About

Selamat Datang

Jumat, 28 Desember 2012

Faktor-faktor Lahirnya Teologi Islam

Oleh: M. Choirul Anwar
 
Ajaran tauhid atau aqidahnya merupakan ajaran terpenting yang dibawah oleh al-quran, yakni pengakuan terhadap ke Esaan Allah dengan segala sifat-sifatnya kesempurnaannya, dengan segala keagungan-Nya dan mengesakannya dalam beribadat.

Dalam disiplin ilmu-ilmu islam ajaran tauhid ini dibahas dalam ilmu kalam, hal ini disebabkan persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriyah adalah kalam Allah (wahyu Allah) yang dibacakan itu apakah “baharu” atau “qodim” dalam membicarakan wahyu ini dasar yang dipakai adalah akal pikiran dan sangat sedikit yang mendasarkan pendapatnya pada dalil naql, kecuali setelah terlebih dahulu menetapkan benarnya pokok persoalan.


Dalam sejarah perkembangan pemikiran islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran politik, pertentangan poloyik antara ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan meningkat menjadi persoalan teologi yang berujung pada peristiwa tahkim yang memicu terjadinya pertentangan teologi dikalangan umat islam. Kepincangan tahkim antara kelomp[ok ali bin abi talib dengan mu’awiyah bin abi sufyan memunculkan lahirnya aliran khawarij dengan semboyan mereka la hukma illa lillah ( tiada hukum selain dari hukum Allah).

Khawarij memandang ali, mu’awiyah ‘amr bin ash, abu musa al-asyari dan lain-lain yang menerima tahkim adalah kafir, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-maidah ayat 44. Lambat laun orang yang dipandang kafir bukan hanya yang tidak berhukum dengan al-quran tetapi juga orang yang berbuat dosa besar, disamping munculnya mukmin dan kafir, muncul persoalan kehendak dan perbuatan manusia, apakah manusia mempunyai kebebasan berkehandak dan berbuat, ataukah manusia melakukannya secvara terpaksa. Aliran yang memunculkan ini adalah qodariyah dan jabariyah.
Pada masa selanjutnya, mu’tazilah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan yunani dan menterjemahkannya kedalam bahasa arab, mereka mulai terpengaruh oleh filsafat yunani dengan pemakaian rasio dan membawanya kelapangan teologi, namun demikian mereka tidak meninggalkan wahyu, sebagai antitesa terhadap pandangan mu’tazilah yang rasional, maka munculah aliran al-asyarriyah dan al-maturidiyah yang dapat disebut sebagai golongan tradisional islam.

Faktor faktor lahirnya ilmu kalam
Upaya memahami faktor-faktor ilmu kalam tidak dapat dilakukan secara sempurna tanpa terlebih dahulu memahami sejarah lahirnya ilmu kalam itu sendiri, sebab ilmu kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri belum dikenal pada masa nabi maupun pada masa sahabat.
Pada masa rasulullah Saw, umat manusia dibawah bimbingan  Rasulullah Saw masih dalam kesatuan dalam berbagai lapangan kehidupan agama, termasuk dalam lapangan akidah (tauhid) penamaan akidah pada masa ini langsung dibawah bimbingan Rasulullah Saw, baik melalui penjelasan, nasehat, maupun dalam bentuk sikap dan tinghkah laku berakidah.
Pada Rasulullah umat islam tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan berbagai persoalan keagamaan, karena apabila sahabat mengahadapi suatu masalah, ada hal yang tidak jelas dan diperselisihkan, para sahabat langsung mengembalikan dan menanyakan kepada rasulullah sehingga tidak ada masalah aqidah yang tidak terselesaikan yang kemudian ditaati dan menjadi pedoman bagi umat islam
Pada masa khalifah Abu bakar dan umar bin khatab, wilayah kekuasaan islam semakin meluas, persoalan-persoalan keagamaan semakin beragam, namun masih relative sedikit, termasuk dalam masalah aqidah. Tetapi setelah umar bi khatab wafat dan usman bin affan diangkat sebagai khalifahke tiga, maka mulai munculah berbagai persoalan dikalangan umat islam, persoalan yang berawal dari masalah kakhalifahan (persoalan politik) yang kemudian melebar pada aqidah.
Untuk lebih sistematisnya kajian tentang latar belakang lahirnya ilmu kalam ini, mka factor-faktor kalahirannya dapat dikelompokkan pada dua bagian, sebagaimana disebut ahmad amin dalam bukunya duha al islam, yakni factor internal dan factor eksternal.

