About

Selamat Datang

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 23 Januari 2013

Kimia Bahan Alam

Free Downloads Maeri Kimia Bahan Alam

Download

Biokimia

Free Downloads Materi-materi Biokimia

Vitamin Oleh Drg. Arief Suryadinata
Download

Metabolisme asam nukleat oleh Drg. Arief Suryadinata
Download 

Asam Urat
download

Hubungan Antar Metabolisme oleh Drg. Arief Suryadinata
Download 

Hormon oleh Drg. Arief Suryadinata
Download 

Degradasi dan Sintesa Nukleotida oleh Drg. Arief Suryadinata
Download 

Pendahuluan Biokimia
Download

Karbohidrat
Download

Sabtu, 19 Januari 2013

Analisis Senyawa Organik

Free Download Materi Analisis Senyawa Organik
Spektroskopi UV-Vis
Download
Download

NASIKH MANSUKH

NASIKH MANSUKH
Pengertian Nasikh Mansukh
Nasakh secara estimologi adalah menghilangkan atau memindahkan sesuatu dan mengalihkannya dari satu kondisi pada kondisi lain, sementara ia sendiri tetap seperti sediakala. Secara terminologis, adalah seruan pembuat syariat yang menghalangi kebelangsungan hokum pembuat syariat sebelumnya yang telah di tetapkan.

Sementara itu mansukh adalah hukum yang dihilangkan, seperti hukum iddah setahun penuh wanita yang ditinggal mati suaminya.
Menurut Subhi al-Shalih, pengertian Secara etimologis ada beberapa pengertian nasikh terutama ketika kita merujuk pada beberapa ayat al-Qur’an.

Pertama, Nasikh diartikan sebagai Izalah, yaitu penghilangan. Pengertian ini diambil dengan merujuk pada ayat “Allah menghilangkan apa yang dimansuhkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya” (QS. al-Hajj : 52).

Kedua, Nasikh berarti pergantian (tabdil). Hal ini merujuk pada ayat, “dan apabila Kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya” (QS. al-Nahl : 101).

Ketiga, Nasikh diartikan sebagai tanasukh al-mawarits, pemindahan warisan dari satu orang kepada orang lain.

Keempat, Nasikh diartikan sebagai al-Naql, (menukil atau memindahkan). Salah satu ayat yang menyinggung pengertian ini adalah inna kunna astansikh-u ma kuntum ta’malun (sesungguhnya kami memindahkan amal perbuatan kedalam lembaran-lembaran (catatan amal).
Sementara Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan dan sebagainya.
Mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain. Tetapi penghapusan ini tidak termasuk al-bara’ah al-ashliyah, yang bersifat asli, kecuali disebabkan mati atau gila ataupun penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.
Sementara Subhi al-Shalih menegaskan bahwa nasikh adalah raf’-u al-hukm-i al-syar’-i bi dalil-i al-syar’-i, mencabut (mengangkat) hukum syar’i dengan dalil syar’i pula. Oleh karena itu al-Syatibi memberikan batasan terhadap nasikh ini ;

Pertama, pembatalan sebuah hukum yang terdahulu, karena adanya penetapan hukum kemudian.
Kedua, pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian.
Ketiga, adanya penjelasan yang datang sesudah ditetapkannya sebuah hukum, tetapi masih samar.
Keempat, penetapan syarat hukum terdahulu terhadap hukum yang belum bersyarat.
Akan tetapi, batasan ini ditolak oleh sebagian Ulama’, karena luasnya batasan tersebut, sehingga tidak jelas mana yang mukhassis dan mana yang muqayyid. Lalu munculah batasan nasikh yang lebih sempit, yaitu;,ketentuan-ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang terdahulu. Sehingga hukum yang berlaku adalah yang telah ditetapkan terakhir.


Nasakh hukum khithab dan hukum dalil
Nasakh hukum khithab memepunyai beragam bentuk, ada yang hokum seruannya dinasakh tanpa mengalami perubahan, ada yang mengalami perubahan lebih ringan, ada yang setara, dan adpula yang lebih berat. Namun, dalam konteks nasakh tersebut tidak pernah terjadi penasakhan bacaan, sedangkan hukumya masih berlaku. Jika ada, keimpulan ini tidak didukung dengan dalil qhath’ I, seperti kasus bacaan surat zina as-syakh [u] wa as-syakath [u] idza zanaya yang dilansir oleh kalangan tertentu. Ketika konon bacaan ini telah dinasakh dengan surat an-Nur:2. Dari sini, maka konteks nasakh tersebut bias dibagi menjadi:

Nasakh huum khithab tanpa disertai perubahan hokum;
Perubahan yang lebih ringan : mengenai hukum khithab dengan disertai perubahan hukum yang lebih ringan;
Perubahan setara; nasakh dengan implikasi perubahan setara itu terjadi sebagaimana dihapuskannya hukum menghadap baitul maqdis, al-Quds menjadi ke ka’bah. Dikatakan setara karena masing-masing hokum yang me-nasakh dan di-nasakh sama-sama perintah mengadap kiblat.
Perubahan yang lebih berat; nasakh dengan implikasi perubahan hokum yang lebih berat. Misalnya terlihat dalam konteks zina.

Nasakh dalil satu dengan yang lain bias dilauan dengan me-nasakh staus sumbernya yang lebih tinggi, bukan sebaliknya. Dari sini , bisa disimpulkan bahwa nasakh tersebut bisa terjadi melalui prosedur sebagai berikut:
Nasakh hukum iddah selama satu tahun dalam nas al-Qur’an; misalnya telah dinasakh dengan hokum iddah selama 4 bulan 10 hari, Juga bisa kita lihat pada kasus penetapan hukum masalah arak (khamr), yang pada mulanya al-Qur’an hanya menyampaikan tentang positif dan negatifnya khamr tersebut, kemudian al-Qur’an meminta kaum Muslimin untuk tidak mabok ketika sholat (QS. al-Nisa/4 : 43). Dan terakhir al-Qur’an menegaskan kepada kaum Muslimin untuk tidak menggunakan atau meminum khamr (QS. al-Maidah/5 : 90 – 91).
Tidak boleh menasakh al-Qur’an dalam hadits mutawatir, sekalipun hadits mutawatir statusnya qath’I, namun ia tetap tidak bisa menasakh al-Qur’an karena alas an sebagai berikut:

Pertama: Allah Swt berfiman “ apabila kami letakkan suatu ayat ditempat ayat yang lain sebagai penggantinya, dan Allah lebih mngetahui apa yang diturunkannya”.(QS an-nahl[16]:101).

Kedua: firman Allah Swt “ ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya , kami datang yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.”(QS al-Baqarah[2]:106).

Ketiga firman Allah Swt “ kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya” (QS an-Nahl[16]:44).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka hadits mutawatir jelas tidak bisa menasakh al-Qur’an. Lebih-lebih hdits ahad. Mengenai alasan kalangan yang memebolehkan al-Qur’an dinasakh dengan hadits mutawatir karena perubahan kiblat dari baitul maqdis ke ka’bah. Adapun yang terjadi sesungguhnya adalah bahwa tindakan sahabat yang berpindah kiblat dengan hadits mutawatir itu sebenarnya dalam konteks menerima hokum syara’. Sementara itu nasakhnya itu sendiri terjadi bukan karena hadits tersebut, melainkan karena nsh al-Qur’an, sebagaimana disebutkan di atas.

Sejarah Perkembangan
Sebenarya Ilmu Nasikh Mansukh itu sudah ada sejak pendiwanan(kodifikasi) pada awal abad pertama,akan tetapi belum muncul dalam bentuk ilmu yang berdiri sendiri. Kehadiranya sebagai ilmu di promotori oleh Qatadah bin Di"amar As-sudusi (61-118 H.) dengan tulisan beliau yang diberi judul "An-nasikh wal-mansukh", Namun sangat disayangkan bahwa kitab tersebut tidak bisa kita manfaatkan ,lantaran tiada sampai hidup kita.


Pentingnya memepelajari ilmu ini adalah :
Mengetahui Ilmu Nasikh Mansukh adalah tertmasuk kewjiban yang penting bagi orang-orang yang memperdalam ilmu-ilmu syari"at. Karena seorang pembahas syari"at tidak akan dapat memetik hokum dari dalil-dalil naskh (hadits), tanpa mengetahui dalil-dalil nash yang sudah di nasakh dan dalil-dalil yang menasakhnya.

Memahami khitob hadits menurut arti yang tersurat adalah mudah dan tidak banyak mengorbankan waktu. Akan tetapi yang menimbulkan kesukaran adalah mengistimbatkan hukum dari dalil-dalil nash (hadits) yang tidak jelas penunjukanya. Diantara jalan untuk mentahqiq (mempositipkan) ketersembunyian arti yang tidak tersurat ialah dengan mengetahui mana hadits yang terdahulu dan mana pula hadits yang terkemudian dan lain sebagainya dari segi makna.

Ilmu nasikh mansukh ini bermanfaat untuk pengamalan hadits,Apabila ada dua hadits maqbul (Diterima) yang tanaaqud (bertentangan) yang tidak dapat dikompromikan atau dijama" (di kumpulkan). Apabila dapat di kompromikan,hanya sampai pada tingkat Mukhtalif Al-hadits,maka kedua hadits tersebut dapat diamalkan. Namun jika tidak bisa dijama" (Di kompromikan), maka hadits maqbul yang tanaaqud tadi di tarih atau di nasakh.

TAFSIR BI RA’ YI
Model tafsir bi ra’ yi ini adalah seluruh kitab tafsir yang di susun dengan menggunakan sumber kebahasaan atau dirayah. Model tafsir seperti ini , contohnya tafsir al-Kasyasyf, yang ditulis oleh az-Zamakhsyari, tafsir Mafatih al-Gayb, karya fkhruddin ar-Razi, serta tafsir al-Bahr al-Muthih yang ditulis oleh Abu Hayyan.

Pengertian Tafsir Bi Ra’ Yi
Tafsir bi-ra’yi adalah metodologi penafsiran Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan “ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu, kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir.

Kata “ar-ra’yu” yang berarti “kebebasan pemikiran”, cenderung berkonotasi pada rasionalitas ijtihad terhadap penafsiran al-Qur’an. Ini berarti, al-Qur’an dianggap sebagai teks “fleksibel” yang memberi ruang gerak secara bebas bagi mufassir untuk menentukan dan memberi penafsiran sesuai dengan “kepentingannya”. Sehingga perlu adanya syarat-syarat tertentu yang membatasi pengertian Tafsir bi ar-ra’yi terutama dalam aplikasinya. Ijtihad yang dimaksud disini adalah berdasarkan dasar-dasar yang benar dan kaidah-kaidah yng lurus. Jadi, jelaslah bahwa tafsir bi ra'yi bukanlah sekedar berdasarkan pendapat atau ide semata, atau hanya ekedar gagasan yang terlintas dalam fikiran seseorang.

