About

Selamat Datang

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 24 Oktober 2012

Al-qur'an Sebagai Landasan Utama Hukum Islam

Al-Quran

Al-qur’an sebagai masdar (kata benda verbal) dari kata qara’a (Membaca), “Qur’an” secara harfiyah berarti ‘bacaan’ atau ‘hafalan’. Bisa didefinisikan sebagai ‘kitab yang berisi firman allah yang diwahyukan kepada Mhammad dalam bahasa arab dan sampai kepada kita melalui periwayatan yang tidak terputus atau tawatur. Qur’an merupakan dalil tentang  kenabian Muhammad, pedoman yang paling oritatif bagi umat islam dan sumber pertama dari syari’ah. Alqur’an sebagaimana dinyatakan al-syaukani adalah kalam allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad  Ibn Abdullah, dalam bahasa arab dan maknanya murni yang sampai pada kita secara mutawatir.

Kedudukan alqur’an sebagai sumber hukum

Para ulama dan seluruh umat sepakat menjadikan alqur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi syari’at islam, termasuk dalam hukum islam. Latar belakanga al-qur’an menjai sumber hukum. Keberadaaan alqur’an yang di akui secara mutawatir berasal dari allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, melalui perantara malaikat jibril .

  1. Informasi al-qur’an yang menjelaskan bahwa ia berasal dari allah. Dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-nisa’ ayat 4, sebagai berikut: “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusisa dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat (Q.S Al-Annisa, 4:105)
  2. Kemukjizatan al-qur’an sebagai bukti bahwa ia bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari allah.

Ada tiga macam hukum  yang terdapat dalam al-qur’an, yaitu :

Pertama, hukum I’tiqadiah, yaitu yang bersangkutan apa-apa yang diwajibkan kepada mukallaf tentang I’tiqadnya kepada allah, malaikatnya, kitabnya, rasul-rasulnya dan hari kiamat.

Kedua, hokum Khulqiah, yaitu yang bersangkut apa yang diwajibkan kepada mukallaf, akan meningkatkan moral, budi pekerti, sopan santun, dan menjauhkan diri dari sikap tercela.

Ketiga, Hukum amaliah, yaitu ketentuan hukum tentang tingkah laku manusia dalam hubungan dengan allah dan dalam hubungannya dengan sesama manusia. Hukum amaliah dibagi menjadi dua yaitu: Hukum-hukum ibadah dan hukum muamalat. Abdul wahhab Khallaf memperinci hukum mu’amalat ke dalam 7 macam yaitu:

  1. Hukum keluarga (Ahkam al-ahwal al-syahsiah), yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan keluarga mulai saat berlangsung pernikahan sampai dengan aturan-aturan tentang hubungan suami istri talak, ruju’, iddah, kewarisan dan sebagainy. Ayat-ayat alqur’an yang menjelaskan masalh ini berkisar 70 ayat.
  2. Hukum mu’amalat/perdata (al-hakam al-madaniah), yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam masalh jual beli, sewa menyewa, gadai, syirkah, hutang piutang dan hukum perjanjian. Ayat-ayat alqur’an yang menjelaskan masalh ini sekitar 70 ayat.
  3. Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayat), yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindak kejahatan. Ayat-ayat alqur’an yang menjelaskan maslah ini sekitar 30 ayat.
  4. Hukum Acara (al-ahkam al-mufara’at), yaitu hukum –hukum yang mengatur masalah pengadilan, tata cara pengadilan, kesaksian dan sumpah. Ayat-ayat alqur’an yang menjelaskan masalh ini sekitar 13 ayat.
  5. Hukum Ketatanegaraan (al-hakam al-dusturiah), yaitu hukum-hukum yang mengatur masalah kenegaraan dan pemerintah. Ayat-ayat alqur’an yang menjelasan masalah ini sekitar 10 ayat.
  6. Hukum Internasional (Al-ahkam al-dauliah), yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan antara Negara islam dengan non islam dan mengatur tata cara pergaulan dan hubungan antara warga Negara islam dengan non muslim yang berada dalam Negara islam. Ayat-ayat yang menjelaskan ada sekitar 25 ayat.
  7. Hukum Ekonomi dan keuangan (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah), yaitu hukum-hukum yang mengatur hak-hak fakir miskin yang terdapat pada  harta orang kaya. Terdapat sekitar 10 ayat yang menjelaskan tentang hal ini.

