About

Selamat Datang

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 29 Desember 2012

Kodifikasi (Tadwin) Hadist

Secara bahasa tadwin di terjemahkan dengan kumpulan shiffah(mujtama’ al-shoruf).secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u(mengumpulkan) .Al-zahrani merumuskan pengertian tadwin:

تفيدالمتفرق المشتت وجمعه في ديوان اوكتاب تجمع فيه الصح

Mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannya menjadi satu diaawn atau kitb yang terdiari dari lembaran

Sementara yang dimaksud dengan tadwin hadits dalam periode ini adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan pemerintah kepala negara,dengan melibatkan beberapa personil yang dibidangnya. Usaha ini di mulai pada masa pemerintahan islam yang di pimpin oleh kholifah umar ibnu abdul azis kholifah ke 8 dari kekholifahan bani umayyah melalui instruksinya kapada para pejabat daerah agr memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para penghafalnya,kepada abu bakar ibnu muhammad ibn amri ibn hazm(gubernur madinah)ia mengirim instruksi yang antara lain berbunyi:

انظرواحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فا كتبوه فا ني حفت دروس العلم ودهاب (وفي روايةدهابه العلماء)ولاتقبل الاحديث النبي صلي الله عليه وسلم
Perhatikan atau periksalah hadits-hadits rasul kemudian tuliskanlah!aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ulama’(para ahlinya)dan janganlah kamu terima kecuali hadits rasul SAW

Kholifah menginstruksikan kepada abu bakar ibn hazm agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada amrah binti abdurrahman al-anshori(murid kepercayaan siti asiyah)dan al-Qosim ibn Muhammad ibn Abu Bakar.Inatruksi yang sama ia tijikan kepada Muhammad ibn Syuhab Al-Zuhri,yang dinilainya sebagai orang yang lebih banyak mengetahui dari pada yang lainnya.

Abu Bakar ibn Hazm berhasil menghimpun hadits dalam jumlah yang menurut para ulama’ kurang lengkap .Sedang ibn syihab Al-Zuhri berhasil menghimpunnya yang dinilai para ulama’ lebih lengkap,akan tetapi sayang sekali karya kedua tabi’in ini lenyap tidak sampai pada generasi sekarang.

Latar Belakang Pembukuan Hadits

Sekurang-kurangnya ada 2 hal pokok mengapa umar ibn abdul aziz mengambil sikap seperti ini .Pertama ia khawatir terhadap hilangnya hadits-hadits dengan meninggalnya para ulama’ di medan perang. Kedua,ia khawatir juga akan tercampurnya antara hadits-hadits yang sohih dengan hadits-hadits yang palsu. Dipihak lain bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan islam.Sementara kemampuan para tabi’in anta satu dengan yang lainnya tidak sama,jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini. Dengan melihat berbagai persoalan yang muncul, sehingga akibat terjadinya pergolakan politik, yang sudah cukup lama, dan mendesaknya kebutuhan untuk segera mengambil tindakan guna penyelamatan hadits dari kemusnahan dan pemalsuan mak umar ibn abdul aziz sebagai seorang kholifah yang berakhlak mulia,adil danwirai terdorong untuk maengambil tindakan ini bahkan menurut beaberap filsafat,ia turaut terlibat maendiskusikan hadits-hadits yang sedang dihimpunnya.

Sejarah kodifikasi hadis pada masa nabi muhammad SAW
Pembukuan hadis periode mutaqaddimin

Yang dimaksud dengan mutaqaddimin adalad periode yang berada anatar fase abad I hingga III hijriyah yang dimulai dari masa awal hijrahnya Rasulullah saw hingga masa tabi’in, masa ini kemudian diistilahkan oleh para ulama dengan al-Qurun al-Mufaddalah (abad yang dimuliakan). Pembukuan hadis pada masa mutaqaddimin terjadi dimulai pada abad akhir ke II H.

Dalam sejarah penghimpunanan dan kodifikasi Hadist mengalami perkembangan yang agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi Al-Qur’an. Hal ini wajar saja karena Al-Qur’an pada masa Nabi sudah tercatat seluruhnya sekalipun sangat sederhana, dan mulai dibukukan pada masa Abu Bakar khalifah pertama dari Khulafa Ar-Rasyidin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan padamasa Usman bin Affan yang disebut dengana Tulisan Ustmani (Khath ‘Ustmani). Sedangkan penulisan Hadist pada masa Nabi secara umum justru malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa abad ke-2 Hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke-3 Hijriyah.

Hadis pada masa Rasulullah saw. dan khulafa’ al-rasyidin belum dibukukan secara resmi (tadwin). Hal itu erat kaitannya dengan larangan penulisan selain al-Qur’an oleh Rasulullah saw. meskipun terdapat juga hadis yang membolehkan penulisannya.

Hadis yang melarang penulisan misalnya adalah:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّى وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ – قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ – مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Dari Abi Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw. bersabda “Jangan menulis dariku, barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah dia menghapusnya. Riwayatkanlah apa yang datang dariku tanpa ada dosa, dan barang siapa yang berdusta atas diriku secara sadar,maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka.

Sedangkan hadis yang membolehkan penulisan hadis adalah:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو ، قَالَ : كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أُرِيدُ حِفْظَهُ ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ عَنْ ذَلِكَ ، وَقَالُوا : تَكْتُبُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا ؟ فَأَمْسَكْتُ ، حَتَّى ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ : اكْتُبْ ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلاَّ حَقٌّ.

Terjemahannya: “Dari Abdullah ibn ‘Amr berkata: Saya menulis setiap sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah saw. untuk dihafal, lalu orang-orang Quraisy melarangku seraya berkata: Apakah engkau menulis semua apa yang diucapkan Rasulullah pada waktu marah dan ridha? Lalu saya diam hingga aku laporkan ke Rasulullah saw. dan berkata “Tulislah! Demi zat yang aku dalam genggamannya, tak satupun yang keluar dariku kecuali kebenaran.

Ulama berusaha untuk mempertemukan dan mendamaikan kedua hadis yang kelihatannya bertentangan satu sama lain dengan beberapa cara:

  1. Hadis Abu Sa’id al-Khudri termasuk hadis mauquf sehingga tidak layak menjadi hujjah. Sedangkan hadis Abdullah ibn ‘Amr sahih.
  2. Larangan penulisan hadis itu terjadi pada awal Islam karena khawatir bercampur baur dengan al-Qur’an, sedangkan hadis yang membolehkan itu me-nasakh hadis sebelumnya.
  3. Larangan penulisan hadis itu terjadi jika dilakukan dalam satu mushaf dengan al-Qur’an.
  4. Larangan itu berlaku bagi orang yang kuat hafalannya dan dikhawatirkan beralih ke tulisan, sedangkan izin berlaku yang tidak kuat hafalannya.
  5. Larangan penulisan hadis berlaku secara umum, sedangkan izin diberikan kepada orang yang tidak dikhawatirkan salah penulisan dan sembrono.

Oleh karena itu, penulisan hadis (al-kitabah al-Hadis|) telah terjadi pada masa Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Di antara penulis hadis dari kalangan sahabat adalah Abu Umamah al-Ba (10 SH-81 H), Abu Ayyub al-Ansari (w. 52 H), Abu Bakar al-Siddiq (50 SH-13 H) dan sahabat-sahabat lain yang jumlahnya mencapai 50-an.

Kemudian pada tingkat tabi’in, muncul juga beberapa penulis hadis antara lain, Aban ibn Us|man ibn ‘Affan (20-105 H), Ibrahim ibn Yazid al-Nakha’i (47-96 H), Abu Salamah ibn Abd Rahman (32-104 H) dan tabi’in-tabi’in yang mencapai 100-an. Kemudian dilanjutkan oleh tabi’in muda dan beberapa pengikut tabi’in.