Sebagaimana yang diriwayatkan at-Turmudzi, bahwa; "Barang siapa menafsirkan al-Qur’an dengan tanpa berdasarkan “pengetahuan” (al-ilmu), maka neraka adalah tempatnya”.
Al-Qurthubi berkata: "Barangsiapa berkata tentang Al-Qur'an (menafsirkannya) dengan suatu dugaan atau gagasan yang terlintas dalam fikirannya, tanpa adanya dasar-dasar yang kuat, maka ia salah dan tercela. Dan dia termasuk dalam golongan orang yang disebut dalam sebuah hadits yang berbunyi: "Barangsiapa dengan sengaja berbohong atas namaku, maka ambillah tempat duduknya di neraka (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas)


Pembagian tafsir bi ra’yi
Tafsir Mahmud
Yaitu suatu penafsiran yang cocok dengan tujuan syar'i, jauh dari kesalahan dan kesesatan, sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, serta berpegang teguh pada ushlub-ushlubnya dalam memahami nash Al-Qur'an. jadi barangsiapa menafsirkan Al-Qur'an dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, maka tafsirnya patut disebut afsir tafsir mahmud atau tafsir masyru'.

Tafsir Al-Bathil Al-Madzmum
Yaitu penafsiran berdasarkan hawa nafsu, yang berdiri di atas kebidihan dan kesesatan. Manakala seseorang tidak faham dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, serta tujuan syara', maka ia akan jatuh dalam kesesatan, dan pendapatnya tidak bisa dijadikan acuan.

Meskipun tafsir bi ra’yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama terbagi dua: ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Tapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat lafzhi (redaksional). Maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang berdasarkan ra’y (pemikiran) semata (hawa nafsu) tanpa mengindahkan kaedah-kaedah dan criteria yang berlaku. Penafsiran berupa inilah yang haram oleh ibn Taimiyat. . Sebaliknya, keduanya sepakat membolehkan penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad yang berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Rasul serta kaedah-kaedah yang mu’tabarat (diakui sah secara bersama).

Meskipun telah terdapat upaya sebagian Muslim yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya pada zaman shahabat dan tabi’in sebagai tonggak munculnya ijtihad namun tidak menutup kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi, benih-benih tafsir bir-ra’yi telah tumbuh dikalangan ummat Islam.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa sebenarnya tafsir bir-ra’yi tidak semata-mata didasari penalaran akal, dengan mengabaikan sumber-sumber riwayat secara mutlak akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat tersebut. Dalam sumber lain Tafsir bir-ra’yi bukan berarti menafsirkan ayat dengan menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi tafsir yang didasarkan pada pendapat yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang bersandar pada sastra jahiliah berupa syair, prosa, tradisi bangsa Arab, dan ekspresi percakapan mereka serta pada berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Rasul menyangkut perjuangan, perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan yang beliau lakukan selain itu juga menyangkut berbagai fitnah yang pernah terjadi dan hal-hal yang terjadi saat itu, yang mengharuskan adanya hukum-hukum dan diturunkannya ayat-ayat al-Quran. Dengan demikian, tafsir bir-ra’yi adalah tafsir dengan cara memahami berbagai kalimat al-Quran melalui pemahaman yang ditunjukkan oleh berbagai informasi yang dimiliki seorang ahli tafsir seperti bahasa dan berbagai peristiwa.

Sebagian ulama menerima tafsir ini dengan beberapa syarat yang cukup ketat diantaranya :
Menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya
Menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an
Berakidah yang benar
Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam dan menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang ditafsirkan.

Kritik terhadap Tafsir bi ar-Ra’yi
Tafsir bi ar-ra’yi masih harus didasarkan pada syarat-syarat yang ada pada Tafsir bi al-ma’tsur, maka kritik terhadap Tafsir bi ar-ra’yi haruslah Tafsir bi ar-ra’yi yang tidak berdasarkan standar kualifikasi itu, yang kemudian disebut Tafsir bi ar-ra’yi yang terlarang atau “ta’wil yang dibenci”. Thameem Ushama mengemukakan beberapa kritikan terhadap Tafsir bi ar-ra’yi, sebagai berikut:

Pertama, metode ini masuk pada katagori firman Allah; Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Kedua, Hadits-hadits yang melarang Tafsir bi ar-ra’yi yang tidak berdasarkan standar kualifikasi, sebagaimana yang diriwayatkan at-Turmudzi, bahwa “barang siapa menafsirkan al-Qur’an dengan tanpa berdasarkan “pengetahuan” (al-ilm), maka neraka adalah tempatnya”, ketiga, firman Allah yang mengindikasikan bahwa hanya Rasulullah yang mempunyai otoritas atas bayan al-Qur’an (QS. 16: 44), dan keempat, fakta empiris yang menyatakan bahwa para sahabat membatasi diri mereka untuk menyatakan sesuatu sebagai interpretasi mereka terhadap al-Qur’an berdasarkan pemikiran.

Karya-karya Kitab Tafsir bir-ra’yi :
Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam
Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i
Tafsir Abdul Jabbar
Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa “uyanil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil
Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib
Tafsir an-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil
Tafsir al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’ani Tanzil
Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit
Tafsir al-Baidlawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil
TAFSIR BIL MA’ TSUR

Pengertian Tafsir Bil Ma’ Tsur
Model tafsir bi mat’sur adalah seluruh kitab tafsi yang disusun dengan menggunakan manqul atau riwayat, baik al-qur’an, as-Sunna, padangan sahabat, maupun isra’iliyyat. Model tafsir seperti ini contohnya tafsir al-Qur’an al-Adzim, yang ditulis oleh ibn at-thabir, tafsr al-Muharrir al-Wajiz karya ibn athiniyah, tafsi Qur’an alAdzim yang ditulis oleh ibn katsir, serta tafsir ad-Durr al-Mantsur, karya as-Suyuti.
Tafsir bil ma’ tsur Ialah penafsiran berdasarkan pada kutipan kutipan yang sahih menurut urutan pengambilan pendapat , yakni menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, kemudian Qur’an dengan Sunah, lalu perkataan para sahabat, tabiin, tabiit tabiin. Sang penafsir harus melihat dan menyampaikan penafsiran para pendahulu mereka. Ia tidak diperkenankan melakukan ijtihad untuk menjelaskan suatu makna ayat tanpa ada dasarnya. Dengan cara seperti ini tentu perbedaan pendapat diantara para penafsir bil ma’sur sangat sedikit jumlahnya dibanding dengan mereka yang menggunakan prinsip bil raýi. Tafsir bil ma’sur adalah tafsir yang harus diikuti dan menjadi pedoman utama karena ia adalah penafsiran yang sangat aman untuk menjaga diri dari ketergelinciran dan kesesatan.

Secara etimologi tafsir bisa berarti : الايضاح والبيان (penjelasan), الكشف (pengungkapan) dan كشف المراد عن اللفظ المشكل (menjabarkan kata yang samar ). Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya.
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini.
Penafsiran yang berbentuk riwayat atau apa yang sering disebut dengan “tafsir bi al-Ma`tsur” atau bi al-riwayat adalah bentuk penafsiran yang paling tua dalam khazanah intelektual islam . Tafsir Bil Ma’tsur adalah tafsir yang berlandaskan naqli yang shahih, dengan cara menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan penjelas kitabullah. Atau dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang-orang yang paling tahu tentang kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang belajar tafsir dari para sahabat.

Nabi Muhammad Saw bukan hanya bertugas menyampaikan al-Qur’an, melainkan skaligus menyampaikan kepada umat sebagaimana ditegaskan Allah di dalam surat an-Nahl ayat 44 yang berbunyi “Dan kami turunkan kepadamu al-Dzikir (al-Qur’an), agar kamu enerangkan kepada umat manusian apa yang telah diturunkan kepada mereka” dan ayat 64 yang berbunyi “Dan kami tidak munurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan di dalamnya…”
Kecuali penafiran dari Nabi Saw, ayat-ayat tertentu juga berfungsi menafsirkan ayat yang lain. Ada yang langsung ditunjukan oleh Nabi bahwa ayat-ayat tersebut ditafsirkan oleh ayat lain, ini masuk kelompok tafsir bi al ma’ tsur (tafsir melalui riwayat).

Metode tafsir bil ma’ tsur
Metode penafsirannya terfokus pada shohihul manqul (riwayat yang shohih) dengan menggunakan penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan sunnah, penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in. Yang mana sangat teliti dalam menafsirkan ayat sesuai dengan riwayat yang ada. Dan penafsiran seperi inilah yang sangat ideal yang patut dikembangkan. Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah :

Tafsir At-Tobary ( ( جامع البيان في تأويل أى القران terbit 12 jilid
Tafsir Ibnu Katsir (العظيم تفسير القران) dengan 4 jilid
Tafsir Al-Baghowy (معالم التنزيل )
Tafsir Imam As-Suyuty التفسير بالمأثور ) ( الدر المنثور في terbit 6 jilid.


Hukum tafsir bil ma’tsur.

Tafsir bil ma'tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata, Ahli tafsir yang paling tepat mencapai kebenaran adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia tafsirkan dengan dikembalikan tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar yang tsabit dari beliau dan tidaknkeluar dari perkataan salaf.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur'an telah dibaca oleh para sahabat tabi'in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka paling tahu tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah untuk menyampaikannya”.

Kelemahan Tafsir Bil-Ma’tsur:
Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang yahudi dan persi dengan tujuan merusak islam melalui informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Banyak ditemukan usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran yang dianggap menyimpang seperti kaum Syi’ah.
Tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah
Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat yang mengandung dongeng-dongeng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Karya-karya Kitab Tafsir bil-ma’tsur :
Tafsir Ibn Abbas
Tafsir Ibn ‘Uyainah
Tafsir Ibn Abi Hatim
Tafsir Abu Syaikh bin Hibban
Tafsir Ibn ‘Atiyyah
Tafsir Abu Laits as-Samarqandi
Tafsir Abu Ishaq, al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an
Tafsir Ibn Jarir at-Thabari, Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an
Tafsir Ibn Abi Syaibah
Tafsir al-Baghawi, Ma’alimu at-Tanzil
Tafsir Abil Fida’ al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-’Adzim
Tafsir as-Sa’labi, al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an
Tafsir Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Duru al-Mansur fi Tafsiri bi al-Ma’tsur
Tafsir as-Syaukani, Fath al-Qadir


DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan. 2000. Ulumul Qur’an: Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS, Bandung : Pustaka Setia.
Baidan, Nashiruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur'an . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu.
Drs.. Hafidz Abdurrahman, MA. 2004 Ulumul Qur’an.bogor:CV idea pustaka utama.
Syadali, Ahmad dkk. 1997. Ulumul Qur’an I .Bandung: Pustaka.
Quraish Shihab, 1998. Membumikan al-Qur’an Bandung : Mizan

Kamis, 10 Januari 2013

Resin Penukar Ion

Pen. Surfaktan Anionik

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Kertas

Ekstraksi (Koefisien Distribusi)

Ektraksi merupakan proses penarikan suatu zat terlarut dalam larutannya di dalam air. Oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi sendiri ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut (Soebagio, 2005).