Keistimewaaan Alqur’an

Diantara keistimewaan al-quran itu ialah lafadz dan maknanya itu dari allah SWT lafadz-lafadz berbahasa arab itulah yang diturunkan allah kedalam hati nabi Muhammad SAW. Sedangkan tugas rasul hanya membacakan dan menyampaikannya. Keistimewaan al-qu’ran :


  1. Apa yang diilhamkan allah kepada rasul itu berupa makna-makna bukan diturunkan berbentuk lafadz-lafadz.
  2. Menafsiri sebuah surat atau surat  dengan lafadz bahasa arab sebagai sinonim lafadz-lafadz al-qur’an, yang bisa memberikan lafadz asalnya, tidaklah kemudian lafadz-lafadz tersebut merupakan al-qur’an.
  3. Penerjemahan sebuah ayat atau surat dengan bahasa asing juga tidak dianggap sebagai al-qur’an.

Hujjah

Bukti bahwa al-qur’an adalah hujjah atas umat manusia, dan hukum-hukumnya adalah undang-ndang yang harus diikuti (ditaati) olehnya ialah: Bahwa al-quran itu diturunkan  dari sisi allah SWT dan disampaikan kepada umat manusia dengan jalan yang pasti, tidak terdapat keraguan mengenai kebenarannya. Sedangkan bukti bahwa ia dari sisi allah, berupa kemukjizatannya melemahkan umat manusia untuk mendatangkan semisalnya .
I’jaz menurut bahasa arab ialah menghubungkan sifat kelemahan dan menetapkannya kepada pihak lain. I’jaz itu tidak akan terbukti, dalam arti memantapkan adanya kelemahan bagi orang lain, kecuali adanya tiga hal yaitu :


  1. Tantangan
  2. Adanya motivasi dan dorongan kepada penantang untuk melakukan tantangan.
  3. Meniadakan yang menghalangi tantangan.

Kemukjizatan alqu’ran

Ulama telah sepakat bahwa: al-qur’an tidak melemahkan manusia untuk mendatangkan yang sepadannya  hanya karena satu aspek saja, namun karena semua aspek. Aspek-aspek itu meliputi aspek lafzhiyah (morfologis), ma’nawiyah (semantik) dan ruhiyah (psikologis). Salah satu bukti bahwa alquran berasal dari allah adalah abahwa alqur’an dapat dibuktikan secara ilmiah. Sebagian kemukjizatan al-qur’an yang dapat dicapai oleh aqal adalah sebagai berikut:
Keharmonisan uslub bahasanya, maknanya, hukumnya dan teorinya.
2. Kesesuaian ayat-ayatnya menurut teori-teori yang telah disingkap oleh ilmu pengetahuan.
3. Memberikan hal-hal kejadian yang tidak diketahui, kecuali oleh allah SWT yang maha mengetahui hal-hal ghaib.
4. Kefashohahan lafaznya, kebalghohan ungkapan bahasnya dan kekuatan pengaruhnya.

Dalalah Al-qur’an

Nas Qat’i dan zanni
Nas qat’I adalah nas yang jelas dan tertentu yang hanya memiliki satu makna dan tidak membuka penafsiran yang lain. Contohnya adalah tentang hak suami terhadap harta istrinya yang telah meninggal, sebagai berikut : ‘Dan bagimu separoh dari harta yang ditinggalkan isteri-isterimu jika mereka tidak mempunyai anak’ (Al-Nisa, 4:12) .

Ayat alqur’an yang bersifat spekulatif (Zanni), sebaliknya terbuka bagi penafsiran dan ijtihad. Penafsiran yang terbaik adalah penafsiran yang dijumpai secara keseluruhan dalam al-qur’an dan mencari penjelasan yang diperlukan pada bagian yang lain dalam konteks yang sama atau bahkan berbeda. Sunah adalah sumber hukum lainnya yang melengkapi al-qur’an dan menafsirkan ketentuan-ketentuannya. Apabila penafsiran yang diperlukan dapat ditemukan dalam suatu hadist yang otentik, maka ia menjadi bagian integral dari al-qur’an dan keduanya secara bersama-sama membawa kekuatan yang mengikat. Kemudian pada urutan  ini dating para sahbat yang memenuhi syarat untuk menafsirkan al-qur’an karena kedekatan mereka kepada nas, keadaan-keadaan yang melingkupinya dan ajaranajaran Nabi.