Pada ketiga masa (abad I-III) penulisan hadis telah terjadi, namun masih dalam bentuk tulisan-tulisan individu dan belum terpisah antara satu dengan yang lainnya, mengingat anatara ketiga memiliki bentuk pembatasan periwayatan. Bentuk-bentuk pembatasan-pembatasan tersebut adalah:

  1. Pada masa Rasulullah saw terjadi pelarangan penulisan hadis dari beliau saw, karena kekhawatiran tercampurnya al-Qur’an dengan hadis.
  2. Pada masa Sahabat Nabi saw terjadi pembatasan riwayat disebabkan karen kekhawatiran para KhulafaU Al-Rasyidin umat Islam mengkonsentrasikan diri mencari dan menghafalkan hadis dan mengabaikan al-Qur’an .
  3. Pada masa Tabi’in periwayatan masih sebatas periwayatan \lisan dan tulisan yang terdapat dalam individu-individu. : .
  4. Kodifikasi hadits atau yang biasa disebut tadwin hadits adalah kodifikasi secara resmi berdasarkan perintah kepala Negara dengan melibatkan beberapa sahabat yang ahli di bidangnya. Kodifikasi seperti ini pernah terjadi di zaman Rasululah SAW.

Perkembangan Kodifikasi Hadits

Pada abad I H, sebagian perawi mencatat Hadits, sedangkan yang lain tidak menulisnya. Dalam meriwayatkan, mereka hanya berpegang pada ingatan dan kekuatan hafalannya. Keadaan seperti ini berlangsung sampai pada masa pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz ra. Masa ini disebut masa pra kodifikasi Hadits karena belum ada perintah resmi dari pemerintah. Walaupun ada sebagian sahabat yang menulis dan membukukannya, namun hal itu dilakukan terbatas pada motif pribadi, seperti kitab yang ditulis oleh Abdullah bin Umar bin Ash “ Al Shohifah al Shadiqah “ yang memuat seribu Hadits.

Permulaan abad ke II adalah masa penulisan dan kodifikasi Hadits yaitu kodifikasi secara resmi berdasarkan perintah kepala Negara dengan melibatkan beberapa sahabat yang ahli dibidangnya, tidak seperti kodifikasi yang dilakukan secara perseorangan untuk kepentingan pribadi, sebagaimana yang telah terjadi pada abad I H. Usaha ini dimulai ketika pemerintahan Islam dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ( 99-102H ), khalifah ke-8 dari kekhalifahan dari Bani Umayah, melalui instruksinya kepada para pejabat daerah agar memperhatikan dan mengumpulkan Hadits dari hafalannya. Ia menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad ibn Amar ibn Hazm (Gubernur Madinah) agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al Anshori (Murid kepercayaan Siti Aisyah). Dan Al Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar. Instruksi yang sama juga ia berikan kepada Muhammad bin Syihab az-Zuhri yang dinilainya sebagai seorang yang lebih banyak mengetahui Hadits.
Motif utama khalifah Umar bin Abdul Aziz berinisiatif demikian:

Kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Al-hadits seperti waktu yang sudah-sudah. Karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya al-hadits dari pendarahaan masyarakat.
Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara al-hadits dari hadits-hadits maudhu’ yang dibuat oleh orrang-orang untuk mempertahankan idiologi golongannya dan mempertahankan madzabnya, yang mulai tersiar sejak awal berdirinya kekhilafan Ali bin Abi Thalib r.a.
Alasan tidak terdewanya al-hadits secara resmi di zaman Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidin, karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya ddengan Al-qur’an, telah hilang, disebabkan Al-qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata di seluruh pelosok. Ia telah dihafal di otak dan diresapkan di hati sanubari beribu-ribu orang.
Kalau di zaman khulafaur rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang saudara orang-orang muslim, yang kian hari kian menjadi-menjadi, yang sekaligus berakibat berkurangnya jumlah ulama hadits, maka pada saat itu konfrontasi tersebut benar-benar terjadi.
Disisi lain semakin meluasnya daerah kekuasaan islam, sementara kemampuan para tabi’in antara satu dengan yang lain tidak sama, sehingga sangat memerlukan adanya kodifikasi.

Beberapa ulama Hadits yang berhasil menyusun kitab tadwin yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang diantaranya :

Pertama, Malik bin Anas (93-179 H) di Madinah, dengan kitabnya Al-Muwattha’. Kitab tersebut disusun pada tahun 143 H dan para ulama menilainya sebagai kitab Tadwin pertama. Jumlah Hadits yang terdapat dalam kitab al Muwattha’ kurang lebih 1720 buah Hadits.
Kedua, kitab Musnadu al Syafi’i. didalam kitab ini ia mencantumkan seluruh Hadits yang bernama al-Umm, selain itu juga ada beberapa kitab lainnya seperti al-Jami’, al-Musnad, al-Musannaf Asy Syafi’I, al-Musannaf al-Auza.

Sistem pembukuan Hadits pada masa ini yaitu, para pengarang menghimpun semua Hadits mengenai masalah-masalah yang sama dalam satu kitab karangan saja. Dan dalam kitab ini Hadits masih bercampur dengan fatwa sahabat dan tabi’in, belum ada pemilihan mana Hadits yang marfu’, hadist mauquf, ataupun Hadits Maqtu’, serta antara Hadits Shohih, Hasan, dan Dho’if.

Periode Penyempurnaan dan Pengembangan System Penyusunan Kitab Hadits
Awal masa ini ditandai dengan seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan system penyusunan kitab Hadits yaitu ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Abbasiyah, khususnya sejak masa al Makmunsampai dengan al Muktadir (201-300 H).

Munculnya masa seleksi ini karena pada masa pen-tadwin-an para ulama belum berhasil memisahkan beberapa Hadits mauquf dan maqtu’ dari hadits marfu’, memisahkan hadits dhai’if dari yang shohih, bahkan hadits maudlu’ yang tercampur pada hadits shahih. Pada masa inilah mereka berhasil memisahkan hadits-hadits yang masih tercampur sebagaimana disebutkan di atas. Berkat ke uletan dan keseriusan para ulama, pada masa ini bermunculan kitab-kitab hadits yang hanya memuathadits-hadits shahih yang dikenal dengan kutub as Sittah (Kitab induk yang enam) yang secara lengkap kitab-kitab enam tersebut diurutkan sebagai berikut :

  1. Shahih Bukhari susunan Imam al-Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
  2. Shahih Muslim susunan Imam Muslim (202-261 H / 817-875 M)
  3. As Sunan Abi Daud susunan Abu Daud (202-275 H/ 817-888 M)
  4. As Sunan At-Tirmidzi susunan Imam Abu Isa Muhammad At-Turmudzi (209-279 H / 824-892 M)
  5. As Sunan an Nas’I susunan Imam Nasa’I (215-303 H / 830-915 M)
  6. As Sunan Ibnu Majjah susunan Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yazid ar-Raba’I al Qazwini atau Ibnu Majjah (209-273 H / 824-887 M)

Dimana di antara kitab-kitab hadits yang sudah tersusun waktu itu adalah:

  1. Mushannaf Said bin Manshur (227 H)
  2. Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (235 H)
  3. Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (241 H)
  4. Shahih Al Bukhari (251 H)
  5. Shahih Muslim (261 H)
  6. Sunan Abu Daud (273 H)
  7. Sunan Ibnu Majah (273 H)
  8. Sunan At-Tirmidzi (279 H)
  9. Sunan An-Nasa’i (303 H)
  10. Al- Muntaqa fil Ahkam Ibnu Jarud (307 H)
  11. Tahdzibul Atsar ibnu jarir Ayh-Thobari (310 H)

Setelah munculnya kitab sittah dan muwattha’-nya Malik serta musnadnya Ahmad bin Hambal para ulama mengalihkan perhatiannya menysun kitab-kitab jawami’, kitab sarah mukhtashor. Penyusunan kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha pengembangan dan beberapa variasi pen-tadwin-an terhadap kitab-kitab yang sudah ada, diantaranya mengumpulkan isi kitab shahih Bukhari dan Muslim.