Ektrasi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua  fasa cair yang tidak saling bercampur. Cukup diketahu bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut yang lain (Setiono, 1985).

Bila suatu zat terlarut membagi diri menjadi dua cairan yang tidak campur ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa dalam keseimbangan. Nerst pertama kali memberi pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi.  Ketika pada tahun 1891 ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya menjadi antara dua cairan yang tidak dapat campur sedemikian rupa hingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu (Underwood, 2002).

Menurut hukum distribusi Nerst bila kedalaman dua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian solut dengan dengan perbandingan tertentu. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut adalah tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Soebagio, 2005):

KD = C2/C1 = C Organik/C air

Dimana KD : Ketetapan distribusi, C2, Co, C1, Ca adalah konsentrasi solut pada pelarut 1, 2 organik dan air (Soebagio, 2005).

Angka banding distribusi menyatakan perbandinga konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik (Fasa Organik) dan pelarut air (Fasa Air) jika suatu zat terlarut itu senyawa x maka rumus angkan distribusi dapat ditulis (Soebagio, 2005):

D = Konsentrai Total senyawa X dalam fasa Oranik / Konsentrai Total Senyawa X dalam fasa air

Pada dasarnya koefiien distribusi dapat ditentukan apabila harga temperatur tetap. Dapat diketahu besar masing-masing konsentrasi gugus bersangkutan dalam pelarut yang di pakai. Misalnya Iodin (I2) larut dalam air tetapi lebih mudah larut dalam air pelarut organik seperti kloroform (CHCl3) atau karbon tetra klorida (CCl4). Apabil kedalam larutan Iodin kedalam air ditambahkan salah satu pelarut organik yang saling tidak bercampur dengan air tersebut, kemudian campuran larutan campuran di kocok dengan kuat akan terjadi distribusi Iodin antara kedua pealrut tersebut. Sebagia besar Iodin larut dalam pelarut oorganik. Hasil-hasil tersebut dapat di pakai dikemudian untuk menghitung harga Koefisien Distribusi Iod dalam sistem Organik atau air (Day, 2002).

Daftar Pustaka
Setiono, 1985. Kimia Analisis. Jakarta: Bumi Aksara
Soebagio. 2005. Kimia Analisis II. Malang: UM Press
Underwood. 1989. Analisi Kimia Kuantutatif

Rabu, 09 Januari 2013

PERBAIKAN MUTU MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN ZEOLIT ALAM TERAKTIVASI

Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung. Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan (Widayat, Suherman dan Haryani, 2006). Minyak goreng yang terbuat dari minyak kelapa atau dari inti kelapa sawit sebagian besar mengandung asam laurat sekitar 50 %. Asam lain yang terdapat dalam minyak goreng adalah asam lemak jenuh yaitu asamkaproat, asam kaplirat, asam kaprat,asam miristat, asam stearat, sedangkan asam lemak tak jenuhnya adalah asam oleat dan asam linoleat (Sudarmadji, 1989). Asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak kelapa diberikan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Asam-asam lemak dalam minyak kelapa
Asam lemak Rumus molekul Kadar (%)
Kaproat C6H12O2 0
Kaplirat C8H16O2 7.6
Kaprat C10H20O2 6.6
Laurat C12H24O2 48.8
Maristat C14H28O2 18.7
Coconutitat C16H32O2 8.3
Stearat C18H36O2 2.1
Oleat C18H34O2 6.4
Linoleat C18H32O2 1.3
Sumber : Sudarmadji 1989.

Asam lemak yang ada dalam minyak maupun lemak dapat diklarifikasi berdasarkan panjang rantai atom C dan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap (ganda) Atas dasar panjang rantai atom C nya ada 3 kelompok yaitu (Winarni, Sunarto, Mantini, 2010):

1. Minyak dengan asam lemak rantai C pendek terdiri dari 2 -6 atom karbon
2. Minyak dengan asam lemak rantai C sedang terdiri dari 8-16 atom karbon
3. Minyak dengan asam lemak rantai C panjang terdiri dari 18 atau lebih atom karbon

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap pada molekul asam lemaknya, minyak dan lemak digolongkan menjadi 3 yaitu: Golongan minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids); asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids), dan asam lemak tak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids) (Winarni, Sunarto, Mantini, 2010)

Beberapa sifat minyak terhadap reaksi kimia menurut Ketaren (1986) adalah :

Hidrolisa
Reaksi hidrolisa disebabkan karena adanya air dalam minyak, sehingga minyak terurai menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak.

Oksidasi
Reaksi oksidasi dapat berlangsung jika terjadi kontak antara sejumlah oksigen dan minyak. Reaksi ini menyebabkan terurainya minyak menjadi asam-asam lemak dan terbentuk aldehid, keton dan asam-asam lemak bebas. Reaksi ini juga menyebabkan ketengikan pada minyak.

Hidrogenasi
Reaksi ini berlangsung antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen dengan bantuan katalis nikel menghasilkan radikal komplek antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh.

Pembuatan Keton
Keton dapat dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisis ester. Kualitas Minyak Goreng Faktor penentu kualitas minyak antara lain (Suseno, 2006) :

Angka asam
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya. Menurut SNI 01-3741-1995, syarat mutu minyak goreng dihitung sebagai asam laurat (asam lemak bebas) yaitu maksimal 0.3 %.

Angka peroksida
Kerusakan minyak atau lemak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis, baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain : peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama disebabkan oleh keton. Angka peroksida dinyatakan sebagai miliequivalen peroksida tiap kg minyak (Ketaren, 1986). Angka peroksida yang di tetapkan untuk minyak goreng menurut SNI 01-3741-1995 maksimal adalah 2 mek/kg (sudarmadji, 1989).

Angka Penyabunan
Angka penyabunan adalah angka yang menunjukkan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Besarnya angka penyabunan tergantung dari massa molekul minyak, semakin besar massa molekul semakin rendah angka penyabunannya. Menurut SNI 01-3741-1995 kualitas minyak goreng yang baik dapat dilihat dari angka penyabunan yaitu 196-206 mg KOH/g.

Angka Ester
Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester dapat dihitung dari selisih angka penyabunan dengan angka asam. (Netti Herlina. 2002)

Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas merupakan minyak goreng yang sudah digunakan baik satu kali maupun berulang-ulang dan tingkat kerusakan minyak sebanding dengan interval penggorengan (Ahmadi, 2009).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam rninyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng te rjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

Di Indonesia Standar mutu minyak goreng diatur dalam SNI-3741-1995 seperti pada tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Standar Nasional Indonesia minyak goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Kadar Air Max.0,3%
5 Berat Jenis 0,9 gram/L
6 Asam Lemak bebas Max.0,3%
7 Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8 Angka Iodium 45 -46
9 Angka Penyabunan 196- 206
10 Titik Asap min 200 ºC
11 Indeks Bias 1,448 – 1,450
12 Cemaran Logam :
Besi Max 1,5 mg/Kg
Timbal Max 0,1 mg/Kg
Tembaga Max. 40 mg/Kg
Seng Max. 0,05 mg/Kg
Raksa Max. 0,1 mg/Kg
Timah Max. 0,1 mg/Kg
Arsen Max. 0,1 mg/Kg
Sumber :Dewan Standarisasi Nasional, 1995

Kerusakan yang utama pada minyak yang dapat diamati secara visual adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan peningkatan bilangan peroksida dan TBA, serta dihasilkan senyawa aldehida dan keton (Gunstone, 1996; Winarno, 1997). Kerusakan lain akibat proses penggorengan adalah adanya kotoran yang berasal dari bumbu yang digunakan dari bahan yang digoreng (Andarwulan, dkk, 1997). Selama penggorengan sejumlah kecil bahan pangan akan terdispersi dalam minyak atau berada pada permukaan minyak yang mengakibatkan perubahan warna dan perubahan cita rasa (Warastuti, 2001).

Kerusakan minyak goreng dapat terjadi selama proses penggorengan, hal ini akan mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Ada beberapa penyebab kerusakan minyak goreng yaitu: kerusakan karena oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis (Winarni, Sunarto dan Mantini, 2010). Pada saat makanan digoreng, sebagian minya terabsorbsi ke dalam makanan, mendesak air keluar dari makanan. Komponen bahan makanan yang larut dalam air ikut terbawa keluar, demikian pula bahan yang mencair dengan pemanasan, menyebabkan warna minyak berubah (Blumenthal, 1991). Molekul trigleserida akan terpecah menjadikomponen volatile dan non-volatil yang larut dalam minyak dan mempengaruhi aroma makanan yang digoreng (Yates dan Caldwell dalam Rukmini 1998). Disamping itu terjadi kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak tak jenuh ganda yang penting bagi tubuh (Tyagi dan Vasistha, 1991).

Kerusakan karena oksidasi dapat terjadi karena otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Otooksidasi ini dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan karena faktor-faktor yang mempercepat reaksi, misalnya: cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan karena adanya enzim lipoksigenase. Akibat dari kerusakanan minyak karena oksidasi dapat timbul bau tengik pada minyak maupun degradasi rasa dan aroma (Winarno, 1992).

Kerusakan minyak yang kedua adalah terbentuknya polimerisasi addisi dari asam lemak tak jenuh, sehingga membentuk senyawa polimer yang menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan. Kerusakan minyak yang ke tiga adalah hidrolisis, hal ini disebabkan karena adanya air, Yang dapat mengalami hidrolisis adalah ester, yang pecah menjadi gliserol dan asam lemak. Penetralan adalah suatu reaksi antara asam dengan basa, sehingga menghasilkan suatu senyawa yang netral. Dalam proses penetralan sebagai asamnya adalah asam lemak sedangkan sebagai basanya umumnya digunakan soda api (NaOH) ataupun garam sodium karbonat (Na2CO3) dan telah dicoba menggunakan sodium bikarbonat (NaHCO3=soda kue). Karena sodium atau natrium merupakan logam alkali yang mudah sekali melepaskan elektronnya sehingga bermuatan positip sedangkan bikarbonat (HCO3-) merupakan ion yang mudah terhidrolisis. Ion bikarbonat (HCO3-) dalam air akan lepas menjadi CO2.dan H2O . Keduanya merupakan senyawa sisa asam lemah, sehingga dalam air mengalami hidrolisis (Vogel, 1990). Natrium bikarbonat dapat digunakan dalam pembuatan roti untuk bahan pengembang, karena saat adonan roti dipanaskan CO2 dari soda kue akan keluar dan mengangkat adonan roti tersebut. Jika CO2 sudah keluar Na+ akan tertinggal dalam roti tersebut, tetapi tidak begitu banyak sehingga tidak berbahaya jika dimakan, seperti Na+ dari garam dapur juga tidak berbahaya jika dimakan, selain itu Na+ termasuk mineral yang kita butuhkan (Winarno, 1992).