Sebuah contoh nas yang zaani dalam al-qur’an adalah nas yang berbunyi ‘dilarang bagi kamu ibu-ibu kamu dan saudara-saudara perempuan kamu’ (Al-Nisa, 4: 23). Nas ini definitif dalam kaitan dengan larangan  mengawini ibu atau saudara perempuan dan tidak ada bantahan dalam hal ini. Namun demikian kata Banatukum (saudara-saudara perempuan kamu) dapat dipahami dari makna harfiahnya, yang berarti, anak perempuan yang lahir dari seorang baik melalui perkawinan atau zina, aau makna yuridisnya. Menurut makna terakhir ‘banatukum’ hanya dapat diartikan sebagai anak-anak perempuan yang sah.

Para fuqaha tidak sependapat tentang makna mana yang harus diterapkan  kepada nas itu. Para ulama hanafi mengikuti makna pertama dan menetapkan larangan menikah dengan anak perempuan yang tidak sah, sementara para ulama syafi’I memakai makna yang kedua. Menurut interpretasi ini perkawinan dengan anak perempuan yang tidak sah adalah tidak dilarang, karena nas itu hanya menunjuk kepada anak permpuan hasil perkawinan yang tidak sah. Akibat hukumnya, anak perempuan yang tidak sah tidak mempunyai hak kewarisan, dan ketentuan-ketentuan pemeliharaan dan perwalian tidak berlaku bagi dirinya.

Suatu petunjuk dari al-qur’an kadang-kadang mempunyai makna defitif dan makna spekulatif sekaligus, dimana masing-masing kasus dari dua makna ini akan memberikan ketentuan yang berdiri sendiri. Contohnya adalah petunjuk tentang syaratu wudhu yang sebagian ayatnya menyatakan : ‘…. Dan cucilah kedua tanganmu (Al-ma’idah, 5:6). Nas ini defiitif dalam hal syarat mencuci (mas) tangan dalam wudhu, tetapi karena ia tidak menentukan bagian mana yang harus dicuci secara pasti, maka ia bersifat spekulatif dalam soal ini. Oleh karena itu, kita menjumpai para fuqaha bersepakat tentang hal yang pertama tetapi berbeda pendapat tentang aspek yang kedua dar petunjuk ini.

Para ulama sepakat bahwa nas yang spesifik (khass) dari al-qur’an (dan sunah) adalah definitif, tetapi mereka tidak sepakat mengenai apakah nas yang umum (amm) definitif ataukah spekulatif. Ulama-ulama Hanafi mentapkan bahwa yang ‘amm adalah definitif dan mengikat: tetapi ulama-ulama maliki, syafi’I dan hambali berpendapat bahwa ‘amm semata adalah spekulatif dan terbuka bagi kulifikasi dan spefikasi.

Nas yang khas biasanya terdapat dalam bentuk perintah dan larangan, dapat berupa zaani atau qat’i. Bagian dari perintah atau larangan yang bersifat zani dengan mudah ditunjukan dengan kenyataan bahwa suatu perintah dalam al-qur’an dapat berarti wajib, mandub atau bahkan mubah. Demikian juga, tidaklah selalu pastui sebuah larangan  didalam al-qur’an bersifat tahrim (larangan total) atau hanya karahah (dibenci).

Nas yang mutlak (mutlaq) dan yang terkulifikasi (Muqayyad) juga diklasifikasikan sebagai bagian dari corak nas yang khass. Tetapi hal ini dapat dikaitkan dengan qat’i-zanni minimal dengan dua cara. Pertama agak mirip dengan amm, mutlak adalah spkulatif dalam lingkup penerapannya yang pasti. Kedua kualifikasi mutlaq, dasar-dasarnya dan bentuk hubungan antara dikulifikasi dan yang mengkualifikasi tidak selalu merupakan materi pengetahuan yang pasti. Nas alqur’an yang mutlak kadang-kadang dikulifikasi atas dasar-dasar spekulatif.
Al-Ijmal wa’il-Tafsil (Yang bersifat Garis Besar dan yang terinci)
Bagian besar dari dalalah al-qur’an berbentuk pengungkapan prinsip-prinsip umum, meskipun dalam bidang-bidang tertentu quran juga memberikan rincian-rincian khusus. Sebagai sumber utama syari’ah, al-qur’an meletakkan pedoman-pedoman umup pada hamper setiap topic utama bagi hukum islam. Abu zahrah setuju dengan pendirian  Ibn Hazm bahwa setiap bab fiqh menemukan dasar-dasarnya dalam al-qur’an yang  kemudian dijleaskan dan dikolaborasikan  oleh sunah.

