Oleh: M. Choirul Anwar
Ajaran tauhid atau aqidahnya merupakan ajaran terpenting yang dibawah oleh al-quran, yakni pengakuan terhadap ke Esaan Allah dengan segala sifat-sifatnya kesempurnaannya, dengan segala keagungan-Nya dan mengesakannya dalam beribadat.
Dalam disiplin ilmu-ilmu islam ajaran tauhid ini dibahas dalam ilmu kalam, hal ini disebabkan persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriyah adalah kalam Allah (wahyu Allah) yang dibacakan itu apakah “baharu” atau “qodim” dalam membicarakan wahyu ini dasar yang dipakai adalah akal pikiran dan sangat sedikit yang mendasarkan pendapatnya pada dalil naql, kecuali setelah terlebih dahulu menetapkan benarnya pokok persoalan.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran politik, pertentangan poloyik antara ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan meningkat menjadi persoalan teologi yang berujung pada peristiwa tahkim yang memicu terjadinya pertentangan teologi dikalangan umat islam. Kepincangan tahkim antara kelomp[ok ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan memunculkan lahirnya aliran khawarij dengan semboyan mereka la hukma illa lillah ( tiada hukum selain dari hukum Allah).
Ajaran tauhid atau aqidahnya merupakan ajaran terpenting yang dibawah oleh al-quran, yakni pengakuan terhadap ke Esaan Allah dengan segala sifat-sifatnya kesempurnaannya, dengan segala keagungan-Nya dan mengesakannya dalam beribadat.
Dalam disiplin ilmu-ilmu islam ajaran tauhid ini dibahas dalam ilmu kalam, hal ini disebabkan persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriyah adalah kalam Allah (wahyu Allah) yang dibacakan itu apakah “baharu” atau “qodim” dalam membicarakan wahyu ini dasar yang dipakai adalah akal pikiran dan sangat sedikit yang mendasarkan pendapatnya pada dalil naql, kecuali setelah terlebih dahulu menetapkan benarnya pokok persoalan.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran politik, pertentangan poloyik antara ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan meningkat menjadi persoalan teologi yang berujung pada peristiwa tahkim yang memicu terjadinya pertentangan teologi dikalangan umat islam. Kepincangan tahkim antara kelomp[ok ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan memunculkan lahirnya aliran khawarij dengan semboyan mereka la hukma illa lillah ( tiada hukum selain dari hukum Allah).
Khawarij
memandang ali, mu’awiyah ‘amr bin ash, abu musa al-asyari dan lain-lain yang
menerima tahkim adalah kafir, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat
al-maidah ayat 44. Lambat
laun orang yang dipandang kafir bukan hanya yang tidak berhukum dengan al-quran
tetapi juga orang yang berbuat dosa besar, disamping munculnya mukmin dan
kafir, muncul persoalan kehendak dan perbuatan manusia, apakah manusia
mempunyai kebebasan berkehandak dan berbuat, ataukah manusia melakukannya
secvara terpaksa. Aliran yang memunculkan ini adalah qodariyah dan jabariyah.
Pada
masa selanjutnya, mu’tazilah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan yunani
dan menterjemahkannya kedalam bahasa arab, mereka mulai terpengaruh oleh
filsafat yunani dengan pemakaian rasio dan membawanya kelapangan teologi, namun
demikian mereka tidak meninggalkan wahyu, sebagai antitesa terhadap pandangan
mu’tazilah yang rasional, maka munculah aliran al-asyarriyah dan al-maturidiyah
yang dapat disebut sebagai golongan tradisional islam.
Faktor
faktor lahirnya ilmu kalam
Upaya
memahami faktor-faktor ilmu kalam tidak dapat dilakukan secara sempurna tanpa
terlebih dahulu memahami sejarah lahirnya ilmu kalam itu sendiri, sebab ilmu
kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa nabi maupun
pada masa sahabat.
Pada
masa rasulullah Saw, umat manusia dibawah bimbingan Rasulullah Saw masih dalam kesatuan dalam
berbagai lapangan kehidupan agama, termasuk dalam lapangan akidah (tauhid)
penamaan akidah pada masa ini langsung dibawah bimbingan Rasulullah Saw, baik
melalui penjelasan, nasehat, maupun dalam bentuk sikap dan tinghkah laku
berakidah.
Pada
Rasulullah umat islam tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan berbagai
persoalan keagamaan, karena apabila sahabat mengahadapi suatu masalah, ada hal
yang tidak jelas dan diperselisihkan, para sahabat langsung mengembalikan dan
menanyakan kepada rasulullah sehingga tidak ada masalah aqidah yang tidak
terselesaikan yang kemudian ditaati dan menjadi pedoman bagi umat islam
Pada
masa khalifah Abu bakar dan umar bin khatab, wilayah kekuasaan islam semakin
meluas, persoalan-persoalan keagamaan semakin beragam, namun masih relative
sedikit, termasuk dalam masalah aqidah. Tetapi setelah umar bi khatab wafat dan
usman bin affan diangkat sebagai khalifahke tiga, maka mulai munculah berbagai
persoalan dikalangan umat islam, persoalan yang berawal dari masalah
kakhalifahan (persoalan politik) yang kemudian melebar pada aqidah.
Untuk
lebih sistematisnya kajian tentang latar belakang lahirnya ilmu kalam ini, mka
factor-faktor kalahirannya dapat dikelompokkan pada dua bagian, sebagaimana
disebut ahmad amin dalam bukunya duha al islam, yakni factor internal dan
factor eksternal.
Faktor internal
Al-qur’an sebagai
sumber pertama dan utama hukum islam, disamping membicarakan masalah
ketauhidan, kenabian dan lain-lain. Juga menyampaikan penolakan terhadap
keyakinan-keyakinan lain yang ada di luar agama islam. Dan dalam al qur’an
diperintahkan supaya umat islam melakukan penolakan terhadap berbagai keyakinan
yang menyimpang tersebut dengan melakukan
dakwah secara bijaksana dan melakukan bantaha (debat) dengan cara yang
baik (qs an nahl:25) perintah ini menuntut umat islam untuk mempelajari cara
melakukan perdebatan dengan baik. Hal ini mendorong adanya ilmu kalam.
Semakin meluasnya
kekuasaan umat islam, mengakibatkan terjadinya persentuhan ajaran islam dengan
budaya-budaya lain yang ada diwilayah kekuasaannya. Uamt islam mulai mengenal
fisafat dan mempelajarinya. Dan mulai muncul upaya untuk memfilsafati ayat-ayat
al qur’an yang nampaknya tidak sejalan, bahkan kelihatan bertentangan, seperti
ayat-ayat yang membicarakan perbuatan manusia,, apakah manusia ini berbuat
secara terpaksa ataukah memiliki
kebebasan untuk berbuat.
Rasulullah sampai akhir
hayatnya tidak ada menyebutkan secara jelas siapakan yang akan
menggantikannya untuk memimpin umat
islam setelah beliau wafat, namun para sahabat dapat menyelesaikan persoalan
kekhalifahan ini dengan diangkatnya abu bakar sebagai khalifah pertama dan umar
bin khatab sebagai khalifak kedua.
Persoalan kekhalifahan
(imamah) muncul pada masa akhir kekhalifahan usman bin affan, yakni terbunuhnya
usman yang mengakibatkan perdebatan teologi kelompok as-sunnah wa
al-istiqomahmenyebut bahwa pembunuhan usman adalah perbuatan zalim dan
merupakan permusuhan dan kelompok lain menyebut berbeda dengan kelompok pertama
(bukan bentuk kezaliman).
Setelah usman wafat,
maka ali bin abi talib terpilih sebagai khalifah keempat, tetapi begitu
terpilih, langsung mendapat tentangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi
khalifah, tantangan pertama muncul dari talhah dan zubeir dari mekkah,
tantangan kedua muncul dari mu’awiyah dan keluarga dekat usman bin affan yakni
tidak mengakui ali bin abi talib sebagai khalifah.