Masa ini dapat dikatakan sebagai masa keemasan dalam sejarah kodifikasi Hadits. Sebab para ulama telah berhasil memisahkan hadits-hadits Nabi SAW dari yang bukan hadits (fatwa sahabat dan tabi’in).

Metodologi Pembukuan Hadits
Metode Juz’ dan Atraf

Ini termasuk metode paling awal yang digunakan dalam mengelompokkan hadits. Metode Juz berarti mengumpulkan hadits berdasarkan guru yang meriwayatkan hadits kepada penulis kitab hadits. Metode atraf adalah pembukaan hadits dengan menyebutkan pangkalnya saja sebagai penunjuk matan hadits selengkapnya. Dianatara kitab-kitab yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah;

  • Atraf al-Sahihaini karya Ibrahim al-Dimasyqi (w. 400 H),
  • Atraf al-Sahihaini karya Abu Muhammad Khalaf ibnu Muhammad al-Wasti (w. 401 H),

Metode Muwatta’
Secara kebahasaan muwatta berarti sesuatu yang dimudahkan. Sedangkan secara istilah ilmu hadits, muwatta adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam, dan mencantumkan hadits-hadits marfu, mauquf, dan maqtu. Contoh kitab dengan metode ini adalah; Al Muwattha’ disusun oleh Imam Malik(95H-179H)

Metode Mushannaf
Secara kebahasaan mushannaf berarti sesuatu yang disusun, namun secara istilah sama artinya dengan muwatta’.

  • Al Mushannaf disusun oleh Syu’ban Ibn Hajjaj (160H)
  • Al Mushannaf disusun oleh Sufyan ibn Uyainah (198H)

Metode Musnad
Musnad adalah kitab yang disusun oleh pengarangnya dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu ditampilkan hadis-hadis yang periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat lain di dalam musnad shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini disusun, dengan mengesampingkan tema hadis. Kitab musnad yang paling terkenal, paling luas, paling banyak manfaatnya adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

Metode Jami
Jami’ berarti sesuatu yang mengumpulkan, menggabungkan, dan mencakup. Kitab Jami’ adalah kitab hadits yang metode penyusunannya mencakup seluruh topik-topik dalam agama, baik aqidah, hukum, adab, tafsir, manaqib, dan lain-lain. Dianatara kitab-kitab yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah;

Al-Jami’ Baina al-Sahiaini, karya Ibnu al-Furat (Ismail ibnu Muhammad) (w. 414 H)
Al-Jami’ baina al-Sahihaini, karya Muhammad ibnu Nasr al-Humaidi (w. 488 H)

Metode Mustakhraj
Manakala penyusunan kitab hadits berdasarkan penulisan kembali hadits-hadits yang terdapat dalam kitab lain, kemudian penulis kitab yang pertama tadi mencantumkan sanad dari dia sendiri, maka metode ini disebut mustakhraj. Dianatara kitab-kitab yang tersusun dalam bentuk seperti ini adalah;

Mustakhraj Sahih al-Bukhari karya al-Jurjani
Mustakhraj Sahih Muslim karya Abu ’Awanah (w. 216 H),
Takhrij ahadis al-Ihya’ karya al-’Iraqi, yaitu mentakhrij hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya’UlumuDin kraya al-Gazali

Metode Sunan
Kata ‘sunan’ adalah bentuk jamak dari kata sunnah, yang pengertiannya sama dengan hadits. Sementara yang dimaksud di sini adalah metode penyusunan berdasarkan klasifikasi hukum-hukum Islam (abwab fiqhiyah), dan hanya mencantumkan hadits-hadits marfu’. Ini yang membedakan dengan metode mushannaf dan muwatta yang juga banyak mencantumkan hadits-hadits mauquf dan maqtu’.
Sunan abu daud
Sunan an nasa’i

Metode Mustadrak
Adakalanya penyusunan kitab hadits berdasarkan menyusulkan (append) hadits-hadits yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadits yang lain. Namun dalam menuliskan hadits-hadits susulan tersebut penulis kitab tadi mengikuti persyaratan periwayatan hadits yang dipakai oleh kitab yang lain tersebut. dianatara kitab-kitab hadis yang disusun dalam bentuk seperti ini adalah :al-Mustadrak karya al-Hakim al-Naisaburi (w. 405 H), dan al-Ilzamat karya al-Daruqutni (w. 385 H).

Metode Mu’jam
Metode ini mengumpulkan hadits berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadits, negeri-negeri, atau yang lain. Dan lazimnya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabet). Kesembilan metode di atas merupakan metode yang lahir sejak dini, dimulai dari masa para sahabat.

Metode Zawaid
Sebuah hadits terkadang ditulis oleh sejumlah penulis hadits secara bersama-sama dalam kitab mereka. Ada pula hadits yang hanya ditulis oleh seorang penulis hadits saja, sementara penulis hadits yang lain tidak menuliskannya. Maka hadits-hadits jenis kedua ini menjadi lahan penelitian para pakar hadits yang datang kemudian. Hadits-hadits ini kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab tersendiri. Metode penulisan ini disebut zawaid yang berarti tambahan-tambahan. Di antara kitab- yang ada dengan metode ini adalah Zawaid al-Sunan al-Kubra oleh al-Busiri,

Penelitian hadis periode kontemporer

Setelah terkodifikasinya hadis pada periode Mutaqaddimin dan disempurnakan pada periode mutaakkkhirin para ulama hadis pada periode kontemporer kemudian melakukan kajian dan penelitian terhadap hadis- hadis Nabi saw dan mengembangkannya dengan menggunakan berbagai bentuk metode dan system, diantara metode dan system yang digunakan oleh para ulama hadis periode kontemporer dalam melakukan penelitian terhadap hadis-hadis Nabi saw adalah sebagai berikut

Metode Takhrij yaitu melakukan penelitian terhadap karya-karya ulama mutaakhkhirin yang belum tersentuh oleh takhrij salah satu ulama yang mengabdikan diri dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis pada periode ini adalah Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani (w. 1426 H) diantara karya beliau adalah Irwa’ al-Galil fi Takhrij Ahadis Manar al-Sabil yang mentakhrij dan menjelaskan hukum-hukum akan hadis yang terdapat dalam kitab Syarh al-Dalil karya Ibrahim bin Muhammad bin Dawiyan. karya beliau adalah Silsilah al-Ahadis al-ahihah, al-D}a’ifah, al-Maudu’ah. Dan banyak lagi karya-karya beliau yang berhubungan dengan takrij hadis.
Metode Ikhtisar al-Hadis, diantara karya-karya ulama hadis kontemporer dalam meringkas hadis-hadis yang telah dihimpun oleh ulama terdahulu baik dari kalangan mutaqaddimin maupun mutaakhkhirin adalah karya al-Albani yaitu Mukhtasar Sahih al-Bukhari dan Mukhtasar Sahih Muslim.
Metode tematik, yaitu mengumpulkan hadis-hadis yang memiliki tema tertentu, kemudian melakukan takhrij dan penelitian terhadap sanad dan matan untuk mengetahui kesahihan hadis tersebut, kemudian memberikan penjelasan dan uaraian terhadap hadi-hadis tersebut untuk menyelesaikan sebuah problematika baik yang bersifat antologis, epistemologis, maupun aksiologis. Penelitian dengan metode ini mulai dikenal setelah munculnya metode tematik dalam bidang tafsir al-Qur’an.
Metode digital yaitu melakukan penelitian hadis melalui program-program hadis yang telah dirancang dengan baik guna memberikan kemudahan kepada para peneliti hadis zaman ini

Pada masa ini jarang ditemukan ulama-ulam yang mampu mmenyampaikan periwayatan hadits beserta sanadnya secara hafalan yang sempurna. Yang umum adalah mempelajari kitab-kitab hadits yang ada,mengembangkannya, membuat pembahasan-pembahasannya atau membuat ringkasan-ringkasan hadits. Pada masa ini meskipun hadits relative sudah mapan, tetapi banyak ulam yang melakukan ijtihad dalam menetapkan kaidah-kaidah ilmiyah ilmu hadits. Selanjutnya sejak abad X sampai abad XIV kreatifitas ijtihad berhenti, kegiatan yang ada hanya masalah peringkasan dan pendiskusian hal-hal yang sifatnya harfiyah. Di antara kitab yang lahir pada masa ini adalah Al-Mahmudah Al-Baiquniyah karya Umar Ibn Muhammad Ibn Futuhi Al-Baquni. Di antara kitab karya-karya yang muncul pada masa itu adalah Al-Hadits Wa Al-Muhaddistun karya Muhammad Abu Zahw, As-Sunnah Wa Makanatuhu Fi At-Tasyri’ Islami karya Musthofa As-Siba’i.