Pernyataan yang sering dikutip bahwa “Tiadalah kami lupakan sesuatupun didalam alkitab (al-an’am, 6:38) memberikan makna bahwa Ru’us Alhakam, yakni prinsip-prinsip umum hukum dan agama, secara lengkap telah dijelaskan dalam al-qur’an. Bahwa al-qur’an terutama meperhatikan prinsip-prinsip umum dikuatkan oleh kenyataan bahwa isi-sinya memerlukan elaborasi yang panjang, yang sering diberikan, meskipun tidak menyeluruh, oleh sunah. Contohnya, ayat al-qur’an berikut memberikan otoritas tekstual kepada semua sumber hukum syari’ah, yaitu al-qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas. Ayat ini mengatakan: “ hai orang-orang yang beriman, taatialha allah dan rasul dan ulum amri diantara kamu, dan jika kamu berselisih tentang suatu hal maka kembalikanlah kepada allah dan rasul-Nya….” (Al-Nisa, 4:58). ‘Taatilah Allah ‘ dalam ayat ini merujuk kepada sunnah nabi dan ulul amri diantara kamu’ memberikan kewenangan kepada consensus ulama. Bagian terakhir dari ayat ini (dan jika kamu berselisih….) mengabsahkan qiyas. Suatu perselisihan hanya dapat dikembalikan kepada allah dan rasulnya dengan memperluas ketentuan-ketentuan quran dan sunah melalui analogi kepada kasus-kasus serupa. Menurut pengertian ini orang bisa mengatakn bahwa seluruh materi usul al-fiqh merupakan penjelasan tentang sat ayat Quran ini.

Al-syatibi berpendapat bahwa apabila al-qur’an memberikan rincian-rincian khusus maka ia berkaitan dengan upaya untuk mengungkapakan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip-prinsip umumnya. Sebagian besar kandungan hukum al-qur’an berbentuk ketentuan-ketentuan umum, meskipun ia memuat petunuk-petunjuk khusu tentang sejumlah topik. Pada umumnya al-quran bersifat khusus dalam masalah-maslah yang dianggap tidak bisa diubah, tetapi dalam maslah-masalah yang bisa diubah, ia haya meletakkna pedoman-pedoman umum.

Dalil al-qur’an tentang masalaha-masalah perdata, ekonomi, konstitusional, dan interasional secara keseluruhan terbatas pada pengungkapan prinsi-prinsip umum dan tujuan-tujuan hukum. Dalam bidang pidana dan hukuman legislasi al-qur’an bersifat khusus menyangkut hanya lima detik, yakni pembunuhan, pencurian, perompakan zina dan tuduhan fitnah. Oleh sebab itu, alquran memberikan wewnang kepada masyarakat dan ulul amri untuk menentukannya dalam kerangka prinsip-prinsip syari’ah dan kondisi masyarakat yang berubah-ubah. Dalam bidang hubungan-hubungan internasional, Al-quran meletakkan ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah perang dengan orang kafir dan menguraikan keadaan-keadaan ketikah harta kekayaan mereka  dapat dimiliki dalam bentuk rampasan. Demikian juga, perintah-perintah alquran untuk berbuat adil terbatas pada pedoman-pedoman umum dan tidak ada rincian yang diberikan menyangkut tugas-tugas hakim atau cara pembuktian. Mengenai prinsip-prinsip pemerintahan, seperti musyawarah, persamaan dan hak asasi rakyat, Al-quran tidak memberikan rincian apapun. Prinsip-prinsip umum diletakkan dan adalah kewajiban bagi masyarakat untuk menata pemerintahan mereka dalam kerangka kondisi-kondisi masyarakat yang berubah-ubah. Al-quran sendiri melarang orang-orang yang beriman untuk mencari aturan bagi setiap  masalah dengan kerangka wahyu allah yang jelas karena ini tampaknya akan membawa kepada kekakuan dan pembatasan-pembatasan yang tidak praktis: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah betanya tentang sesuatu yang jika di uraikan kepadamu maka akan mempersulit dirimu….’ (5:104).