Tantangan dari talhah
dan zubeir melahirkan perang jamal (unta)yang berakhir kemenangan dipihak ali,
tantangan dari mu’awiyah melahirkan perang siffn yang diselesaikan dengan
tahkim. Terjadi ketidak adilan dalam tahkim yang mengakibatkan sebagian
pendukung ali bin abi talib keluar dari barisan ali dan membentuk kelompok yang
dikenal dengan “khawarij”.
Kelompok khawarij
sebagai kelompok yang tidak menerima tahkim menuduh orang-orang yang terlibat
dalam tahkim, telah keluar dari islam, mereka memperkuat tuduhan ini dengan
ayat al-qur’an. Kelompok ini
berpendapat yang tidak berhukum dengan al-qur’an adalah kafir, pelaku dosa
besar dan wajib memeranginya. Pada masa yang sama muncul kelompok pembela ali
bin abi talib yang disebut “syiah". Persoalan kafir
mengkafirkan ini telah sampai ke berbagai wilayah, dan hasan basri ditanya
bagaimana pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar “almanzilat baina
almanzilatain”. Kemudian wasil bin ‘atha mengasingkan diri (I’tazalah) dari
halaqah hasan basri, dari berbagai persoalan ini munculah ilmu kalam.
Faktor eksternal.
Seiring dengan semakin
luasnya wilayah kekuasaan islam, maka semakin banyak umat islam yang memeluk
agama islam yang pada masa sebelumnya mereka memeluk agama atau kepercayaan
tertentu. Pemeluk islam ini ada yang berasal dari agama yahudi dan nasrani. Ada
dari penyembah berhala, penyembah matahari dan sebagainya. Setelah mereka
memeluk islam maka tidak jarang terjadinya penyelesaian suatu masalah yang
mereka temukan dalam islam dengan menggunakan ajaran agama atau kepercayaan
yang mereka anut sebelumnya.
Aliran mu’tazilah
sebagai salah satu aliran yang lahir dari perdebatan tentang iman dan kufur,
adalah salah satu aliran yang banyak melakukan dakwah atau seruan ke dalam
islam dan sekaligus melakukan perdebatan dengan berbagai pihak dalam hal
mengemukakan dan mempertahankan pendapat, bahkan mereka melakukan perdebatan
dengan berbagai agama dan kepercayaan lain dalam rabgka menegakkan dan membela
ajaran islam khususnya dari serangan kelompok yahudi dan nasrani.
Adanya perdebatan
antara sesame umat islam dan khususnya dengan pemeluk agama lain (yahudi dan
nasrani) mengharuskan para mutakallim mu’tazilah mempelajari filsafat, logika
(ilmu mantiq) dan juga mempelajari teologi yunani, sebagaimana an-nizam
mempelajari filsafat aristoteles, kajian filsafat dan logika ini menjadi bagian
ilmu kalam dan ilmu kalam menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
Selain factor internal
dan eksternal sebagaimana disebut diatas, munculnya khilafiyah pada masa akhir
sahabat yang bersumber dari jahm bin safwan. Ma’bad al-juhani gillan
ad-dimasyqi dalam hal membicarakan qadr dan pengingkaran penyandaran yang baik
dan buruk pada qadr melahirkan kelompok qadariyah dan jabariyah perdebatan ini
memicu timbulnya ilmu kalam atau teologi dalam kajian sejarah islam.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Amin,Duha al-islam, Beirut:dar
al-kutb al-arabiyah.
Al-Asy’ari,
Abi al-Hasan ali bin ismail. 1950, Aqamat al-islamiyah,mesir: maktabah an-Nahdah
La-misriyah.
Ali
Mustafa a gurubi, al-fariq al-islamiyah,
mesir: Muhammad Ali Subh wa Auladuh.
Muhammad
Abduh, 1996, Rislah Tauhid, Alih Bahasa,
K.H.Firdaus A.N, Jakarta:Bulan bintang.
Muhammad
Abu Zahra, Tarikh al-mazahib, al
islamiyah,(kairo:Dar al fikr al-‘arabi.
0 komentar:
Posting Komentar