Natrium bikarbonat berbentuk serbuk kering berwarna putih, jika dilarutkan dalam air timbul gelembung-gelembung udara yaitu CO2, sehingga digunakan untuk membuat minuman penyegar (soft drink). Hal ini berarti dalam larutan akan terbentuk ion Na+ untuk mengikat asam lemak bebas dalam minyak goreng. Minyak goreng merupakan bahan organik yang tidak larut dalam larutan anorganik (Na+), tetapi asam lemak bebas merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air, sehingga adanya ion Na+ akan mengikat asam lemak bebas. Agar reaksi dapat sempurna diperlukan pengocokan atau pengadukan untuk mengkontakkan asam lemak bebas yang ada dalam minyak dengan ion Na+. Dalam laboratorium prinsip ini disebut dengan ekstraksi, untuk itu dapat digunakan corong pisah untuk ekstraksi cair-cair (Day dan Underwood, 1986).

Lemak merupakan estergliserol yang terbentuk dari dua jenis molekul yang lebih kecil melalui reaksi dehidrasi. Lemak tersusun dari dua jenis molekul, yaitu gliserol dan asam lemak. Dalam pembentukan lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dengan gugus karboksil. Karena itu, lemak disebut juga triasilgliserol disamping nama lain trigliserida. Asam lemak dalam suatu molekul lemak bisa sama ketiga-tiganya, atau bisa terdiri atas dua atau tiga jenis asam lemak yang berlainan (Suseno,2006).

Asam lemak adalah asam karboksilat dengan jumlah atom karbon banyak. Biasanya asam lemak mengandung 4 sampai 24 atom karbon dan mempunyai satu gugus karboksil. Bagian alkil dari asam lemak bersifat nonpolar, sedangkan gugus karboksil bersifat polar. Bila bagian alkil asam lemak mengandung ikatan rangkap, dinamakan asam lemak tak jenuh. Contohnya asam oleat. Sebaliknya, bila tidak memiliki ikatan rangkap dinamakan asam lemak jenuh, seperti pada asam stearat dan asamcoconutitat. Ester gliserol yang terbentuk dari asam lemak tak jenuhdinamakan minyak, sedangkan yangberasal dari asam lemak jenuh dinamakan lemak. Titik leleh lemak lebih tinggi daripada minyak, sehinggaminyak cenderung mencairpada suhu kamar. (Murdijati G. Supriyanto, 2006).

Zeolite
Zeolite merupakan mineral yang teridiri dari Kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alakali atau alakali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam itu dapat tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolite dan dapat menyerap air secara reversible (Bekum, et.al, 1991).

Kerangka dasar setruktur zeolit terdiri dar unit-unit tretrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan didalam setruktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga rumus empiris zeolit menjadi:

M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O
M = ktion alkali atau alkali tanah
N = Valensi logam alkali
X = Bilangan tertentu (2 s/d 10)
Y= Blangan Tertentu (2 s/d 7)

Jadi zeolit terdiri dari tiga komponen yaitu kation yang dipertukarkan, kerangkan aluminosilikat dan fase air. Ikatan ion Al-Si-O membentuk struktur Kristal sedangka logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Bekkum, et. Al., 1991; Sutarti dan Rahmawati Solihat, 1994 dalam Widayat, Suherman dan Haryani, 2006). Struktur zeolit bernuatan ion AL3+ lebh kecil daripada Si4+ maka ion Al3+ cenderung bersifat negative dan mengikat kation alkali atau alakali tanah untuk dinetralkan muatannya. Kation alkali atau alakali tanah dalam zeolit inilah yang selanjutnya daimanfaatkan dalam proses ion exchange (Sutarti dan Rahmawati, 1994 dalam Widayat, Suherman dan Haryani, 2006)

Sifat-sifat yang penting dari zeolit adalah pertukaran ion, adsorpsi dan kestabilan struktur zeolit. Pertukaran ion yang terjadi di dalam kerangka struktur zeolit adalah proses yang melibatkan penggantian ion-ion yang dapat tertukar dengan ion bermuatan sejenis yang berasal dari larutan dalam jumlah ekivalen yang sama. Proses ini diawali oleh interaksi zeolit dengan larutan yang mengandung senyawa logam, kemudian ion logam tersebut akan tertarik ke dalam sistem pori zeolit. Reaksi pertukaran ion dapat dituliskan sebagai berikut :

2Na+ (Z) + M2+ - M2+ (Z) + 2 Na+

Kapasitas pertukaran kation dapat didefinisikan sebagai banyaknya jumlah kation yang dapat tertukar pada penukar kation untuk setiap satuan berat zeolit dan dinyatakan dalam miliekivalen per gram zeolit. Kapasitas pertukaran kation zeolit antara lain ditentukan oleh harga perbandingan Si/Al. Zeolit yang memiliki perbandingan Si/Al rendah akan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang lebih tinggi daripada zeolit yang memiliki perbandingan Si/Al tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi perbandingan Si/Al maka jumlah muatan negatip pada struktur zeolit semakin sedikit, sehingga kation yang terikat akan makin sedikit pula. (Dyer, 1998, dalam suseno 2006).

Penggunaan zeolit merupakan upaya untuk memanfaatkan zeolit sebagai bahan adsorben dengan harga murah dan aman. Zeolit alam yang telah diaktivasi mempunyai kemampuan sebagai adsorben. Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan perbandingan Si/Al, luas permukaan meningkat, dan terjadi peningkatan porositas zeolit (Setiadji, 1996 dalam Ahmadi, 2009). Hal ini akan berdampak pada kinerja zeolit, yaitu kemampuan adosprsi zeolit akan meningkat sehingga lebih efisien dalam pemurnian minyak (Ahmadi, 2009).

Proses aktivasi dapat dilakukan baik secara fisikawi maupun kimiawi. Aktivasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan asam-asam mineral atau basa-basa kuat. Perbandingan Si/Al dapat dimodifikasi menggunakan asam-asam mineral (Barrer, 1978). Tsitsislivili et al. (1992) mendapatkan bahwa perlakuan asam pada clinoptilolit dapat meningkatkan porositas dan kapasitas adsorpsi untuk molekul-molekul yang relatif besar. Polaritas zeolit bergantung pada perbadingan Si02/Al203 yang terkandung dalam zeolit. Polaritas menurun dengan meningkatnya perbandingan Si02/Al203 (Derouane, 1985). Zeolit, biasanya dilengkapi lebih dari satu sisi untuk pertukaran kation. Jumlah ekuivalen elektrokimia kation yang dibutuhkan untuk keseimbangan muatan anionik lebih kecil daripada jumlah total yang dapat digunakan (Ahmadi, 2009).
Aktivasi secara fisikawi dilakukan dengan pamanasan pada suhu tinggi. Pemanasan ini akan melepaskan air yang terangkap pada pori-pori kristal zeolit. Aktivasi secara fisikawi ini akan meningkatkan luas permukaan pori-pori zeolit (Sutarti dan Rachmawati, 1994). Menurut Hardjatmo dan Selinawati (1996) pemanasan zeolit akan meningkatkan porositas (Ahmadi, 2009).

Zeolit alam yang sudah diaktivasi dengan asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daa pemucatnya karena asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daya pemucatnya karena asam mineral tersebut bereaksi dengan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1. Zeolit dengan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 tinggi bersifat hidrofolik dan akan menyerap molekul yang tidak polar (Sutarti dan Rahmawati, 1994).

Warna
Menurut Kusumastuti, perlakuan dengan zeolit aktif dilihat secara visual tidak mengurangi warna minyak, karena telihat masih merah kecoklatan. Pengukuran absorban pada panjang gelombang 448 nm menunjukkan bahwa perlakuan dengan zeolit pada minyak bekas sedikit menurunkan absorban dari 1,04 dengan 0 % zeolit menjadi 0,98 dengan 10 % zeolit. Dalam hal ini kekeruhan berkurang atau bertambah jernih karena pertikel penyebab kekeruhan dapat diserap zeolit. Dalam hal ini zeolit aktif dan zeolit alam pengaruhnya tidak beda nyata.

Sedangkan hasil penelitian Ahmadi (2009), menunjukkan bahwa pemurnian minyak goreng bekas penggorengan keripik tempe dengan menggunakan zeolit yang sudah diaktivasi menunjukkan terjadi penurunan nilai absorbansi dibandingkan dengan bahan baku minyak bekas penggorengan keripik tempe sebelum perlakuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa zeolit mampu menyerap senyawa-senyawa yang mempengaruhi warna minyak bekas penggorengan keripik tempe. Warna minyak bekas penggorangankeripik tempe diduga berasal dari reaksi Maillard antara protein dengan produk hasil oksidasi lemak. Menurut King et al. (1992), pada proses oksidasi dihasilkan senyawa-senyawa aldehida yang dapat bereaksi dnegan protein melalui jalur reaksi Maillard sehingga dihasilkan warna coklat.
 Menurut Ahmadi (2009), Aktivasi kimia (normalitas HCl) dan fisik (suhu) yang berbeda menghasilkan warna minyak yang berbeda. ada perlakuan HCl 6 N dan suhu 400 ºC ini nilai absorbansi menunjukkan angka terendah (0,475). Peningkatan normalitas HCl dan suhu aktivasi menunjukkan kecenderungan penurunan absorbansi yang berarti warna makin cerah.

Aktivasi kimia (HCl) dan fisik (suhu) yang tepat akan menghasilkan zeolit yang baik sebagai adsorben. Perlakuan asam anorganik pada zeolit menyebabkan perbandingan Si/Al meningkat dan pembentukan mesopori. Perubahan sifat ini mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Semakin besar kapasitas adsorpsi maka warna yang diserap meningkat sehingga warna semakin cerah (Ahmadi, 2009).
Aktivasi menggunakan asam menyebabkan pembentukan struktur mesopori dan perubahan perbandingan Si/Al, yaitu perbandingan Si/Al meningkat karena pelepasan Al dari struktur zeolit. Porositas partikel mem-berikan sifat adsorpsi zeolit yang tinggi. Perlakuan termal dapat menaikkan Si/Al sehingga adsorpsi menjadi lebih efektif dan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi (Setiadji, 1996). Oleh karena itu, semakin tinggi suhu aktivasi, diduga sebagian Al terlepas dari struktur zeolit sehingga meningkatkan perbansingan Si/Al. Akibatnya kapasitas adsorpsi zeolit mengalami peningkatan yang berdampak pada penurunan warna yang lebih baik (Ahmadi, 2009).