DAFTAR PUSTAKA


Firdaus. 2004. Ushul Fiqh Metode mengkaji dan memahami hukum islam secara komprehensif. Jakarta: Zikrul Hakim

Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Jakarta: LOGOS Wacana Ilmu

Khallaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul fiqh. Jakarta : Rineka Cipta

Senin, 22 Oktober 2012

KEINDAHAN DI WAKTU SHUBUH



Joyosuko, 23 Oktober 2012

Terdengar suara adzan telah di kumandangkan di masjid al-ikhlas. Sebuah Masjid dibelakang kost ku yang selalu ramai, penuh sesak ketika Shalat jum’at Tiba. Walaupun adzan sudah dikumandangkan tubuh ini enggan untuk berangkat ke masjid. Kakiku tetap bersila, telingaku tersumpal oleh lagu salah satu band besar di Indonesia, Mataku terpaku pada LCD Laptop, Jari jemariku sibuk otak atik Keyboard. Maklumlah karena dari tadi aku membuka file-file Laporan PKL yang sudah di kejar deadline.



Iqamah pun telah di kumandangkan, ku paksa tubuh ini bangun untuk berangkat kemasjid. Mencari sedikit penghidupan Akhirat dengan berjama’ah Shubuh. Pintu kost pun ku buka, dingin langsung menyerang tubuhku, sampai merasuk kedalam tulang-tulangku. Ingin rasanya aku masuk kekamar lagi untuk menikmati manfaat dari selimut kecilku. Kupaksa langkahku untuk tetap pergi kemasjid.



Langit masih sangat gelap, namun terasa sangat indah langit waktu itu. Kegelapan yang sedikit di taburi bintang dan bersih dari warna putih si awan. Kesunyiannya memberikan Hati ini ketenengan. Ku hirup Udara pagi untuk memenuhi Paru-paruku. Udara yang bersih yang belum banyak bercampur dengan Polutan. Begitu “Indah shubuh ini” memberikan jiwaku ketenangan. 


Minggu, 21 Oktober 2012

MURJI'AH



Pengertian dan Kelahiran Murji’ah

Aliran Murji’ah lahir di Damaskus pada abad pertama Hijriah. Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti menunda atau mengembalikan. Perkataan Murji’ah memberi pengertian menangguhkan hukum perbuatan seseorang sampai kehadapan Tuhan di kemudian hari atau memberi pengharapan bagi orang yang melakukkan dosa besar tidak dihukum kafir masih mempunyai harapan pengampunan .

Kaum Murji’ah pada mulanya muncul karena permasalahan politik. Bermula dari peristiwa  terbunuhnya Utsman bin affan, munculnya konflik antara Ali Bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah yang melatarbelakangi  munculnya peristwa tahkim, sampai keluarlah pendapat tentang siapa yang salah dihubungkan dengan konsep kafir dan dosa besar. Kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau ikut campur dala pertentangann –pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidak kafir orang-orang yang bertentangan itu kepada Tuhan. 

Entah karena netral atau bimbang dalam menetapkan manakah di antara kelompok yang bertikai itu yang benar, yang jelas kaum murji’ah mengambil jalan tengah. Kelompok ini menganggap bahwa pembunuhan dan pertumpahan darah yang terjadi dikalangan kaum muslimin adalah sebuah kejahatan besar. Tetapi mereka enggan menimpakan kesalahan kepada salah sat pihak yang bertikai. Mereka malah mengatakan “Urusan mereka terserh Allah. Dia-lah yang akan memutuskan dengan benar pada hari kiamat nanti”.

Satu hal  yang  sulit  diketahui  dengan pasti   ialah  siapa sebenarnya pendiri  atau tokoh Ulama’ aliran  ini.  Menurut  Syahrastani,  Husain bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib adalah orang yang pertama yang menyebut irja’. Akan tetapi, hal ini belum menunjukkan bahwa ia adalah pendiri Murji’ah.
Hal-hal yang melatar belakangi kehadiran Murji’ah antara lain :
  1. Adanya perbedaan pendapat antara orang Syi’ah dan khawarij.
  2. Adanya   pendapat   yang  menyalahkan  Aisyah   dan   kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
  3. Adanya  pendapat  yang menyalahkan  orang  yang  ingin merebut kekuasaan Ustman bin Affan .