DAFTAR PUSTAKA
Fatkhurrahman. 1970. Ikhtisar. Mustholakhul hadits. PT Al ma’arif : Bandung

Fazlurrahman. 1994. Wacana: Studi Hadits Kontemporer. PT. Tirta Wacana: Yogyakarta

Khon, Abdul Majid .1999. Ulumul Hadits . Pustaka Firdaus. Jakarta

Mudasir. 1999. Ilmu Hadis. Pustaka Setia : Bandung

Mustafa A’zhami, 1994, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Pustaka Firdaus; Jakarta

Syuhbah, Abu. 1999, Kutubussitah, Mengenal Enam Kitab Pokok Hadits Shahih dan Biografi Para Penulisnya. Pustaka Progresif : Surabaya

Thahhan, Mahmud. 2007. Intisari Ilmu Hadits. UIN Press : Malang

http://sahrunalpilangi.blogspot.com/2010/03/pembukuan-hadist.html

http://sahrunalpilangi.blogspot.com/2010/03/pembukuan-hadist.html

Pengaruh Air Susu Ibu (ASI) terhadap kesehatan dan psikologis

Oleh Selvi Rina Angelia

Saat ini, iklan-iklan di media masa banyak memuat iklan susu instan, hal ini telah berhasil mengubah pola hidup umat islam yang seharusnya bersumberkan dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW yang mengajarkan tentang pola hidup yang sesuai dengan fitrah, dan menggantinya dengan pola hidup baru yang tidak sesuai dengan fitrah seperti diantaranya yakni menyusui anak dengan susu bubuk instan. Padahal seperti telah diketahui, ASI lebih memiliki banyak manfaat baik dari segi kesehatan maupun psikologis. Manfaat ASI yang sangat penting bagi perkembangan bayi ini, telah menjadi konsensus seluruh organisasi kesehatan di dunia yang menggencarkan gerakan “sadar ASI”, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Dalam hal ini sebenarnya Islam sendiri juga telah memberikan perhatian penting terhadap perawatan anak sebagai generasi penerus, bahkan Islam memberikan petunjuk teknis cara menyusui yang baik. Anjuran untuk memberikan ASI untuk bayi juga telah dijelaskan dalam hadist.

Keutamaan Air susu Ibu bagi bayi adalah makanan yang paling baik dan paling mudah diterimanya, karena merupakan bahan makanan yang fitrah bagi bayi. Bahkan ASI ini sangat penting bagi pertumbuhan jasmani dan rohani bayi. Air Susu Ibu memiliki banyak manfaat, baik dari segi kesehatan maupun dari segi psikologis:
  1. Dari segi kesehatan, ASI memberikan daya imunitas alami yang dibutuhkan anak dan membantu pembentukan tubuh yang kuat.
  2. Sedangkan dari segi psikologis, proses menyusui memberikan rasa tenang dan damai bagi si bayi. Hal ini akan membantu pertumbuhan jiwa anak normal. Sedangkan bayi yang diberi susu instan, akan lebih sedikit merasakan kehangatan dan kelembutan kasih sayang baru.
Anjuran memberikan ASI untuk Bayi dalam Al-Qur’an

Anjuran memberikan ASI untuk bayi telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi :

 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةُ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودُُلَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآءَاتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرُُ

Yang memiliki makna yaitu: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesesangraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan,maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apayang kamu kerjakan.” (QS.Al-Baqarah:233)

Penafsiran dari penggalan arti surat Al-Baqarah ayat 233 : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”.
Ayat diatas memerintahkan kepada para ibu untuk menyusui bayi-bayi mereka dua tahun penuh. Memberikan air susu ibu (ASI) kurang dari dua tahun akan merugikan kepentingan bayi itu sendiri. Begitu juga memberikan air susu ibu (ASI) lebih dari dua tahun tidak begitu perlu bagi kepentingan tuntutan pertumbuhan jasmani bayi. Akan tetapi, bila berdasarkan musyawarah antara ayah dan ibu dinilai lebih besar manfaatnya, menyusui diperpendek sehingga menjadi kurang dari dua tahun, hal itu boleh dilakukan dan tidak ada dosa. Para dokter ahli kandungan dan kebidanan serta para ahli gizi sejauh ini berkampanye agar para ibu menyusui bayinya setidaknya sampai dua tahun. Hal ini membuktikan betapa benar seruan Allah agar para ibu menyusui bayinya dengan sempurna selama dua tahun penuh.Menyusui bayi selama dua tahun merupakan tugas ibu memenuhi tuntutan kebutuhan bayi secara sempurna. Dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut, pertumbuhan fisik dan mental bayi berkembang secara sehat. Untuk mengisi dan memenuhi tuntutan fisik dan mental bayi secara sehat, jalan utama yang harus dilakukan ibu sejak dini adalah menyusui bayinya sendiri dengan sempurna, yaitu dua tahun penuh.

Penafsiran dari penggalan arti surat Al-Baqarah ayat 233: “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan,maka tidak ada dosa atas keduanya” .
Ayat ini menjelaskan bahwa orang tua dibenarkan menyapih sebelum penyusuan anaknya genap dua tahun. Akan tetapi, mereka sangat dianjurkan menyempurnakan penyusuan tersebut selama dua tahun. Yang dimaksud dengan menyapih adalah menghentikan pemberian air susu ibu (ASI). Penyapihan ini biasa dilakukan dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan mengoleskan minuman pahit pada puting susu ibu. Adapun cara lain yang digunakan oleh para ibu dimasyarakat yakni dengan datang kepada para kyai atau ulama’ untuk meminta do’a. Hal ini diperbolehkan karena tidak dilakukan dengan cara ghaib seperti meminta bantuan kepada jin,dewa. Masa menyapih bayi dan cara menyapihnya oleh Islam tidak diterapkan tuntunannya secara khusus. Para ibu dan orang tua boleh menetapkan sendiri cara-cara menyapih selama tidak menggunakan cara-cara yang terlarang. Begitu pula saat menyapih tidak ada upacara yang perlu dilakukan, bahkan terlarang melakukan upacara tertentu, walaupun yang memimpin seorang kyai ataupun ulama sekalipun. Islam sama sekali tidak mengatur upacara apapun dalam menyapih bayi. Sampai saat ini banyak anggapan bahwa jika anak disusui terus nantinya anak susah disapihnya. Atau banyak juga yang memberi anggapan anak akan menjadi tidak mandiri sehingga belum genap dua tahun penuh masa penyusuan sudah dilakukan penyapihan. Hingga saat ini tidak ada/belum ada penelitian yang membuktikan bahwa ada hubungan antara usia penyapihan dengan kemandirian anak. Kenyataan yang ada sering sekali orang merancukan/mencampur adukkan kedekatan orang tua dengan si anak, dengan manja atau kurang mandiri. Bukankah secara psikologis pada usia tersebut anak justru memangmembutuhkan kedekatan yang bagus dengan orangtuanya. Sementara itu banyak sekali anak yang disapih di usia lebih dari 1 atau 2 tahun tetap menjadi anak yang mandiri.

Anjuran kepada seorang ibu untuk menyusui sendiri (memberikan ASI-nya sendiri)
Penafsiran dari penggalan arti surat Al-Qashash ayat 7 Dan 12:“dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, hendaklah engkau susui dia…” ( QS. Al-Qashash (28):7)
Kami telah mencegah Musa terhadap ibu susu-susu (yang mau) menyusuinya sebelum itu dan berkatalah saudara perempuannya: ‘maukah aku tunjukkan kepadamu ahli rumah yang akan mengasuhnya untuk kamu, sedang mereka adalah orang-orang yang berlaku baik kepadanya?” (QS.Al-Qashash (28):12).