Kadar Asam Lemak Bebas
Kadar asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang setara dengan mg KOH/g lemak atau minyak. Asam lemak bebas ini bisa terjadi karena kerusakan minyak akibat hidrolisis trigliserida (lemak).
Menurut penelitian kusumastuti, pemakain zeolite 10% mampu mampu menurunkan angka asam dari 4,63 sampai 4,31 mg KOH/g atau pengurangan 7% dari semula. Sedangkan menurut hasil penelitian Ahmadi (2009), menunjukkan bahwa aktivasi zeolit dengan HCl 6 N dan suhu 500 ºC menghasilkan kinerja zeolit yang lebih baik dalam menurunkan jumlah asam lemak bebas. Perlakuan normalitas HCl 6 N dan suhu 500 ºC mampu memodifikasi zeolit alam menjadi adsorben yang baik.

Pada proses adsorpsi pengikatan terjadi bila senyawa tertahan pada sisi aktif (mesopori) yang terbentuk akibat perlakuan asam. Zeolit alam mempunyai karakter porositas primer dan skunder. Porositas primer (mikro) dihasilkan dari struktur spesifik kristalin partikel zeolit yang bergantung pada komposisinya.
Perlakuan aktivasi dapat menyebabkan terbentuknya porositas skunder (Tsitsislivili et al., 1992). Penggunaan HCI menyebabkan peningkatan perbandingan Si/Al akibat penurunan Al (dealuminasi). Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan normalitas HCl yang digunakan (Barrer, 1978). Perlakuan asam untuk mengubah perbandingan komposisi Si/A1 berakibat pada perubahan porositas dan kapasitas adsorpsi zeolit. Perlakuan asam pada mordenit menyebabkan terjadinya ekstraksi aluminium dan perubahan sifat, akan tetapi tidak menyebabkan perubahan struktur. Tsitsislivili et al. (1992) mendapatkan bahwa perlakuan asam pada clinoptilolit dapat meningkatkan porositas dan kapasitas adsorpsi untuk molekul-molekul yang relatif besar. Proses ini bergantung pada beberapa faktor antara lain; jenis asam, waktu perlakuan, temperatur perlakuan, dan sejarah termal zeolit (McDaniel dan Maher, 1976).

Menurut Kusumastuti, asam lemak bebas mempunyai ujung karboksil yang polar, sehingga ada kemungkinan teradsorbsi oleh zeolit yang sifatnya polar. Kecilnya daya serap zeolit terhadap asam lemak bebas mungkin disebabkan karena ukuran mlekul asam lemak yang relative besar, dan sifatnya nonpolar dari rantai hidrokarbon sehingga sukar tertahan oleh zeolit. Namun demikian zeolit yang diaktifkan mempunyai kemampuan lebih besar dalam menyerap asam dibandingkan zeolit alam.

Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi. Minyak bila kena panas dan udara dapat mengalami reaksi oksidasi. Awalnya akan terbentuk hidroperoksida, kemudian rantai molekul putus menjadi radikal dengan rantai lebih pendek dan reaktif (Fennema, 1996). Tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut da minyak akan segera mengalami ketengikan. Angka peroksida yang tinggi mungkin disebabkan karena terjadi oksidasi pada sebagian asam lemak terutama asam lemak tidak jenuh (Kusumastuti, 2004)

Menurut Kusumastuti, perlakuan dengan menggunakan 10 % zeolit aktif dapat menurunkan angka peroksida minyak sekitar 33,8%. Hal ini mungkin disebabkan karena molekul minyak yang relative besar terpecah menjadi radikal atau molekul yang lebih kecil yang berupa aldehid dan/atau alaknoat. Senyawa tersebut mempunyai gugus polar sehingga dapat berinteraksi atau terikat dengan zeolit yang mempunyai gugus polar.
Sedangkan menurut penelitian ahmadi (2009 ),Bilangan peroksida menurun pada minyak yang dimurnikan dengan zeolit yang diaktivasi normalitas dan suhu yang berbeda. Bilangan peroksida bahan baku minyak bekas penggorengan keripik tempe adalah 0,37 mek/kg tetapi setelah pemurnian dengan zeolit menunjukkan kisaran bilangan peroksida antara 0,09 sampai 0,24 mek/kg.

Peningkatan suhu aktivasi menyebabkan penurunan bilangan peroksida,akan tetapi peningkatan normalitas HCl menyebabkan bilangan peroksida mengalami kenaikkan. Penurunan bilangan peroksida akibat peningkatan suhu diduga berkaitan dengan peningkatan rasio Si/Al sehingga proses adsorpsi produk oksidasi primer seperti hidroperoksida meningkat.

Menurut Zaplis dan Becks (1986) peroksida terbentuk pada reaksi autooksidasi yang merupakan hasiloksidasi primer. Peroksida ini tidak stabil dan selanjutnya dapat diuraikan menjadi produk oksidasi sekunder. Menurut Gunstone (1996). oksidasilemak merupakan reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam. Oksidasi lemak menghasilkan produk oksidasi primer seperti hidroperoksida.

Peningkatan normalitas HCl pada proses aktivasi zeolit menyebabkan peningkatan bilangan peroksida. Ada kemungkinan kondisi asam yang tinggi menyebabkan kondisi yang memicu proses oksidasi lemak. Asam merupakan katalisator proses hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas mudah teroksidasi menghasilkan produk oksidasi primer berupa peroksida. Hal ini yang menyebakan walaupun peningkatan normalitas HCl pada proses aktivasi memicu proses hidrolisis, proses hidrolisis tersebut dilanjutkan dengan proses oksidasi menghasilkan produk oksidasi primer. Hal ini menyebabkan kadar asam lemak bebas menurun dengan meningkatnya normalitas HCl yang digunakan pada aktivasi zeolit karena zeolit kemungkinan lebih mudah mengadsorpsi asam lemak bebas dibandingkan peroksida. Semakin tinggi rasio Si/Al akibat peningkatan normalitas HCl mengakibatkan polaritas zeolit menurun sehingga kemampuan adsorpsi asam lemak bebas meningkat. Adapun peroksida merupakan produk oksidasi yang bersifat polar sehingga peningkatan rasio Si/Al tidak menyebabkan adsorpsi peroksida meningkat.

Bilangan Anisidin
Aktivasi zeolit alam dengan normalitas HCl dan suhu yang berbeda menunjukkan kinerja yang berbeda. Kisaran bilangan anisidin setelah perlakuan zeolit menunjukkan penurunan dari bahan baku semula 54,78 menjadi ata-rata 40,98 sampai 50,05.

Penurunan bilangan anisidin setelah penambahan zeolit tersebut karena zeolit alam yang telah diaktivasi mengalami modifikasi. Aktivasi dengan HCl dan suhu menyebabkan perbandingan Si/Al berubah sehingga porositas meningkat dan polaritas juga berubah. Perlakuan asam untuk mengubah perbandingan komposisi Si/Al yang berakibat terjadi perubahan porositasdan kapasitas adsorpsi zeolit. Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan perbandingan Si/Al, luas permukaan meningkat, dan terjadi peningkatan porositas zeolit (Setiadji, 1996). Perlakuan suhu tinggi pada zeolit akan membentuk kembali struktur setelah perlakuan asam. Selain itu suhu tinggi menyebabkan meningkatkan luas permukaan zeolit. Sutarti dan Rachmawati (1994), menyatakan bahwa aktivasi secara fisikawi (suhu) akan meningkatkan luas permukaan pori-pori zeolit.

Menurut Hardjatmo dan Selinawati (1996) pemanasan zeolit akan meningkatkan porositas mikro dan mesopori bertanggung jawab untuk adsorpsi; perpindahan molekul-molekul pada makropori menuju sisi adsorpsidalam padatan. Zeolit alam mempuyai karakter porositas primer dan skunder. Porositas primer (mikro) dihasilkan dari struktur spesifik kristalin partikel zeolit yang tergantung pada komposisinya. Perlakuan aktivasi dapat menyebabkanterbentuknya porositas skunder (Tsitsislivili et al., 1992). Pembentukan porositas ini menyebabkan zeolit mampu mengikat produk aksidasi sekunder yang terkandung dalam minyak bekas penggorengan keripik tempe.

Kadar Air dan Bahan Menguap
Menurut penelitian Kusumastuti, pemanasan minyak pada suhu tinggi, tidak hanya menyebabkan air menguap tetapi juga asam lemak dengan berat molekul rendah dan komponen lain seperti aldehid dan keton hasil degradasi minyak. Hasil penelitian ini menunjukkan makin banyak jumlah zeolit yang digunakan makin banyak air yang diserap sehingga kadar air minyak goring semakin kecil.
Zeolit yang telah diaktifkan dengan pemanasan mengalami dehidrasi dan pori-pori banyak terbuka. Zeolit tersebut dapat mengabsorbsi air dengan baik, sehingga sering dipakai sebagai dessicant dalam beberapa proses industry (Setiadji, 1996). Menurut Kusumastuti, Penggunaan zeolit aktif member hasil yang berbeda nyata dengan zeolit alam. Dapat dikatakan bahwa zeolit aktif lebih mampu menyerap air dibandingkan zeolit alam karena aktivitasnya sudah ditingkatkan dan menyebabkan kemampuan mengikat air lebih besar.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Blumenthal, M.M. 1991. A new look at the chemistry and physics of deep fat frying. J. Food Technology 45 (2): 68-71 dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Gunstone, F.D. 1996. Fatty Acid and Lipid Chemistry. Blackie Academic & Professional, Glasgow dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Ketaren, s. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Ed.6 Universitas Indonesia dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan : Vol. XV

Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Rukmini, A. 1998. Kajian Perlakuan Minyak Goreng Bekas Dengan Beberapa Bahan Tanaman Bersilikat. Tesis, FTP-UGM dalam Kusumastuti. 2004. Kinerja Zeolit Dalam Memperbaiki Mutu Minyak Goreng Bekas. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. xv, No. 2

Netti, H. Lemak dan Minyak .[online], http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimia-netti.pdf./. diakses 10 Nopember 2007 dalam Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Subagjo. 1998. Zeolit. Bandung : Laboratorium Konversi Termokimia, Institut Teknologi Bandung dalam Widayat, Suherman dan Haryani. 2006. Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bews Dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Penguwngan Blbangan Asam. Jurnalteknik Gelagar Vol. 17, No 01, April 2006 : 77 – 82