Ajaran-Ajaran Murji’ah

Aliran Murji’ah adalah Aliran Islam yang muncul dari golongan yang tidak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan khowarij. Pengertian Murji’ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seoang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang muslim, sekaipun berdosa besar dalam kelompok ini tetap di akui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat .

Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum Khawarij, mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan meraka. Apabila kaum  Khawarij menjatuhkan hukuman kafir bagi orang yang berbuat dosa besar, kaum Murji’ah menjatuhkan hukuman mukmin bagi orang yang serupa itu. Adapun soal dosa besar yang mereka buat, itu ditunda penyelesaiannya kehari perhitungan kelak. Argumentasi yang kaum Murji’ah majukan dalam hal ini ialah bahwa orang Islam yang berdosa besar itu tetap mengakui, bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya. Dengan kata lain orang serupa itu tetap mengucapkan kedua  syahadat   yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang berdosa besar menurut pandangan golongan ini,  tetap mukmin dan bukan kafir .

Dalam ajaran utama aliran Murji’ah, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukumi [ditentukan] keudukannya dengan hukum dunia; mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan dengan hukum akhirat. Sebab, bagi mereka, perbuatan maksiat tidak merusak iman sebagaimana perbuatan taat tidak bermanfaat bagi yang kufur (la tadlurru ma’a al-iman al-ma’shiyyah kama la tanfa’ ma’a al-kufr tha’ah). Di sampiung itu, bagi mereka, iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak (al-jahl bi Allah ‘ala al-ithlaq). Oleh karena itu, menurut Murji’ah, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang (al-iman la yazid wa la yanqush). Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, dan memandang lebih baik menunda (raja’a)  penyelesaian persoalan ini kehari perhitungan di depan Tuhan. Dengan demikian, kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu kepada Tuhan .

Pokok-pokok ajaran Murji’ah adalah sebagai berikut:
  1. Iman hanya membenarkan (Pengakuan ) dalam hati.
  2. Orang yang melakukan dosa besar tidak dihukum kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat Syahadat.
  3. Hukum terhadap segala perbuatan manusia ditangguhkan hingga hari kiamat kelak

Sebagai Konsekuensi dari ajaran ini, lahir dari beberapa pendapat antara lain:

Pendapat Aliran Murji’ah Ekstrim (Mubtadiyah)
  • Keimanan Merupakan pokok ajaran, sedangkan amal merupakan Nomor dua. Amal tidak berpengaruh pada Iman. Ajaran inilah yang nantinya di kemudain hari menimbulkan kesan yang tidak baik di kalangan Murji’ah.


Pendapat Aliran Murji’ah Moderat (Sunniyah)
  • Orang Berbuat dosa masih mempunya harapan memperoleh rahmat dan ampunan. Ia masih mukmin dan tidak Kafir.
  • Iman adalah kunci masuk surga. Amal akan menentukan tingkatan yang di masuki seseorang masuk surga.


Aliran Murji’ah Ekstrim di pandang tidak baik dan tidak disenangi. Karena yang dipentingkan  hanya Iman, Norma-norma Ahlak biasa di pandan kurang penting dan diabaikan .

Sekte Aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah juga terbagi menjadi beberapa sekte:
  1. Al-jamiah: Orang isalam yang percaya Tuhan lalu menyatakan kufur secara lisan tidak dianggap kafir, karena iman dan kufur letaknya di hati, bukan di bagian tubuh lain.
  2. Al- Sahlihiah: Iman adalah mengetahui Tuhan. Kufur adalah tidak tahu tentang Tuhan. Sholat bukan Ibadah, karena ibadat itu iman pada-Nya atau mengetahui Tuhan. Sholat, puasa dan lai-lain hanya menggambarkan kepatuhan.
  3. Al Ubadiyah: Jika seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidak akam merugikan  yang bersangkutan.
  4. Ats-tsaubaniyah: Iman adalah mengetahui allah dan RasulNya. Yang masuk akal boleh diperbuat, kalau tidak masuk akal ditinggalkan karena bukan dari iman.
  5. Al-Yunusiah: melakukan perbuatan maksiat dan kejahatan tidak merusak iman.
  6. Al-tumaniyah: Iman adalah membenarkan dengan hati dan lidah. Kafir adalah tidak tahu kepada Tuhan. Sujud pada Matahari, bulan, patung bukan kafir tapi hanya tanda kekeafiran.
  7. Al-Ghassaniyah: Iman adalh ma’rifat pada allah da RasullNya, mengakui apa yang diturunkan  Allah dan dibawa Nabi secara Alobal. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.

