Semakin tinggi rasio Si/Al akibat peningkatan normalitas HCl mengakibatkan polaritas zeolit menurun sehingga kemampuan adsorpsi asam lemak bebas meningkat. Adapun peroksida merupakan produk oksidasi yang bersifat polar sehingga peningkatan rasio Si/Al tidak menyebabkan adsorpsi peroksida meningkat.

Bilangan Anisidin
Aktivasi zeolit alam dengan normalitas HCl dan suhu yang berbeda menunjukkan kinerja yang berbeda. Kisaran bilangan anisidin setelah perlakuan zeolit menunjukkan penurunan dari bahan baku semula 54,78 menjadi ata-rata 40,98 sampai 50,05.

Penurunan bilangan anisidin setelah penambahan zeolit tersebut karena zeolit alam yang telah diaktivasi mengalami modifikasi. Aktivasi dengan HCl dan suhu menyebabkan perbandingan Si/Al berubah sehingga porositas meningkat dan polaritas juga berubah. Perlakuan asam untuk mengubah perbandingan komposisi Si/Al yang berakibat terjadi perubahan porositasdan kapasitas adsorpsi zeolit. Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan perbandingan Si/Al, luas permukaan meningkat, dan terjadi peningkatan porositas zeolit (Setiadji, 1996). Perlakuan suhu tinggi pada zeolit akan membentuk kembali struktur setelah perlakuan asam. Selain itu suhu tinggi menyebabkan meningkatkan luas permukaan zeolit. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa aktivasi secara fisikawi (suhu) akan meningkatkan luas permukaan pori-pori zeolit.

Menurut Hardjatmo dan Selinawati (1996) pemanasan zeolit akan meningkatkan porositas mikro dan mesopori bertanggung jawab untuk adsorpsi; perpindahan molekul-molekul pada makropori menuju sisi adsorpsidalam padatan. Zeolit alam mempuyai karakter porositas primer dan skunder. Porositas primer (mikro) dihasilkan dari struktur spesifik kristalin partikel zeolit yang tergantung pada komposisinya. Perlakuan aktivasi dapat menyebabkanterbentuknya porositas skunder (Tsitsislivili et al., 1992). Pembentukan porositas ini menyebabkan zeolit mampu mengikat produk aksidasi sekunder yang terkandung dalam minyak bekas penggorengan keripik tempe.

Kadar Air dan Bahan Menguap
Menurut penelitian Kusumastuti, pemanasan minyak pada suhu tinggi, tidak hanya menyebabkan air menguap tetapi juga asam lemak dengan berat molekul rendah dan komponen lain seperti aldehid dan keton hasil degradasi minyak. Hasil penelitian ini menunjukkan makin banyak jumlah zeolit yang digunakan makin banyak air yang diserap sehingga kadar air minyak goring semakin kecil.
Zeolit yang telah diaktifkan dengan pemanasan mengalami dehidrasi dan pori-pori banyak terbuka. Zeolit tersebut dapat mengabsorbsi air dengan baik, sehingga sering dipakai sebagai dessicant dalam beberapa proses industry (Setiadji, 1996). Menurut Kusumastuti, Penggunaan zeolit aktif member hasil yang berbeda nyata dengan zeolit alam. Dapat dikatakan bahwa zeolit aktif lebih mampu menyerap air dibandingkan zeolit alam karena aktivitasnya sudah ditingkatkan dan menyebabkan kemampuan mengikat air lebih besar.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Blumenthal, M.M. 1991. A new look at the chemistry and physics of deep fat frying. J. Food Technology 45 (2): 68-71 dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Gunstone, F.D. 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Blackie Academic & Professional, Glasgow dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Ketaren, s. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Ed.6 Universitas Indonesia dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan : Vol. XV

Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Rukmini, A. 1998. Kajian Perlakuan Minyak Goreng Bekas Dengan Beberapa Bahan Tanaman Bersilikat. Tesis, FTP-UGM dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Netti, H. Lemak dan Minyak .[online], http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-netti.pdf./. diakses 10 Nopember 2007 dalam Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Subagjo. 1998. Zeolit. Bandung : Laboratorium Konversi Termokimia, Institut Teknologi Bandung dalam Widayat, Suherman dan Haryani. 2006. Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bews Dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Penguwngan Blbangan Asam. Jurnalteknik Gelagar Vol. 17, No 01, April 2006 : 77 – 82

Sudarmadji, S. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty dalam Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Sutarti, M., dan Rachmawati, M. 1994. Zeolit Tinjauan Literatur. PDII LIPI, Jakarta dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Warastuti, I. 2001. Pengaruh PerbedaanKonsentrasi Kaustik Soda dan Suhu pada Proses Netralisasi Disertai Bleaching Minyak Goreng Bekas Penggorengan KeripikTempe Terhadap Karakteristik MinyakGoreng yang Dihasilkan.Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Utama dalam Winarni., Sunarto, W., dan Mantini, S. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Surakarta: FMIPA UNNES Vol. 8 No. 1

Winarni., Sunarto, W., dan Mantini, S. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Surakarta: FMIPA UNNES Vol. 8 No. 1

Widayat, Suherman dan Haryani. 2006. Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bews Dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Penguwngan Blbangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar Vol. 17, No 01, April 2006 : 77 – 82

0 komentar:

Posting Komentar