Sudarmadji, S. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty dalam Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Sutarti, M., dan Rachmawati, M. 1994. Zeolit Tinjauan Literatur. PDII LIPI, Jakarta dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Suseno. 2006. Optimalisasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Dengan Adsorben Zeolit Alam. Surakart : USB

Warastuti, I. 2001. Pengaruh PerbedaanKonsentrasi Kaustik Soda dan Suhu pada Proses Netralisasi Disertai Bleaching Minyak Goreng Bekas Penggorengan KeripikTempe Terhadap Karakteristik MinyakGoreng yang Dihasilkan.Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang dalam Ahmadi. 2009. Kinerja Zeolit Alam Teraktivasi Pada Penjernihan Minyak Bekas Penggorengan Keripik Tempe. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 2

Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Utama dalam Winarni., Sunarto, W., dan Mantini, S. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Surakarta: FMIPA UNNES Vol. 8 No. 1

Winarni., Sunarto, W., dan Mantini, S. 2010. Penetralan Dan Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Surakarta: FMIPA UNNES Vol. 8 No. 1

Widayat, Suherman dan Haryani. 2006. Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bews Dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Penguwngan Blbangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar Vol. 17, No 01, April 2006 : 77 – 82

Senin, 07 Januari 2013

Instrument: ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY

Edited by Muhammad Akhyar Farrukh
Download 

Instrument: A Handbook of Spectroscopic Data Chemistry

By B.D Mistry
Download 

Instrument: INFRARED SPECTROSCOPY MATERIALS SCIENCE, ENGINEERING AND TECHNOLOGY

Edited by Theophile Theophanides
Download

Instrument: UV-Vis Photodetector with Silicon Nanoparticles

Prak. Anorgnik 1

Kekuatan Medan Kristal: Ligand field strengths of carbon monoxide and cyanide in octahedral coordinationy
Download

Kalium Nitrat: Effects of Different Alkaline Metal Salts (NaCl, KNO3), Acid Concentrations (H2SO4) and Growth Regulator (GA3) on the Germination of Salvia cyanescens
Download

Mangan : Manganese in runoff from upland catchments: temporal patterns and controls on mobilization
Download

Tawas: The crystallization mechanism of Al(OH)3 from sodium aluminate solutions
Download

Instrument: Introduction to Spectroscopy

By  Pavia, Lampman, Kriz and Vyvyan
Download

Minggu, 06 Januari 2013

RESEARCH TECHNIQUES IN ORGANIC CHEMISTRY

By Robert B. Bates and John P. Schaefer
Download

Pengaruh Alumunium terhadap Penyakit Neodegeneratif

Sabtu, 05 Januari 2013

Hadist Ditinjau dari Segi Kuantitas

Para ulama' berbeda pendapat tentang pembagian Hadits ditinjau dari sudut kuantitas atau jumlah rawi yang menjadi sumber berita ini. Diantara mereka ada yang mengelompokkannya menjadi tiga bagian, yaitu Hadits Mutawatir, Hadits Masyhur dan Hadits Ahad, dan ada pula yang membaginya menjadi dua bagian yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.

Ulama' golongan pertama, yang menjadikan Hadits Masyhur berdiri sendiri, tidak termasuk bagian dari Hadits Ahad, diikuti oleh sebagian ulama' ushul, diantaranya adalah Abu Bakar al-Jashshash (305-307 H). Sedangkan golongan ulama' kedua, yang menjadikan Hadits Masyhur sebagai bagian dari Hadits Ahad, diikuti oleh kebanyakan ulama' ushul dan ulama' kalam. Mereka membagi Hadits menjadi dua bagian, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad. Berdasarkan pembagian ini, maka Hadits Masyhur, Hadits Aziz dan Hadits Gharib merupakan bagian dari Hadits Ahad. Berangkat dari hal tersebut, guna memahami Hadits secara mudah dan benar, maka dalam pembahasan makalah ini penulis mengikuti pendapat yang kedua.

Hadits Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti "mutatabbi'" yaitu yang (datang) berturut-turut dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan pengertian Hadits Mutawatir secara terminologi adalah : 

فالحديث المتواتر هو الحديث الذى رواه جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب
عن جمع مثلهم من أول السند إلى منتهاه 

Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta dari awal sanad sampai akhir sanad.

Berdasarkan definisi tersebut, ada empat hal yang harus terpenuhi pada sesuatu Hadits yang dikategorikan Mutawatir, yaitu : Pertama, Hadits itu harus diriwayatkan oleh banyak orang. Kedua, Hadits itu diterima dari banyak orang pula. Ketiga, ukuran banyak di sini jumlahnya relatif, dengan ukuran berdasarkan sudut pandang kebiasaan masyarakat, bahwa mereka tidak mungkin sebelumnya melakukan kesepakatan untuk berdusta, dan keempat, Hadits itu diperoleh melalui pengamatan panca indera, bukan atas dasar penafsiran mereka .

Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Dengan memperhatikan ta'rif di atas, maka suatu Hadits baru bisa dikatakan Mutawatir bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) panca indera. Artinya bahwa berita yang disampaikan oleh para perawi harus berdasarkan hasil pengamatan panca indera. Dengan kata lain berita yang mereka sampaikan harus benar-benar hasil pendengarannya, penglihatannya, penciumannya atau sentuhannya.
Adanya kesamaan atau keseimbangan jumlah sanad pada tiap thabaqahnya. Jumlah sanad Mutawatir antara satu thabaqah (tingkatan) dengan thabaqah lainnya harus seimbang. Misalnya, jika sanad pada thabaqah pertama 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah berikutnya juga masing-masing harus 10, atau 9, atau 11 orang. Dengan demikian, bila suatu Hadits diriwayatkan oleh 20 orang sahabat, kemudian diterima oleh sepuluh tabi'in dan selanjutnya hanya diterima oleh empat tabi' at-tabi'in, tidak digolongkan Hadits Mutawatir, sebab jumlah sanadnya tidak seimbang antara thabaqah pertama dengan thabaqah-thabaqah berikutnya.
Jumlah rawi-rawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka untuk bersepakat bohong (berdusta). Dalam hal ini para ulama' berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta :

Abu at-Thayyib menentukan sekurang-kurangnnya 4 orang. Karena diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
Ash-habu as-Syafi'i menentukan 5 orang, karena mengqiyaskan dengan jumlah para nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi
Sebagian ulama' menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, berdasarkan ketentuan yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Al-Anfal : 65 tentang sugesti Allah kepada orang mukmin yang tahan uji, yang berjumlah 20 orang saja dapat mengalahkan 200 orang . 

إن يكن منكم عشرون صابرون يغلبوا مائتين (الأنفال : 65)

Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh (al-Anfal : 65)

Ulama' yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Karena mereka mengqiyaskan dengan firman Allah :

يا أيها النبي حسبك الله ومن اتبعك من المؤمنين (الأنفال : 64)

Wahai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikutimu
(menjadi penolongmu).

Dan ulama' yang lain berpendapat bahwa jumlah tersebut sekurang-kurangnya 70 orang . Karena mereka mengqiyaskan dengan firman Allah :

واختار موسى قومه سبعين رجلا لميقاتنا

Sedangkan Hadits Mutawatir terbagi kepada dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdzi dan Mutawatir Ma'nawi . Adapun yang dimaksud dengan Hadits Mutawatir Lafdzi dan Ma'nawi adalah :

المتواتر اللفظي هو ما تواتر لفظه ومعناه 

Hadits Mutawatir Lafdzi adalah Hadits yang Mutawatir lafadz dan maknanya
Contoh dari Hadits Mutawatir Lafdzi ini yaitu :

من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار (البخارى)
Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki tempat di neraka. (HR. Bukhori)

Menurut Abu Bakar al-Bazzar, Hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan sebagian ulama' mengatakan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan makna yang sama. Hadits tersebut terdapat pada 10 kitab Hadits ; al-Bukhori, Muslim, al-Darimi, Abu Dawuf, Ibnu Majah, al-Turmudzi, al-Thayalisi, Abu Hanifah, al-Tabrhani, al-Hikam. 

المتواتر المعنوي هو ماتواتر معناه دون لفطه 

Hadits Mutawatir Ma'nawi adalah Hadits yang Mutawatir maknanya bukan lafadznya
Contoh dari Hadits Mutawatir Ma'nawi tersebut adalah : 

ما رفع ص.م يده حتى رؤي بياض ابطيه فى شيئ من دعائه إلا فى الإستسفاء
(متفق عليه)

Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam berdo'a selain dalam shalat istisqa dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih kedua ketiaknya

Hadits-hadits yang semakna dengan Hadits tersebut banyak sekali (kalau dikumpulkan ada 100 Hadits), antara lain :

كان يرفع يده حدو منكبيه 

Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau

Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :

الحد يث الاحد هوالحديث الذى لم يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر سواء كان الراوى واحد او اثنين اوثلاثة ااو اربعة اوخمسة الى غير ذ لك من العداد التى لا تشعر بان الحديث د خل فى خبر المتوتر.

Artinya : “Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.

Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut

Hadits Ahad adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits Mutawatir
Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa Hadits tersebut masuk ke dalam Hadits Mutawatir . Dan Hadits Ahad itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Hadits Masyhur, Hadits 'Aziz dan Hadits Gharib. 

Hadits Masyhur
Adapun yang dimaksud dengan Hadits Masyhur adalah : 

الحد يث المشهور او الحد يث المشتفيض هو الحد يث الذى رواه الثلا ثة فاكثر لم يصل درجة التوتر.

Hadits Masyhur adalah Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih – dalam tiap thabaqah – serta belum mencapai derajat Mutawatir.

Ditinjau dari segi kualitasnya, Hadits Masyhur ada yang Shahih, ada yang Hasan dan ada yang Dho'if . Hadits Masyhur yang Shahih artinya Hadits Masyhur yang memenuhi syarat-syarat keshahihannya, Hadits Masyhur yang Hasan artinya Hadits Masyhur yang kualitas perawinya di bawah kualitas perawi Hadits Masyhur yang Shahih, sedangkan Hadits Masyhur yang Dho'if artinya Hadits Masyhur yang tidak memiliki syarat-syarat atau kurang salah satu syaratnya dari syarat Hadits Shahih.

Menurut ulama' fiqhi, Hadits Masyhur itu adalah muradhif dengan Hadits Musthafid, sedangkan ulama' yang lain membedakannya. Suatu Hadits dikatakan musthafid bila jumlah rawi-rawinya tiga orang atau lebih sedikit, sejak dari thabaqah pertama sampai thabaqah terakhir. Sedang Hadits Masyhur lebih umum daripada Hadits Musthafid, yakni jumlah rawi-rawi dalam tiap thabaqah tidak harus selalu sama banyaknya, atau seimbang. Karena itu, dalam Hadits Masyhur bisa terjadi jumlah rawi-rawinya dalam thabaqah pertama adalah sahabat, thabaqah kedua thabi'i, thabaqah ketiga tabi'it tabi'in dan thabaqah keempat adalah orang-orang setelah tabi'it tabi'in, terdiri dari seorang saja, baru kemudian jumlah rawi-rawi dalam thabaqah kelima dan seterusnya banyak sekali .

Adapun contoh dari Hadits Masyhur tersebut adalah :

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى (متفق عليه)

Hanyasanya amal-amal itu dengan niat dan hanya bagi tiap-tiap seseorang itu memperoleh apa yang ia niatkan (Muttafaqun Alaihi)

Hadits tersebut pada thabaqah pertama hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar sendiri, pada thabaqah kedua hanya diriwayatkan oleh al-Qamah sendiri, pada thabaqah ketiga diriwayatkan oleh orang banyak, antara lain : Abd al-Wahhab, Malik, Hammad dan Sufyan. 

Hadits tersebut biasa disebut Hadits Masyhur, atau disebut Hadits Gharib pada awalnya dan Masyhur pada akhirnya .

Istilah Masyhur yang diterapkan pada suatu Hadits, kadang-kadang bukan untuk memberikan sifat-sifat Hadits menurut ketetapan di atas, yakni banyaknya rawi yang meriwayatkan suatu Hadits, tetapi diterapkan juga untuk memberikan sifat suatu Hadits yang mempunyai ketenaran di kalangan para ahli ilmu tertentu atau di kalangan masyarakat ramai. Dari sisi ini, maka Hadits Masyhur terbagi kepada : 

Masyhur di kalangan para muhadditsin dan lainnya (golongan ulama' ahli ilmu dan orang umum)
Masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di kalangan ahli Hadits saja, atau ahli Fiqih saja, atau ahli Tasawuf saja, atau ahli Nahwu saja dan lain sebagainya.
Masyhur di kalangan orang-orang umum saja.

Hadits 'Aziz
Ulama' Hadits memberikan ta'rif Hadits 'Aziz adalah :

الحد يث العزيز هو الحد يث الذى راه اثنان ولو كان في طبقة واحدة ثم رواه بعد ذالك جما عة
Artinya: “Hadis ‘Aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, kendati dua orang rawi itu pada satu tingkatan saja, dan setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.”

Dari definisi tersebut, kiranyanya dapat disimpulkan bahwa suatu Hadits dikatakan 'Aziz bukan saja yang meriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqat, yakni sejak dari thabaqat pertama sampai thabaqat terakhir, tetapi sewaktu kedua thabaqat didapati dua orang perawi, tetap dapat dikategorikan sebagai Hadits 'Aziz. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Ibnu Hibban mengatakan bahwa Hadits 'Aziz yang hanya diriwayatkan dari dan kepada dua orang perawi pada setiap thabaqat tidak mungkin terjadi. Secara teori memang ada kemungkinan, tetapi sulit untuk dibuktikan . 

Dari pemahaman seperti ini, bisa saja terjadi suatu Hadits yang pada mulanya tergolong sebagai Hadits 'Aziz, karena hanya diriwayatkan oleh dua rawi, tetapi berubah menjadi Hadits Masyhur, karena perawi pada thabaqat lainnya berjumlah banyak. 

Dalam Hadits 'Aziz terdapat Hadits 'Aziz yang Shahih, ada yang Hasan dan ada pula yang Dha'if . Hadits 'Aziz yang Shahih, Hasan dan Dha'if tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Hadits Shahih, Hasan dan Dha'if.

Contoh 1 : Hadits 'Aziz pada thabaqah pertama

قال رسول الله صلي الله عليه و سلَم : نحن الا خرون فى الد نيا اسا بقون يوم القيامة (عن حذ يفة وأبو هريرة)

Artinya: “Rasulullah SAW. Bersabda, “ Kita adalah orang-orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling terdahulu dihari kiamat.” (HR. Hudzaifah dan Abu Hurairah).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat (thabaqah) pertama yakni Hudzaifah Ibn al-Yaman dan Abu Hurairah. Hadits tersebut pada thabaqah kedua sudah menjadi masyhur sebab melalui periwayatan Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang, yaitu Abu Salamah, Abu Hazim, Thawus, al-'Araj, Abu Shalih, Humam dan Abd al-Rahman. 

Contoh 2 : Hadits 'Aziz pada thabaqah kedua

لا يؤمن احدكم حتى اكون احب إليه من نفسه ووالده وولده والناس اجمعين
(متفق عليه)

Tidak sempurna iman salah seorang darimu sehingga aku lebih dicintainya dari pada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia seluruhnya (Muttafaqun 'Alihi)

Hadits tersebut diterima oleh sahabat Anas Ibnu Malik (thabaqah pertama), kemudian diterima oleh Qatadah dan Abd Aziz (thabaqah kedua).

Dari Qatadah diterima oleh Husein al-Mu'allim dan Syu'bah, sedang dari Abd al-Aziz diriwayatkan oleh Abd al-Warits dam Ismail Ibnu Ulaiyah (thabaqah III). Pada thabaqah IV, Hadits itu diterima masing-masing oleh Yahya Ibn Ja'far dan juga Yahya Ibnu Sa'id dari Syu'bah, oleh Zubair Ibnu Harab dari Ismail, oleh Syaiban Ibnu Abi Syaibah dari Abd al-Warits.

Hadits Gharib
Adapun pengertian Hadits Gharib adalah :

الغريب هو ما إنفرد بروايته راو بحيث لم يروه غيره او إنفرد بزيادة فى متنه او إسناده

Hadits Gharib adalah Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi karena tidak ada orang lain yang meriwayatkannya, atau menyendiri dalam hal penambahan terhadap matan atau sanadnya.
Hadis Gharib menurut bahasa adalah Hadist yang terpisah atau yang menyendiri dari yang lain. Para ulama memberikan batasan sebagai berikut :

الحد يث الغريب هو الحد يث الَذي انفرد بروا يته شحص واحد فى اي مضع وقع التفر د من السند.

Artinya: “Hadis gharib adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan maupun sanad ‘’

Contoh hadis gharib:

عن عمر ابن الخطاب ضىالله عنه قال: سمعت سول الله صلى الله عليه و سلم يقول: انما ا لاعمال با النيات و انما لكل امرئ ما نوى
(رواه البخارى و مسلم و غير هما )

Artinya: “Dari Umar bin Khattab, katanya, aku mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya (memperoleh) apa yang diniatkan.”(HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Adapun maksud dari penyendirian rawi yaitu penyendirian rawi dalam meriwayatkan Hadits itu, dapat mengenai personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan si rawi, artinya sifat atau keadaan si rawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga meriwayatkan Hadits tersebut.

Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi seperti tertera di atas, maka Hadits Gharib ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Gharib Mutlaq dan Gharib Nisbi.

Gharib Mutlaq
Dikatakan Gharib Mutlaq, artinya penyendirian itu terjadi berkaitan dengan keadaan jumlah personalianya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan Hadits tersebut kecuali dirinya sendiri.
Contoh :

الإيمان بضع وسبعون شعبة والحياء شعبة من الإيمان (متفق علعه)

Iman itu bercabang-cabang menjadi 73 cabang, malu itu salah satu cabang dari iman (Muttafaqun 'Alaihi)
Hadits tersebut diterima oleh Abu Hurairah dan Abu Hurairah (sahabat) hanya diterima oleh Abu Shalih (tabi'in) dari Abu Shalih hanya diterima oleh Abdullah Ibn Dinar (tabi'u al-tabi'in) yang darinya juga hanya diriwayatkan oleh Sulaiman ibn Bilal, dan dari Sulaiman diterima oleh Abu Amir. Baru setelah dari Abu Amir Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ubaidillah Ibn Sa'id dan Abdun Ibn Humaid yang dari keduanya, kemudian diterima oleh Muslim.

Mengenai Gharib Mutlaq ini, para ulama' berbeda pendapat, apakah penyendirian pada thabaqah sahabat juga termasuk ke dalam kategori Hadits Gharib atau tidak. Dengan kata lain, apakah kajian tentang keghariban Hadits itu juga termasuk pada thabaqah sahabat atau tidak. Menurut sebagian ulama', keghariban sahabat juga termasuk, sehingga apabila suatu Hadits diterima dari Rasulullah hanya oleh seorang sahabat (misalnya oleh Abu Hurairah sendiri atau oleh 'Aisyah sendiri), Hadits tersebut juga disebut Gharib, meskipun pada thabaqah-thabaqah berikutnya diterima oleh beberpa orang.

Menurut sebagian ulama' lainnya berpendapat bahwa, penyendirian sahabat tidak termasuk ke dalam Hadits Gharib. Keghariban Hadits menurut mereka hanya diukur pada thabaqah tabi'in (misalnya pada Ibn Syihab az-Zuhri) dan thabaqah-thabaqah berikutnya. Dengan demikian, suatu Hadits baru bisa dikatagorikan ke dalam Hadits Gharib apabila terjadi penyendirian pada thabaqah tabi'in atau thabaqah-thabaqah berikutnya.

Hadits Gharib Nisbi
Disebut Hadits Gharib Nisbi, arti katanya Gharib adalah yang relatif. Ini maksudnya, penyendirian itu bukan pada perawi atau sanadnya, melainkan mengenai sifat atau keadaan tertentu seorang rawi :

Penyendirian tentang sifat keadilan dan kedhabitan dan ketsiqahan rawi. Contoh :

كان رسول الله ص.م يقراء فى الأضحى والفطر بق والقران المجيد واقترب الساعة وانشق القمر (اخرجه مسلم)
Konon Rasulullah SAW pada hari raya Qurban dan hari raya Idul Fitri membaca surat Qaaf dan surat al-Qamar (Akhrajahu Muslim)

Penyendirian tentang kota atau tempat tinggal tertentu, yakni Hadits yang hanya diriwayatkan oleh para rawi dari kota atau daerah tertentu saja, misalnya Basrah, Kufah atau Madinah saja. Contoh :

امرنا رسول الله ص.م ان نقراء بفاتحة الكتاب وما تيسر منه (رواه ابو داوو)

Rasulullah memerintahkan kepada kita agar membaca al-Fatihah dan surat mudah dari al-Qur'an (HR. Abu Dawud)

Hadits ini diterima oleh Abu Dawud dari Abu Walid al-Thayalisi dari Hamam dan Qatadah dari Abu Nasharah dan Sa'id yang kesemuanya berasal dari Bashrah.

Penyendirian tentang meriwayatkannya dari rawi tertentu. Contoh :
أن النبى ص.م اَوْلمَ َعلى صفية بسوبق وتمر
Sesungguhnya Nabi SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan jamuan makanan yang terbuat dari tepung gandum dan kurma

Dalam sanad Hadits tersebut, terdapat seorang rawi bernama Wa'il yang meriwayatkan Hadits tersebut dari anaknya (Bakr Ibn Wa'il). Sedang perawi yang lain tidak ada yang meriwayatkan demikian
Adapun penyendirian pada segi matan, artinya matan Hadits yang diriwayatkan itu berbeda dengan periwayatan rawi-rawi lain.

Penyendirian seorang perawi seperti di atas, bisa pada keadilan dan kedhabitannya, atau pada tempat tinggal atau kota tertentu. Misalnya, Hadits itu tidak diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti gharib dalam ketsiqahannya dari perawi lainnya. Atau misalnya, Hadits itu tidak diriwayatkan oleh penduduk ahli Madinah kecuali si fulan. Maka si fulan berarti gharib dalam meriwayatkan Hadits tersebut.

Dilihat dari sudut keghariban pada sanad dan pada matan, Hadits Gharib terbagi kepada dua macam. Pertama, keghariban pada sanad dan matan secara bersama-sama, dan kedua, keghariban pada sanad saja .
Yang dimaksud dengan Gharib pada sanad dan matan secara bersama-sama adalah Hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu silsilah sanad dengan satu matan Haditsnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Gharib pada sanad saja adalah Hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang sahabat yang lain yang tidak populer. Periwayatan Hadits melalui sahabat yang lain seperti ini disebut sebagai Hadits Gharib pada sanad.
Dari pembahasan tentang Hadits Gharib tersebut, jelasnya pada Hadits Gharib mempunyai beberapa hukum (nilai) diantaranya :

Shahih, yaitu jika perawinya mencapai dhabith yang sempurna dan tidak ditentang oleh perawi yang lebih kuat dari padanya.
Hasan, yaitu jika dia mendekati derajat yang di atas dan tidak ditentang oleh orang yang lebih rajah dari padanya.
Syad, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang dia adalah orang kepercayaan.
Munkar, yaitu jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang diapun adalah orang yang lemah.
Matruk, yaitu jika dia tertuduh dusta walaupun tidak ditentang oleh orang lain.

Oleh karena yang demikian, terbagilah Hadits Gharib kepada tiga bagian, yaitu :
Gharib Shahih, yaitu segala Hadits Gharib yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
Gharib Hasan, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan at-Turmudzi
Gharib Dha'if, yaitu kebanyakan Hadits Gharib yang terdapat dalam sunan-sunan lain dan dalam musnad-musnad

Untuk menetapkan suatu Hadits itu Gharib, hendaklah diperiksa lebih dulu pada kitab-kitab Hadits, semisal kitab Jami' dan kitab Musnad, apakah Hadits tersebut mempunyai sanad lain selain sanad yang dicari kegharibannya itu, atau tidak. Kalau ada hilanglah kegharibannya.

Cara untuk melakukan pemeriksaan terhadap Hadits yang diperkirakan Gharib dengan maksud apakah Hadits tersebut mempunyai mutabi' atau syahid, disebut i'tibar. Jadi yang dimaksud dengan i'tibar di sini adalah : 

الإعتبار تتبُّعُ طرق الحديث من الجوامع والمساند والأجزاء
حتى يُعلم أن له متابعا أو شاهدا, أو ليس له شيئ منهما

I'tibar adalah meneliti jalan-jalan Hadits dalam kitab-kitab Jami' Musnad dan kitab-kitab juz untuk mengetahui apakah Hadits yang disangka fard (gharib) itu, ada mutabi'nya atau tidak.

Ketentuan umum Hadits Ahad
Pembagian Hadits Ahad kepada Masyhur, 'Aziz dan Gharib tidak bertentangan dengan pembagian Hadits Ahad kepada Shahih, Hasan dan Dha'if. Sebab membagi Hadits Ahad kepada tiga macam tersebut, bukan bertujuan langsung untuk menentukan maqbul dan mardudnya suatu Hadits, tetapi bertujuan untuk mengetahui banyak atau sedikitnya suatu sanad. Sedang membagi Hadits Ahad kepada Shahih, Dha'if dan Hasan adalah bertujuan untuk menentukan dapat diterima atau ditolaknya suatu Hadits.

Dengan demikian, Hadits Masyhur, 'Aziz itu masing-masing ada yang Shahih, Hasan dan Dha'if. Juga tidak setiap Hadits Gharib itu tentu Dha'if. Ia adakalanya Shahih, apabila memenuhi syarat-syarat yang dapat diterima dan tidak bertentangan dengan Hadits yang lebih rajih. Hanya saja pada umumnya, Hadits Gharib itu Dha'if, dan kalaupun ada yang Shahih, itupun hanya sedikit.

Contoh Hadits Gharib yang Shahih adalah Hadits Ibnu Mas'ud RA : 

قال رسول الله صلعم : نضّرالله عبدا سمع مقالتي فوعاها فأدّاها كما سمعها

Rasulullah SAW bersabda : Allah mencemerlangkan seorang hamba yang mendengarkan pembicaraan-pembicaraanku, lalu dipeliharanya, kemudian disampaikannya seperti yang diterimanya.

Kedudukan Hadits Mutawatir Dan Hadits Ahad
Hadits Mutawatir jumlahnya banyak sekali dan sudah pasti shahih, sehingga tidak dibahas lagi dalam ilmu isnad/musthalahul Hadits, karena ilmu Hadits membahas siapakah perawi Hadits itu, seorang muslim, adil, dlabith ataukah tidak, bersambung-sambung sanadnya atau tidak dan seterusnya. Hanya yang perlu dibahas di dalam Hadits Mutawatir adalah apakah jumlah perawi yang meriwayatkan itu sudah cukup banyak atau belum, mungkinkah yang sama memberitakan itu atau tidak, baik berdusta dengan jalan mufakat atau karena kebetulan saja, demikian pula keadaan yang melatar belakangi berita itu, terutama kalau bilangan perawi itu tidak begitu banyak jumlahnya. Karena Hadits Mutawatir sudah pasti shahih, wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah. Dan Hadits Mutawatir memberikan faedah qat'i (yakin), sehingga bagi orang yang mengingkari Hadits mutawatir dihukumi keluar agama Islam dan termasuk kafir . Sedangkan menurut M. Ajaj al-Khotib, bahwa Hadits Mutawatir merupakan suatu perintah atau larangan yang harus diikuti dan diamalkan oleh setiap orang muslim .

Sedangkan Hadits Ahad memberikan faedah dhanni (diduga keras akan kebenarannya) wajib diamalkan kalau sudah diakui akan keshahihannya dalam ilmu Hadits dan Ushul Fiqh . Para muhaqqin menetapkan bahwa Hadits Ahad yang shahih diamalkan dalam bidang amaliah, baik masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qat'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni. Oleh karena itu, mempercayai suatu i'tikad yang hanya berdasarkan dalil dhanni tidak dapat dipersalahkan. Dan Hadits Ahad tidak dapat menghapuskan hukum dari al-Qur'an, karena al-Qur'an adalah Mutawatir, demikian pendapat imam Syafi'i. Dan menurut Ahlu al-Dhahir (pengikut madzhab ad-Dahahiri) bahwa Hadits Ahad juga tidak boleh dipakai untuk mentakhsiskan ayat-ayat al-Qur'an yang 'am, pendapat ini dikuti oleh sebagian ulama' pengikut Hambali. 

Perbedaan Hadis Mutawatir dengan Hadis Ahad.
Dari segi jumlah rawi, hadis mutawatir diriwayatkan oleh para perawi yang jumlahnya sangat banyak pada setiap tingkatan sehingga menurut adat kebiasaan, mustahil mereka sepakat untuk berdusta, sedangkan hadsi ahad diriwayatkan oleh para rawi dalam jumlah yang menurut adat kebiasaan nasih memungkinkan mereka untuk sepakat berdusta.
Dari segi pengetahuan yang dihasilkan, hadis mutawatir menghasilkan ilmu qat’i (pasti) atau ilmu daruri (mendesak untuk diyakini) bahwa Hadist itu sungguh-sungguh dari Rasulullah, sehingga dapat dipastikan kebenarannya, sedangkan hadis ahad menghasilkan ilmu zanni(bersifat dugaan), bahwa hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Sehingga kebenarannya masih berupa dugaan pula.
Dari segi kedudukan, hadis mutawatir sebagai sumber ajaran agama Islam memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada hadis ahad. Sedangkan kedudukan hadis ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis mutawatir.
Dari segi kebenaran keterangan matan, dapat ditegaskan bahwa keterangan matan hadis mutawatir mustahiol bertentangan dengan keterangan ayat dalam Al-Qur’an, sedangkan keterangan matan hadis ahad mungkin saja (tidak mustahil) bertentangan dengan keterangan ayat Al-Qur’an. Bila dijumpai Hadist-hadist dalam kelompok Hadist ahad yang keterangan matan Hadistnya bertentangan dengan keterangan ayat Al-Qur’an, maka Hadist-hadist tersebut tidak berasal dari Rasulullah. Mustahil Rasulullah mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad dan M. Mudzakir. 2000. Ulumul Hadits. Pustaka Setia: Bandung.

Ajaj al-Khotib, Muhammad.Ushulu al-Hadisi : Ulumuhu wa Musthalahuhu. Dar al-Manarah : Jeddah, Makkah

Al-Jawaby, Muhammad Thahir. Matnul Hadisi an-Nabawy as-Syarif. Mu'assasah al-Karim Abdullah: Tunisia.

Al-'Aththar, Abdul an-Nashir Taffiqul.Úlumus as-Sunnah wa Dusturu al-Ummah.

Anwar, Moh, Bc Hk.1981. Ilmu Musthalah Hadits, al-Ikhlas: Surabaya.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1987. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang:Jakarta.
At-Thahhan, Mahmud.Taisiiru Musthalahul Hadisi.

'Atar, Nuruddin. 1997. Manhajun al-Naqdi fi Ulumil Haditsi. Dar al-Fikr al-Mu'asir: Beirut.

Hasan, A. Qadir. 1990. Ilmu Mushthalah Hadits. CV Diponegoro; Bandung.

Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. PT al-Ma'arif: Bandung.

Ranuwijaya, Utang. 2001. Ilmu Hadits, Gaya Media Pratama: Jakarta.

Soetari, Endang. 1997. Ilmu Hadits. Amal Bakti Press:Bandung.

Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadits.PT Raja Grafindo Persada,:Jakarta.