Pada perkembangan Aliran Murji’ah, Murji’ah Moderat sebagai golongan yang berdiri sendiri sudah hilang dalam sejarah. Ajaran-ajaran tentang Iman, kufur dan dosa-dosa besar diterima dan masuk dalam aliran Ahli Sunah Wal jam’ah. Murji’ah Ekstrim juga telah hilang. Tapi masih ada yang menjalankan ajarnajaran ekstrim tanpa di sadari.

4. Pembagian Kelompok Murji’ah
Pada umumnya aliran murji’ah di bagi dala dua golonga besar, yaitu golongan Moderat dan Ekstrim. Menurut kelompok murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa keimanan  terletak di  dalam kalbu. Oleh karena  itu,  segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari  kaidah agama  tidak berarti  menggeser  atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya  masih  sempurna dalam pandangan Tuhan. Sedangkan  yang   dimaksud   murji’ah   moderat   adalah mereka   yang   berpendapat   bahwa   pelaku   dosa   besar   tidaklah menjadi   kafir.  Meskipun   disiksa   di   neraka,   ia   tidak   kekal didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya .

1. Golongan Moderat
Golongan Moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka Sama sekali.

Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk Al-hasan Ibn Muhammad Ibn ‘Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hasist. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi Iman sebagai berikut : Iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya tuhan, Rasul-rasul-NYa dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam perincian; Iman  tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada perbedaan manusia dalam hal Iman.

Dengan gambaran serupa Itu, maka iman semua orang islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara Iman orang Islam yang berdosa besar dan Iman orang Islam yang patuh menjalankan  Perintah-perintah Allah. Jalan pikiran yang di kemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan Iman.

2. Golongan Ekstrim
Adapun yang termasuk kedalam golongan ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat di jelaskan seagai berikut:

a) Kelompok Al-Jamiyah
Adapun golongan murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya disebut al-jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang islam yang percaya kepada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, Karena kafir dan iman tempatnya bukan didalam bagian tubuh manusia tetapi hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan Iman, meskipun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama yahudi dengan menyembah berhala atau Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam padangan Allah. Dan orang yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna Imannya.

b) Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi kelompok pengikut Abu Al-hasan Al-Salihi, Iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahu kepada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah Ibadah kepada Allah, karena yang disebut Ibadat Adalah Iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan.

c) Kelompok Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-Ubudiyah
Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam Iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan . Dlam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
Kaum Yunusiyah yaitu pengikut-pengikut Yunus Ibnu ‘Aun dan Numairi berpendapat bahwa “Iman” itu adalah mengenai Allah, dan menundukan diri pada-Nya dan mencintainya sepenuh Hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnnya, seperti “taat” misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan bukanlah iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan  tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu memang benar.

d) Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini mengatakan bahwa, “Saya tau Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itau adalah kambing ini” maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula prang yang mengatakan “Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tdak tahu apakah ka’bah di india atau ditempat lain” orang yang demikina juga tetap mukmin.

Tokoh-tokoh Aliran Murji’ah
Tokoh Utama Aliran ini ialah Hasan Bin Bilal Muzni, abu Sallat Saman dan Diror bin Umar. Dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini terbagi menjadi kelompok moderat yang dipelopori oleh Hasan Bin Muhammad Bin ‘Ali  bin Abi Tholib dan kelompok ekstrem yang di pelopori oleh Jaham bin Abi Shofwan.


DAFTAR PUSTAKA
http://wikipedia.com. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2012
Rusyd, Ibn. 2006. Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam. Jakarta: Erlangga
Nasution, Harun. 1986. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press
Nasution, Harun. 2008. Teologi Islam aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI press
Rozak, Abdul., dan Anwar, Rosihon.2006. Ilmu Kalam,  Bandung: Pustaka Setia

Kamis, 04 Oktober 2012

spektroskopi Uv-Vis


UV-VIS
Warna-warna yang Nampak dan fakta orang bisa melihat adlah akibat-akibat absorbs energy oleh senyawa organic dan anorganik. Penangkapan energy matahari oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis adalah suatu aspek lain dan interaksi senyawa organic dengan energy cahaya. Yang merupakan perhatian primer bagi ahli kimia organic ialah fakta bahwa panjang gelombang pada sustu senyawa organic menyerap energy cahaya, bergantung pada setruktur  senyawa itu. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tidak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan (dari) senyawa yang diketahui (Fesseden, 1986).