Ayat-ayat tersebut di atas memberikan isyarat bahwa para ibu hendaknya menyusui bayinya sendiri karena air susu ibu kandung berperan ganda bagi bayinya. Peran ini tidak dapat digantikan oleh orang lain, apalagi oleh susu bubuk atau susu PASI. Selain itu dengan menyusui sendiri, anak dapat merasakan kehangatan dan kasih sayang ibu kandungnya. Kehangatan dan kasih sayang ibunya ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental anak. Bayi yang menyusu tidak hanya butuh kenyang perutnya, tetapi juga sangat ingin merasakan curahan kasih sayang, kemesraan, dan kedekatan hati dengan ibunya. Hal ini tidak dapat diberikan oleh orang lain, apalagi dengan susu bubuk. Walaupun teknologi modern telah berusaha membuat susu bubuk dengan kualitas gizi yang setaraf dengan ASI, fungsi kejiwaan ibu menyusui bayinya tidak dapatdigantikan oleh gizi yang tinggi pada susu bubuk tersebut.

Walaupun teknologi modern telah berusaha membuat susu bubuk dengan kualitas gizi yang setaraf dengan air susu ibu, fungsi kejiwaan ibu menyusui bayinya tidak dapat digantikan oleh gizi yang tinggi pada susu bubuk tersebut. Hal ini perlu diperhatikan oleh para ibu. Dewasa ini banyak wanita terpedaya oleh gemilangnya karir, lalu mengabaikan tugas menyusui bayinya. Mereka perlakukan bayinya laksana boneka. Selama perut bayi terisi, selesailah sudah tugasnya, sedangkan kebutuhan rohani bayi tidak perlu diperhatikan. Mereka berikan perhatian itu kelak kalau bayinya sudah besar. Anggapan ini sungguh berbahaya bagi perkembangan mental bayi, karena kelak anak akan merasa terasing dari ibu dan keluarganya sendiri. Para ibu kandung tidak seharusnya menganggap masalah menyusui sebagai suatu hal yang membebani dirinya. Ia seharusnya menyadari bahwa tugas menyusui merupakan fitrah seorang ibu.

ASI dalam hadist

Dalam hadist di terangkan bahwa ASI merupakan minuman yang sangat dibutuhkan oleh seorang bayi. Di dalam hadist dijelaskan batas fase penyusuan bayi dan ada pula hadist yang menjelaskan pengaruh penyusuan atas bayi.

  • Nabi saw. membatasi fase penyusuan hanya selama dua tahun pertama usia bayi, sebagai sabda Nabi saw: “tidak ada (konsekuensi hukum) penyusuan kecuali yang terjadi dalam usia dua tahun”[HR. Malik]

Batasan tersebut adalah batasan ideal waktu pemberian susu yang normal. Penelitian medis mutakhir membuktikan adanya hubungan kuat antara penyusuan pada usia dua tahun pertama bayi dengan kesempurnaan sistem kekebalan tubuh bayi. Dari penyusuan itu juga diperoleh antibodi untuk melawan penyakit (kekebalan terhadap berbagai macam penyakit). Semua itu dikarenakan adanya penurunan sebagai gen kekebalan dari ibu susuan kepada bayi yang menyusu dan bersatunya gen kekebalan ke dalam mata rantai gen di dalam sel. Bayi yang menyusu mendapatkan sistem kekebalan ini dalam bentuk antibodi yang menurun kepadanya melalui susu ibu susuan yakni ASI, yang tidak mungkin didapatkan dari susu pabrik. Setelah berumur dua tahun tubuh bayi tersebut dapat menghasilkan sendiri antibodi khusus sendiri.

  • Imam Abu Dawud melansir dalam sunah-nya, dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohuanhu tuturnya : لارضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم “Tidaklah dikatakan persusuan kecuali apa-apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.”[HR. Abu Dawud].

Penegasan hadist diatas menunjukkan bahwa ASI sangatlah penting karena ASI memiliki kandungan yang sangat penting untuk menguatkan tulang dan pertumbuhan daging.

Dalam studi medis diketahui ASI memiliki beberapa kandungan yang sangat dibutuhakan seorang Bayi. Berikut merupakan kandungan yang terdapat pada ASI:

  1. Kolostrum, cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara ibu. Sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume besar.
  2. Protein, protein dalam ASI terdiri dari casein (yang sulit dicerna) dan whey (yang mudah dicerna). Berkebalikan dengan susu sapi, protein dalam ASI lebih banyak mengandung whey dari pada casein sehingga protein dalam ASI lebih mudah dicerna.
  3. Lemak, lemak ASI adalah penghasil kalori (energi) utama dan merupakan komponen zat gizi yang sangat bervariasi. Lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Penelitian Osborn membuktikan, bayi yang tidak mendapatkan ASI, lebih banyak menderita penyakit jantung koroner di usia muda.
  4. Laktosa, merupakan karbohidrat utama pada ASI, fungsinya sebagai sumber energi. Fungsi lainnya meningkatkan absorbs kalsium dan merangsang pertumbuhan laktobasilus bifidius.
  5. Vitamin A, vitamin A ada dengan konsentrasi berkisar 200 IU/dl.
  6. Zat Besi, walaupun zat besi yang terkandung di dalam ASI hanya sedikit, bayi yang mengkonsumsi ASI jarang kekurangan zat besi (anemia), hal ini dikarenakan zat besi dalam ASI lebih mudah di serap.
  7. Taurin, berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotrans mitter, berperan penting dalam maturasi otak bayi.
  8. Laktobasilus, berfungsi menghambat pertumbuhan microorganism seperti bakteri E-Coli yang sering menyebabkan diare pada bayi
  9. Laktoferin, bermanfaat menghambat bakteri stafilokokus dan jamur kandida.
  10. Lisozim, Dapat memecah dinding bakteri sekaligus mengurangi insiden karies dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang mendorong kedepan akibat menyusu dengan botol dan dot ).
Di lain hal, soepardi soedibyo dalam penjelasannya, mengatakan akan pentingnya zat asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam arakhidoat (ARA) pada bayi. Menurutnya, za DHA-ARA sangat diperlukan dalam proses perkembangan kecerdasan bayi, baik ketika masih didalam kandungan maupun setelah lahir.Kandungan DHA dan ARA telah teruji secara klinis membantu perkembangan otak dan meningkatkan ketajaman penglihatan. “Ketika sebelum lahir, suplai zat ini diberikan oleh ibu melalui plasenta, sedangkan setelah lahir diberikan melalui Air Susu Ibu atau ASI,” ungkapnya. Sehingga ASI merupakan satu hal yang penting bagi bayi. Menurutnya, bayi yang mendapatkan ASI, tingkat IQ atau kecerdasannya baik.Kematangan sistem imun pada bayi yang diberikan ASI juga lebih baik daripada formula biasa. “Sebab, kandugan DHA-ASA terdapat pada ASI, bukan pada susu sapi,”terangnya. Pengaruh ASI bagi psikologi bayi Menyusui bukanlah sekadar aktivitas pemberian makanan, namun juga merupakan aktivitas pertukaran perasaan dan penguatan roh (jiwa). Bayi kala menyusu akan mendengar suara detak jantung ibunya, dan ia akan mendapatkan ketenangan. Yang demikian ini amat baik dampaknya bagi fisik dan psikis bayi. Para psikologi berkeyakinan bahwa ASI memelihara kesenangan dan kegembiraan bayi, bahkan dapat memberikan pengaruh positif bagi akhlak anak. Adapun Keunggulan Air Susu Ibu (ASI) sebagai berikut:

  1. ASI dapat memenuhi seluruh kebutuhan nutrisi bayi pada usia antara 4-6 bulan pertama dalam kehidupannya. ASI juga cepat dan mudah dicerna.
  2. ASI mengandung protein dan lemak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi.
  3. Laktosa yang terkandung dalam ASI lebih banyak daripada yang terkandung dalam seluruh susu lainnya. Laktosa adalah sesuatu yang amat dibutuhkan oleh bayi manusia.
  4. Vitamin yang terkandung dalam ASI sudah memadahi, oleh karena itu bayi tidak membutuhkan vitamin tambahan ataupun air buah.
  5. Zat besi yang terkandung dalam ASI cukup bagi bayi. Walaupun jumlahnya tidak besar, akan tetapi zat besi dalam ASI dapat dicerna dengan sangat baik oleh usus bayi.
  6. ASI mengandung air yang cukup bagi bayi, walaupun dalam cuaca yang panas.
  7. Kandungan garam, kalsium, dan fosfat dalam ASI cukup dan seimbang.
  8. ASI mengandung enzim, khususnya lipase yang mencerna lemak.
  9. Bayi yang mendapatkan makanan dari ASI memiliki risiko yang lebih kecil untuk terserang penyakit infeksi. ASI mengandung antibodi yang melindungi tubuh dari berbagai penyakit infeksi, seperti : infeksi tympanum, infeksi darah, dan meningtis.
  10. ASI merupakan faktor penjagaan yang terpenting dari dua “mesin pembunuh” yang utama bagi bayi dan anak-anak, yaitu diare dan infeksi akut pada sistem pernapasan.
  11. Pemberian ASI kepada anak (bayi) yang sedang sakit akan mempercepat kesembuhannya.
  12. ASI selalu tersedia dan tidak memerlukan persiapan untuk membuatnya.
  13. ASI tidak rusak ataupun basi, walaupun bayi beberapa hari tidak mengonsumsinya.
  14. Menyusui menciptakan hubungan psikologis yang dalam dan kuat antara bayi dan ibu. Aktivitas tersebut menghadirkan hubungan cinta di antara mereka. Kedekatan fisik dan psikologis antara bayi dan ibunya di saat-saat dan hari-hari pertama kehidupannya, merupakan bekal baginya dalam meraih kesuksesan di masa mendatang.
  15. Bayi yang mengonsumsi ASI sangat cepat meraih kesempurnaan penglihatan, kemampuan berbicara dan berjalan. Demikian pula, ia di masa mendatang akan memiliki keseimbangan psikologis yang baik.
  16. Isapan pada payudara oleh bayi segera setelah kelahiran merangsang produksi oxytocin serta menyebabkan kontraksi rahim, dan ini mengurai pendarahan pada ibu.
  17. Individu yang di masa kecilnya mengonsumsi ASI, memiliki kondisi psikologis yang seimbang ketika balig dan dewasa.

Hal tersebut menunjukkan bahwa alquran dan Hadis telah jauh mendahului studi-studi medis dengan petunjuk-petunjuk yang telah dilontarkan pada 1.400 tahun silam. Pada masa dimana tidak ada seorang pun yang mengetahui data-data tersebut, Alquran dan sunah Nabi saw. Telah membuktikannya.

Daftar Pustaka
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari. Jakarta: Pustaka
Azzam An-Najjar, Zaghlul. 2011. Sains dalam Hadis Mengungkap Fakta Ilmiah dari Kemukjizatan Hadis Nabi. Jakarta : Amzah
Patiha, Titi. 2008. Mendidik Anak Cerdas Sejak dalam Kandungan. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran
Mikhbar, Sima. 2009. Panduan Ibu Muslim: Panduan Islami dari Sebelum Hamil Sampai Merawat Anak Setelah Melahirkan. Jakarta: Zahra
Http://tholib,wordpress.com/2007/08/09/asi-air-susu-ibu-1/
Http://www.lusa.web.id/komposisi-gizi-dalam-asi/

Bioanorganik: Zn vs Mata

Oleh Susi Nurul Khalifah, M.Si
Download

TUH: Anti Tumor

Oleh Elok Kamilah Hayati, M.Si
Download

Bioanorganik: Structural Features of Antitumor Titanium Agents and Related Compounds

Oleh Susi Nurul Khalifah
Download

Jumat, 28 Desember 2012

Biosintesis Protein

Oleh: M. Choirul Anwar
Protein terbentuk dari unsur-unsur organic yang relative sama dengan karbohidrat dan lemak, yaitu sama-sama terdiri dari unsure-unsur karbon, hydrogen, dan oksigen, tetapi bagi protein unsure-unsur ini ditambah lagi dengan unsure N (nitrogen) dan ditemukan pula unsure mineral (fosfor, belerang, besi). Molekul protein tersusun dari asam amino, 12 samapi 18 macam asam amino yang saling berhubungan dalam 1 ikatan peptide --- (CONH), unit-unit dasar tersebut selanjutnya diserap oleh aliran darah keseluruh tubuh, sel-sel jaringan mengambilnya digunakan sebagai pembangun dan pemeliharaan kesehatan jaringan (marsetyo,1990).
Molekul protein terdiri atas beberapa ratus molekul asam amino yang berikatan satu dengan yang lain melalui ikatan peptide serta memngikuti suatu urutan tertentu. Oleh karena itu biosintesis yang terjadi didalam sel merupakan reaksi kimia yang kompleks dan melibatkan beberapa senyawa yang penting terutama DNA dan RNA.
Molekul DNA merupakan rantai polinukleotida yang mempunyai beberapa jenis basa purin dan pirimidin, dan berbentuk heliks ganda. Antara rantai satu dengan pasangannya dalam heliks ganda tersebut terdapat ikatan hydrogen, yaitu ikatan yang terjadi antara adenine dengan timin dan antara sitosin dengan guanin. Molekul DNA yang berbentuk heliks ganda ini mempunyai sifat dapat membelah diri dan masing-masing rantai polinukleotida dapat membentuk rantai baru yang merupakan pasangannya. Dengan demikian akan terjadi heliks ganda yang baru dan proses terbentuknya heliks ganda baru ini disebut replikasi.urutan basa purin dan pirimidin pada molekul DNA menentukan urutan asam amino dalam pembentukan protein (anna poedjiadi,1994).
Dalam proses biosintesis protein molekul DNA berperan sebagai cetakan bagi terbentuknya RNA. Sedangkan RNA mengarahkan urutan asam amino dalam pembentukan molekul protein yang berlangsung dalam ribosom.dengan demikian aliran informasi genetika dalam sel ialah sebagai berikut (anna poedjiadi,1994):
DNA → RNA → Protein
Dua tahap proses yang berlangsung dalam pembentukan protein ialah (anna poedjiadi,1994):
Tahap pertama disebut transkripsi yaitu pembentukan molekul RNA sesuai pesan yang diberikan oleh DNA. Pada tahap ini informasi genetik diberikan kepada molekul RNA yang terbentukl selaku perantara dalam sintesis protein.
Tahap kedua disebut translasi yaitu molekul RNA menerjenahkan informasi genetika kedalam proses pembentukan protein. Pada tahap ini asam-asam amino secara berurutan diikat satu dengan yang lain, sesuai pesan yang diberikan DNA. Biosintesis protein berlangsung dalam ribosom yaitu suatu partikel yang terdapt dalam sitoplasma.
komponen yang terlibat dalam proses biosintesis protein:
mRNA (messenger RNA)
tRNA (transfer RNA)
Ribosome Enzim-enzim
mRNA diproduksi dalam inti sel dan merupakan RNA yang paling sedikit jumlahnya yaitu sekitar 5% dari seluruh RNA dalam sel pembentukan mRNA dalam inti sel ini menggunakan molekul DNA sebagai molekul cetakan dan susunan basa pada molekul mRNA merupakan komplemen salah satu rantai molekul DNA. Dengan demikian urutan basa purin dan pirimidin pada mRNA serupa dengan urutan purin dan pirimidin salah satu molekul DNA, dengan perbedaan basa timin diganti urasil. Mrna yang telah terbentuk dalam inti sel kemudian keluar dari inti sel dan masuk ke dalam sitoplasma (anna poedjiadi,1994).
tRNA adalah asam nukleat yang molekulnya terdiri atas 73 sampai 94 nukleotida. Struktur molekul tRNA secara sederhana digambarkan berbentuk daun semanggi yang mempunyai beberapa buah tonjolan berupa lengan dan bagian yang melingkar atau lipatan.
Bagian molekul tRNA yang penting dalam biosintesi protein ialah lengan asam amino yang mempunyai fungsi mengikat asam amino tertentu danlipatan anti kodon yang mempunyai fungsi menemukan kodon yang menjadi pasangan dalam mRNA yang terdapat dalam ribosom (anna poedjiadi,1994).
Mahluk hidup berbeda dalam kemampuannya melakukan sintesis ke – 20 asam amino. Juga berbeda dalam hal bentuk nitrogen yang dapat digunakan sebagai prekusor gugus amino. Sebagai contoh manusia hanya dapat melakukan sintesis 10 dari 20 asam amino yang dibutuhkan sebagai pembangun dari unit biosintesis protein, kesepuluh asam amino itu disebut asam amin o nonesensial atau asam amin o yang dapat diganti, yang dibentuk dari amoniak dan berbagai sumber karbon. Kesepuluh asam amino yang lain harus diperoleh dari makanan dan karenanya disebut nutritive esensial atau asam amino yang tidak dapat diganti (lehninger,1994).
Glutamat, glutamine, dan prolin mengambil bagian dalam lintas biosintetik bersama
Glutamate dibentuk dari ammonia dan α-ketoglutarat, suatu senyawa antara siklus asam sitrat, melalui kerja L-glutamat dehidrogenase. Tenaga pereduksi yang dibutuhkan diperolah dari NADPH.
NH4+ + α-ketoglutarat + NADPH → L-glutamat + NADP+ + H2O
reaksi ini adalah dasar yang penting di dalam biosintesis semua asam amino, karena glutamat adalah donor gugus amino dalam biosintesis asam amino yang lain melalui reaksi transmisinasi. L-glutamat dehidrogenasi terletak di dalam matriks mitokondria. glutamin dibentuk dari glutamat me;lalui kerja glutamin sintase.
Glutamate + NH4+ + ATP → glutamin + ADP +Pi + H+
prolin, suatu senyawa turunan siklik glutamate yang dibentik oleh lintas, glutamate ini mula-mula direduksi menjadi senyawa γ-semialdehida yang kemudian mengalami penutupan dan reduksi lebih lanjut menjadi prolin (lehninger,1994).
Alanin, aspartat dan asparagin juga berasal dari metabolit sentral
pada kebanyakan organisme, asam amino nonesensial alanin dan aspartat berasal dari piruvat dan oksaloasetat oleh transmisi dari glutamate.
Glutamate + piruvat → α-ketoglutarat + alanin
Glutamate +oksaloasatat → α-ketoglutarat + aspartat
Dalam banyak bakteri, aspartat adalah prekusor langsung aspargin dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh asparagin sintetase, analog dengan reaksi glutamine sintetase (lehninger,1994).
Aspartat + NH4+ + ATP → asparagin + ADP +Pi + H+
Tirosin dibuat dari asam amino esensial, fenilalanin
Tirosin adalah asam amino nonesensial, tetapi dibuat oleh hewan dari asam amino esensial fenilalanin melalui hidroksilasi pada gugus fenil oleh fenilalanin oksigenase, yang juga ikut serta dalam degradasi fenilalanin. Dalam reaksi ini NADPH dibutuhkan sebagai kopereduksi melalui oksigen; fenilalanin oksigenase merupakan suatu monooksigenase atau oksidase berfungsi ganda. Reaksi yang dikatalisis adalah (lehninger,1994) :
Fenilalanin + NADPH + H+ + O2 → tirosin + NADPH + H2O
Sistein dibuat dari dua asam amino lainnya,metionin dan serin
Pada mamalia, sistein dibuat dari dua asam amino lainnya, metionin yang esensial di dalam makanan dan serin yang tidak esensial. metionin memberikan atom sulfur dan serin memberikan kerangka karbon pada sintesis sistein. pada reaksi pertama metionin diubah menjadi S-adenosilmetionin oleh reaksi dengan ATP (lehninger,1994).
L-metionin + ATP + penerima metil + H2O + serin → penerima termetilasi + adenosin + α-ketobutirat + NH4+ + sistein PPi + Pi.
Serin adalah perkusor glisin
Karena serin adalah perkusor glisin, jalur biosintetik kedua ini dianggap terjadi bersama-sama. Jalur utama bagi pembentukan serin di dalam jaringan hewan dimulai dengan 3-fosfogliserat, suatu senyawa antara glikolisis. Pada tahap pertama α-hidroksilnya dioksidasi oleh NAD+,menghasilkan 3-fosfohidroksipiruvat. transminasi dari glutamat menghasilkan 3-fosfoserin, yang mengalami hidrolisis oleh fosfoserinfosfatase (lehninger,1994).
Serin + tetrahidrofolat → glisin + N5, N10 –metilentetrahidrofolat + H2O

DAFTAR PUSTAKA
Anna, poedjiadi, 1994, Dasar-dasar biokimia, Jakarta: UI-Press.
Marsetyo, kartasapoetra, 1990, Ilmu gizi (korelasi gizi, kesehatan, dan produktivitas kerja), Jakarta: PT. Rineka cipta.
Lehninger, 1994, Dasar-dasar biokimia jilid 1, Jakarta: Erlangga.
Lehninger, 1994, Dasar-dasar biokimia jilid I1, Jakarta: Erlangga.

Faktor-faktor Lahirnya Teologi Islam

Oleh: M. Choirul Anwar
 
Ajaran tauhid atau aqidahnya merupakan ajaran terpenting yang dibawah oleh al-quran, yakni pengakuan terhadap ke Esaan Allah dengan segala sifat-sifatnya kesempurnaannya, dengan segala keagungan-Nya dan mengesakannya dalam beribadat.

Dalam disiplin ilmu-ilmu islam ajaran tauhid ini dibahas dalam ilmu kalam, hal ini disebabkan persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriyah adalah kalam Allah (wahyu Allah) yang dibacakan itu apakah “baharu” atau “qodim” dalam membicarakan wahyu ini dasar yang dipakai adalah akal pikiran dan sangat sedikit yang mendasarkan pendapatnya pada dalil naql, kecuali setelah terlebih dahulu menetapkan benarnya pokok persoalan.


Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran politik, pertentangan poloyik antara ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan meningkat menjadi persoalan teologi yang berujung pada peristiwa tahkim yang memicu terjadinya pertentangan teologi dikalangan umat islam. Kepincangan tahkim antara kelomp[ok ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan memunculkan lahirnya aliran khawarij dengan semboyan mereka la hukma illa lillah ( tiada hukum selain dari hukum Allah).

Khawarij memandang ali, mu’awiyah ‘amr bin ash, abu musa al-asyari dan lain-lain yang menerima tahkim adalah kafir, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-maidah ayat 44. Lambat laun orang yang dipandang kafir bukan hanya yang tidak berhukum dengan al-quran tetapi juga orang yang berbuat dosa besar, disamping munculnya mukmin dan kafir, muncul persoalan kehendak dan perbuatan manusia, apakah manusia mempunyai kebebasan berkehandak dan berbuat, ataukah manusia melakukannya secvara terpaksa. Aliran yang memunculkan ini adalah qodariyah dan jabariyah.
Pada masa selanjutnya, mu’tazilah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan yunani dan menterjemahkannya kedalam bahasa arab, mereka mulai terpengaruh oleh filsafat yunani dengan pemakaian rasio dan membawanya kelapangan teologi, namun demikian mereka tidak meninggalkan wahyu, sebagai antitesa terhadap pandangan mu’tazilah yang rasional, maka munculah aliran al-asyarriyah dan al-maturidiyah yang dapat disebut sebagai golongan tradisional islam.

Faktor faktor lahirnya ilmu kalam
Upaya memahami faktor-faktor ilmu kalam tidak dapat dilakukan secara sempurna tanpa terlebih dahulu memahami sejarah lahirnya ilmu kalam itu sendiri, sebab ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa nabi maupun pada masa sahabat.
Pada masa rasulullah Saw, umat manusia dibawah bimbingan  Rasulullah Saw masih dalam kesatuan dalam berbagai lapangan kehidupan agama, termasuk dalam lapangan akidah (tauhid) penamaan akidah pada masa ini langsung dibawah bimbingan Rasulullah Saw, baik melalui penjelasan, nasehat, maupun dalam bentuk sikap dan tinghkah laku berakidah.
Pada Rasulullah umat islam tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan berbagai persoalan keagamaan, karena apabila sahabat mengahadapi suatu masalah, ada hal yang tidak jelas dan diperselisihkan, para sahabat langsung mengembalikan dan menanyakan kepada rasulullah sehingga tidak ada masalah aqidah yang tidak terselesaikan yang kemudian ditaati dan menjadi pedoman bagi umat islam
Pada masa khalifah Abu bakar dan umar bin khatab, wilayah kekuasaan islam semakin meluas, persoalan-persoalan keagamaan semakin beragam, namun masih relative sedikit, termasuk dalam masalah aqidah. Tetapi setelah umar bi khatab wafat dan usman bin affan diangkat sebagai khalifahke tiga, maka mulai munculah berbagai persoalan dikalangan umat islam, persoalan yang berawal dari masalah kakhalifahan (persoalan politik) yang kemudian melebar pada aqidah.
Untuk lebih sistematisnya kajian tentang latar belakang lahirnya ilmu kalam ini, mka factor-faktor kalahirannya dapat dikelompokkan pada dua bagian, sebagaimana disebut ahmad amin dalam bukunya duha al islam, yakni factor internal dan factor eksternal.

Faktor internal
Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama hukum islam, disamping membicarakan masalah ketauhidan, kenabian dan lain-lain. Juga menyampaikan penolakan terhadap keyakinan-keyakinan lain yang ada di luar agama islam. Dan dalam al qur’an diperintahkan supaya umat islam melakukan penolakan terhadap berbagai keyakinan yang menyimpang tersebut dengan melakukan  dakwah secara bijaksana dan melakukan bantaha (debat) dengan cara yang baik (qs an nahl:25) perintah ini menuntut umat islam untuk mempelajari cara melakukan perdebatan dengan baik. Hal ini mendorong adanya ilmu kalam.
Semakin meluasnya kekuasaan umat islam, mengakibatkan terjadinya persentuhan ajaran islam dengan budaya-budaya lain yang ada diwilayah kekuasaannya. Uamt islam mulai mengenal fisafat dan mempelajarinya. Dan mulai muncul upaya untuk memfilsafati ayat-ayat al qur’an yang nampaknya tidak sejalan, bahkan kelihatan bertentangan, seperti ayat-ayat yang membicarakan perbuatan manusia,, apakah manusia ini berbuat secara terpaksa  ataukah memiliki kebebasan untuk berbuat.
Rasulullah sampai akhir hayatnya tidak ada menyebutkan secara jelas siapakan yang akan menggantikannya  untuk memimpin umat islam  setelah beliau wafat, namun  para sahabat dapat menyelesaikan persoalan kekhalifahan ini dengan diangkatnya abu bakar sebagai khalifah pertama dan umar bin khatab sebagai khalifak kedua.
Persoalan kekhalifahan (imamah) muncul pada masa akhir kekhalifahan usman bin affan, yakni terbunuhnya usman yang mengakibatkan perdebatan teologi kelompok as-sunnah wa al-istiqomahmenyebut bahwa pembunuhan usman adalah perbuatan zalim dan merupakan permusuhan dan kelompok lain menyebut berbeda dengan kelompok pertama (bukan bentuk kezaliman).

Setelah usman wafat, maka ali bin abi talib terpilih sebagai khalifah keempat, tetapi begitu terpilih, langsung mendapat tentangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah, tantangan pertama muncul dari talhah dan zubeir dari mekkah, tantangan kedua muncul dari mu’awiyah dan keluarga dekat usman bin affan yakni tidak mengakui ali bin abi talib sebagai khalifah.
Tantangan dari talhah dan zubeir melahirkan perang jamal (unta)yang berakhir kemenangan dipihak ali, tantangan dari mu’awiyah melahirkan perang siffn yang diselesaikan dengan tahkim. Terjadi ketidak adilan dalam tahkim yang mengakibatkan sebagian pendukung ali bin abi talib keluar dari barisan ali dan membentuk kelompok yang dikenal dengan “khawarij”.
Kelompok khawarij sebagai kelompok yang tidak menerima tahkim menuduh orang-orang yang terlibat dalam tahkim, telah keluar dari islam, mereka memperkuat tuduhan ini dengan ayat al-qur’an. Kelompok ini berpendapat yang tidak berhukum dengan al-qur’an adalah kafir, pelaku dosa besar dan wajib memeranginya. Pada masa yang sama muncul kelompok pembela ali bin abi talib yang disebut “syiah". Persoalan kafir mengkafirkan ini telah sampai ke berbagai wilayah, dan hasan basri ditanya bagaimana pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar “almanzilat baina almanzilatain”. Kemudian wasil bin ‘atha mengasingkan diri (I’tazalah) dari halaqah hasan basri, dari berbagai persoalan ini munculah ilmu kalam.
Faktor eksternal.
Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan islam, maka semakin banyak umat islam yang memeluk agama islam yang pada masa sebelumnya mereka memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Pemeluk islam ini ada yang berasal dari agama yahudi dan nasrani. Ada dari penyembah berhala, penyembah matahari dan sebagainya. Setelah mereka memeluk islam maka tidak jarang terjadinya penyelesaian suatu masalah yang mereka temukan dalam islam dengan menggunakan ajaran agama atau kepercayaan yang mereka anut sebelumnya.

Aliran mu’tazilah sebagai salah satu aliran yang lahir dari perdebatan tentang iman dan kufur, adalah salah satu aliran yang banyak melakukan dakwah atau seruan ke dalam islam dan sekaligus melakukan perdebatan dengan berbagai pihak dalam hal mengemukakan dan mempertahankan pendapat, bahkan mereka melakukan perdebatan dengan berbagai agama dan kepercayaan lain dalam rabgka menegakkan dan membela ajaran islam khususnya dari serangan kelompok yahudi dan nasrani.
Adanya perdebatan antara sesame umat islam dan khususnya dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) mengharuskan para mutakallim mu’tazilah mempelajari filsafat, logika (ilmu mantiq) dan juga mempelajari teologi yunani, sebagaimana an-nizam mempelajari filsafat aristoteles, kajian filsafat dan logika ini menjadi bagian ilmu kalam dan ilmu kalam menjadi ilmu yang berdiri sendiri.

Selain factor internal dan eksternal sebagaimana disebut diatas, munculnya khilafiyah pada masa akhir sahabat yang bersumber dari jahm bin safwan. Ma’bad al-juhani gillan ad-dimasyqi dalam hal membicarakan qadr dan pengingkaran penyandaran yang baik dan buruk pada qadr melahirkan kelompok qadariyah dan jabariyah perdebatan ini memicu timbulnya ilmu kalam atau teologi dalam kajian sejarah islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin,Duha al-islam, Beirut:dar al-kutb al-arabiyah.
Al-Asy’ari, Abi al-Hasan ali bin ismail. 1950, Aqamat al-islamiyah,mesir: maktabah an-Nahdah La-misriyah.
Ali Mustafa a gurubi, al-fariq al-islamiyah, mesir: Muhammad Ali Subh wa Auladuh.
Muhammad Abduh, 1996, Rislah Tauhid, Alih Bahasa, K.H.Firdaus A.N, Jakarta:Bulan bintang.
Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-mazahib, al islamiyah,(kairo:Dar al fikr al-‘arabi.
 

aku adalah aku.....
mboh wes.........