Faktor internal
Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama hukum islam, disamping membicarakan masalah ketauhidan, kenabian dan lain-lain. Juga menyampaikan penolakan terhadap keyakinan-keyakinan lain yang ada di luar agama islam. Dan dalam al qur’an diperintahkan supaya umat islam melakukan penolakan terhadap berbagai keyakinan yang menyimpang tersebut dengan melakukan  dakwah secara bijaksana dan melakukan bantaha (debat) dengan cara yang baik (qs an nahl:25) perintah ini menuntut umat islam untuk mempelajari cara melakukan perdebatan dengan baik. Hal ini mendorong adanya ilmu kalam.
Semakin meluasnya kekuasaan umat islam, mengakibatkan terjadinya persentuhan ajaran islam dengan budaya-budaya lain yang ada diwilayah kekuasaannya. Uamt islam mulai mengenal fisafat dan mempelajarinya. Dan mulai muncul upaya untuk memfilsafati ayat-ayat al qur’an yang nampaknya tidak sejalan, bahkan kelihatan bertentangan, seperti ayat-ayat yang membicarakan perbuatan manusia,, apakah manusia ini berbuat secara terpaksa  ataukah memiliki kebebasan untuk berbuat.
Rasulullah sampai akhir hayatnya tidak ada menyebutkan secara jelas siapakan yang akan menggantikannya  untuk memimpin umat islam  setelah beliau wafat, namun  para sahabat dapat menyelesaikan persoalan kekhalifahan ini dengan diangkatnya abu bakar sebagai khalifah pertama dan umar bin khatab sebagai khalifak kedua.
Persoalan kekhalifahan (imamah) muncul pada masa akhir kekhalifahan usman bin affan, yakni terbunuhnya usman yang mengakibatkan perdebatan teologi kelompok as-sunnah wa al-istiqomahmenyebut bahwa pembunuhan usman adalah perbuatan zalim dan merupakan permusuhan dan kelompok lain menyebut berbeda dengan kelompok pertama (bukan bentuk kezaliman).

Setelah usman wafat, maka ali bin abi talib terpilih sebagai khalifah keempat, tetapi begitu terpilih, langsung mendapat tentangan dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah, tantangan pertama muncul dari talhah dan zubeir dari mekkah, tantangan kedua muncul dari mu’awiyah dan keluarga dekat usman bin affan yakni tidak mengakui ali bin abi talib sebagai khalifah.
Tantangan dari talhah dan zubeir melahirkan perang jamal (unta)yang berakhir kemenangan dipihak ali, tantangan dari mu’awiyah melahirkan perang siffn yang diselesaikan dengan tahkim. Terjadi ketidak adilan dalam tahkim yang mengakibatkan sebagian pendukung ali bin abi talib keluar dari barisan ali dan membentuk kelompok yang dikenal dengan “khawarij”.
Kelompok khawarij sebagai kelompok yang tidak menerima tahkim menuduh orang-orang yang terlibat dalam tahkim, telah keluar dari islam, mereka memperkuat tuduhan ini dengan ayat al-qur’an. Kelompok ini berpendapat yang tidak berhukum dengan al-qur’an adalah kafir, pelaku dosa besar dan wajib memeranginya. Pada masa yang sama muncul kelompok pembela ali bin abi talib yang disebut “syiah". Persoalan kafir mengkafirkan ini telah sampai ke berbagai wilayah, dan hasan basri ditanya bagaimana pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar “almanzilat baina almanzilatain”. Kemudian wasil bin ‘atha mengasingkan diri (I’tazalah) dari halaqah hasan basri, dari berbagai persoalan ini munculah ilmu kalam.
Faktor eksternal.
Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan islam, maka semakin banyak umat islam yang memeluk agama islam yang pada masa sebelumnya mereka memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Pemeluk islam ini ada yang berasal dari agama yahudi dan nasrani. Ada dari penyembah berhala, penyembah matahari dan sebagainya. Setelah mereka memeluk islam maka tidak jarang terjadinya penyelesaian suatu masalah yang mereka temukan dalam islam dengan menggunakan ajaran agama atau kepercayaan yang mereka anut sebelumnya.

Aliran mu’tazilah sebagai salah satu aliran yang lahir dari perdebatan tentang iman dan kufur, adalah salah satu aliran yang banyak melakukan dakwah atau seruan ke dalam islam dan sekaligus melakukan perdebatan dengan berbagai pihak dalam hal mengemukakan dan mempertahankan pendapat, bahkan mereka melakukan perdebatan dengan berbagai agama dan kepercayaan lain dalam rabgka menegakkan dan membela ajaran islam khususnya dari serangan kelompok yahudi dan nasrani.
Adanya perdebatan antara sesame umat islam dan khususnya dengan pemeluk agama lain (yahudi dan nasrani) mengharuskan para mutakallim mu’tazilah mempelajari filsafat, logika (ilmu mantiq) dan juga mempelajari teologi yunani, sebagaimana an-nizam mempelajari filsafat aristoteles, kajian filsafat dan logika ini menjadi bagian ilmu kalam dan ilmu kalam menjadi ilmu yang berdiri sendiri.

Selain factor internal dan eksternal sebagaimana disebut diatas, munculnya khilafiyah pada masa akhir sahabat yang bersumber dari jahm bin safwan. Ma’bad al-juhani gillan ad-dimasyqi dalam hal membicarakan qadr dan pengingkaran penyandaran yang baik dan buruk pada qadr melahirkan kelompok qadariyah dan jabariyah perdebatan ini memicu timbulnya ilmu kalam atau teologi dalam kajian sejarah islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin,Duha al-islam, Beirut:dar al-kutb al-arabiyah.
Al-Asy’ari, Abi al-Hasan ali bin ismail. 1950, Aqamat al-islamiyah,mesir: maktabah an-Nahdah La-misriyah.
Ali Mustafa a gurubi, al-fariq al-islamiyah, mesir: Muhammad Ali Subh wa Auladuh.
Muhammad Abduh, 1996, Rislah Tauhid, Alih Bahasa, K.H.Firdaus A.N, Jakarta:Bulan bintang.
Muhammad Abu Zahra, Tarikh al-mazahib, al islamiyah,(kairo:Dar al fikr al-‘arabi.
 

0 komentar:

Posting Komentar