Senyawa koordinasi atau senyawa kompleks dapat memiliki warna tertentu. Dimilikinya warna tersebut  akibat adanya transisi electron yang terjadi  pada daerah sinar tampak (Vissible). Pada transisi ini electron pindah dari dari suatu term dengan tingkt energy tertentu menuju ke term dengan tingkat energy yang lebih tinggi (Effendy, 2010).

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet dan terlihat dri senyawa-senyawa organic berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan radiasi ultraviolet/terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya terjadi antara orbital ikatan antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan adalah merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan tenaga yang lebih tinggi diperoleh bila electron-elektron dalam ikatan σ tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah 120-200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relative tidak banyak memberikan keterangan. 200 nm eksitasi system terkonjugasi π segera dapat diukur dan spectra yang diperoleh memberikan banyak keterangan. Dalam praktek, spektrofotometri ultraviolet digunakan terbtas pada system-sistem terkonjugasi (Sidohamadjojo, 1985).

Pengukuran absorbansi atau transmitasi dalam spektrskopi Ultraviolet dan daerah tampak digunakan untuk analisis kuantitatif spesies kimia. Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahap yang pertama yaitu M+hv M*, merupakan eksitasi spesies akibat absorbs foton (hv) dengan waktu hidup terbatas (10-8-10-9 detik). Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya daerah ultraviolet dan daerah tampak menyebabkan eksitasi electron ikatan. Puncak absorbs (λ maks) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies . Spektroskopi absorbsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif. Spesies yang mengansorbsi dapat melakukan transisi yang meliputi (Khopkar, 1990):
  •  Electron π,σ, dan n
  • Electron-elektron d dan f
  • Transfer muatan electron


Trasisi yang meliputi electron π,σ, dan n- elekron terjadi pada molekul-molekul organic dan sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorbsi radiasi elektromagnetik karena adanya electron valensi, yang tereksitasi ketingkat energy yang lebih tinggi. Dan absorbs trjadi dalam daerah UV-Vakum (<185 mm). Sedangkan kromofor dengan energy eksitasi yang rendah mempunyai  daerah absorbsi diatas 180 nm. Elektron dari molekul organic yang mengabsorbsi meliputi electron yang digunakan pada ikatan antara atom-atom dan elektro nonbonding atau electron tidak berpasangan yang pada umumnya terlokalisasi. Transisi electron pada tingkat-tingkat energy terjadi dengan mengabsorbsi radiasi sehingga menyebabkan terjadi transisi σ-σ*, n-σ*, n-π* dan π-π*, dimana σ* dan π* adalah orbital atom anti ikatan sedangkan n merupakan orbital tidak berikatan yang mempunyai energy diantara orbital ikat dan anti ikatan (Khopkar, 1990).

Pelarut dapat mempengaruhi transisi n→π*, dan π→π*. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi (Rohman,2010).
Tabel 2,1
Pergeseran-pergeseran panjang gelombang aseton yang mengalami transisi n→π* dalam berbagai pelarut (Sumber: Pavia et.el)
Pelarut
Air
Metanol
Etanol
Kloroform
Heksana
Λ (nm)
264,5
270
272
277
279

Dari table ini dapat diketahui bahw aseton yang mengalami transisi n→π* akan mempunyai panjang gelombang yang paling kecil jika dilarutkan dalam air  (246,5) yang merupakan pelarut yang paling polar pada table diatas, dan juga akan mempunyai panjang gelombang yang paling besar jika dilarutkan dalam pelarut yag paling non polar. Hal sebaliknya akan terjadi jika suatu senyawa yang mengalami transisi π→π* dilarutkan pada pelarut yang paling polar dari serangkaian pelarut yang diuji, maka dalam pelarut yang paling polar senyawa yang mengalami transisi π→π* akan mempunyai panjang gelombang yang palin besar (Rohman, 2010).

Suatu Spektrometer tersusun dari sumber spectrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pegabsorsi untuk lartan sampel atau blank dan suatu alat untuk mengukur prbedaan absorbs antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 1990).

Daftar Pustaka
Effendy. 2010. Spektroskopi UV/Vis Senyawa Koordinasi. Malang: UM Press
Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Aalitik. Jakarta: UI Press
Sastrohamidjojo, H. 1990. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty